Suara.com - Kateter ablasi jadi salah satu terapi aritmia atau gangguan irama jantung yang efektif untuk perempuan hamil. Klaim tersebut dibuat karena kateter ablasi dinilai tidak akan memengaruhi perkembangan janin.
Aritmia sendiri merupakan penyakit gangguan irama jantung di mana denyut jantung berdetak terlalu pelan, terlalu cepat bahkan tidak teratur. Aritmia dapat diderita semua umur baik bayi, anak, lansia maupun ibu hamil.
Kateter ablasi adalah terapi minimal invasif, dengan membuat akses dari lipat paha dan dengan beberapa kateter dilakukan pemetaan untuk mendapatkan fokus kelainan aritmia.
Setelah fokus aritmia ditemukan, selanjutnya diberi energi gelombang radio di jantung untuk memperbaiki aritmia sehingga tidak muncul lagi.
Adapun terapi ini diklaim yang terbaik bagi perempuan hamil dengan masalah aritmia, karena tidak mengganggu perkembangan janin.
Apalagi pasien tidak perlu mengonsumsi obat antiaritmia yang kerap melewati plasenta (ari-ari) sehingga menganggu janin.
“Terapi kateter ablasi umumnya menggunakan bantuan fluoroskopi atau radiasi pengion untuk membantu penempatan kateter di jantung."
"Terapi ini dapat menjadi pilihan bila pasien sangat bergejala dan tidak berhasil diterapi dengan obat atau pasien menolak minum obat dengan pertimbangan keselamatan janin," terang Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, dr. Yansen., Sp.JP (K), FIHA melalui keterangannya, Rabu (11/5/2022).
Terapi kateter ablasi menggunakan teknologi 3 dimensi yang bisa dilakukan pada pasien perempuan hamil dengan aritmia, yang prosedurnya dijalankan tanpa menggunakan radiasi.
Baca Juga: Bisa Cegah Rasa Mual, Ini 5 Khasiat Konsumsi Semangka Kuning bagi Ibu Hamil
"Tanpa menggunakan radiasi sama sekali sehingga aman untuk ibu dan janin,” ujar dokter yang berpraktik di RS Eka Hospital BSD itu.
Perlu diketahui, saat hamil perempuan mengalami perubahan fisiologi kardiovaskular, yang menyebabkan volume plasma darah meningkat hingga 40 persen di usia kehamilan 24 minggu.
Ditambah, akibat peningkatan aktifitas otonom dan adrenergik, denyut jantung akan meningkat sebanyak 30 persen.
Sedangkan aritmia dalam kehidupan sehari-hari tidak berbahaya, tapi jika tidak dikontrol bisa berakibat fatal karena menyebabkan kematian mendadak akibat serangan jantung.
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
4 HP Memori 256 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer yang Ingin Install Banyak Game
-
Disebut Menteri Berbahaya, Menkeu Purbaya Langsung Skakmat Hasan Nasbi
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
-
5 Fakta Kemenangan 2-1 Real Madrid Atas Barcelona: 16 Gol Kylian Mbappe
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
Terkini
-
Ginjal Rusak Tanpa Gejala? Inovasi Baru Ini Bantu Deteksi Dini dengan Akurat!
-
Apotek Bisa Jadi Garda Depan Edukasi dan Deteksi Dini Stunting, Begini Perannya
-
Tak Sekadar Air Putih, Ini Alasan Artesian Water Jadi Tren Kesehatan Baru
-
Vitamin C dan Kolagen: Duo Ampuh untuk Kulit Elastis dan Imunitas Optimal
-
Smart Hospital, Indonesia Mulai Produksi Tempat Tidur Rumah Sakit yang Bisa 'Baca' Kondisi Pasien
-
Tren Minuman Bernutrisi: Dari Jamu ke Collagen Drink, Inovasi Kesehatan yang Jadi Gaya Hidup Baru
-
Perawatan Komprehensif untuk Thalasemia: Dari Transfusi hingga Dukungan Psikologis
-
Indonesia Kaya Tanaman Herbal, Kenapa Produksi Obat Alami Dalam Negeri Lambat?
-
Supaya Anak Peduli Lingkungan, Begini Cara Bangun Karakter Bijak Plastik Sejak Dini
-
Kemendagri Dorong Penurunan Angka Kematian Ibu Lewat Penguatan Peran TP PKK di Daerah