Suara.com - Di masa serba modern ini, terungkap fenomena pengobatan unik, dimana pasien cedera otak berhasil selamat berkat operasi otak Zaman Firaun atau tindakan medis zaman Mesir kuno.
Tindakan medis ini berupa pengeboran lubang di tengkorak untuk mengurangi pembengkakan otak atau penekanan pada otak.
Adapun prosedur ini serupa seperti yang dilakukan orang Mesir kuno sebagai ritual keagamaan.
Mengutip Daily Mail, Senin (18/7/2022), operasi ini dikenal sebagai kraniektomi dekompresi, tindakan yang disebut mampu membuat seperlima pasien cedera otak lebih berpeluang bertahan hidup dibanding mereka yang menjalani pengobatan standar.
"Tidak diragukan lagi, operasi ini bisa menyelamatkan nyawa," ujar Konsultan Ahli Bedah Saraf Addenbrooke's Hospital, Profesor Peter Hutchinson selaku pemimpin penelitian.
Hal ini sesuai dengan data rerata 160 ribu warga Inggris dirawat di rumah sakit setiap tahunnya karena cedera otak yang disebabkan kecelakaan lalu lintas maupun jatuh.
Saat otak terluka, cairan darah bisa berkumpul di dalam otak dan bisa menekan otak, yang akhirnya mengganggu pasokan darah ke otak. Lalu karena pasokan darah terhambat, sel-sel otak perlahan mati dan menyebabkan hilangnya memori, lumpuh, bahkan mati otak.
Biasanya kondisi ini diatasi dengan obat, tapi jika tidak berhasil, dokter akan menerapkan prosedur ventrikulostomi, yaitu memasukan tabung melalui lubang agar cairan darah bisa keluar.
Tapi pada tindakan operasi otak zaman Firaun yakni kraniektomi dekompresi, dokter akan membuat lubang lebih besar dari 5 inci di bagian belakang tengkorak dan bagian membran yang mengelilingi otak diangkat, sehingga hasilnya tekanan pada otak berkurang drastis.
Baca Juga: Gara-gara Disengat Lebah, Pria Ini Alami Cedera Otak hingga Koma!
Penelitian sebelumnya menunjukkan kraniektomi dekompresi berisiko tinggi sebabkan kecacatan, tapi dalam penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal JAMA Neurology terhadap 408 pasien.
Hasilnya pasien yang menjalani kraniektomi dekompresi, 21 persen lebih berpeluang bertahan hidup selama dua tahun, dibanding mereka yang diobati dengan kraniektomi dan obat-obatan, bahkan pemulihannya disebut lebih cepat.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia