Suara.com - Peneliti dari Universitas Michigan, Frederick Korley, dan rekannya, mengatakan dokter dapat mendeteksi risiko kematian atau kecatatan parah pada seseorang yang mengalami cedera otak menggunakan tes darah.
Tes darah juga dinilai dapat membantu dokter menentukan apakah cedera otak tersebut berpotensi diobati.
Untuk membuktikannya, peneliti merekrut 1.700 pasien cedera otak parah. Mereka menggunakan dua instrumen untuk mendeteksi protein dan analisis tes darah.
Protein yang dimaksud adalah UCH-L1 dan GFAP, yang terkait dengan cedera parah dan kematian.
Evaluasi dibandingkan dengan hasil setelah enam bulan cedera menggunakan Glasgow Outcome Scale-Extended, lapor The Health Site.
Glasgow Outcome Scale-Extended adalah sistem yang mengukur kemampuan pasien cedera otak untuk berfungsi.
Para peneliti menemukan bahwa pasien dengan nilai GFAP kurang dari 20 persen berisiko 23 kali lebih mungkin meninggal dalam waktu enam bulan setelah cedera.
Demikian pula pada pasien dengan nilai protein UCH-L1 kurang dari 20 persen yang berisko meninggal 63 kali lebih tinggi dalam enam bulan setelah cedera.
Risikonya sangat rendah pada pasien dengan nilai GFAP serta UCH-L1 mencapai 80 persen.
Baca Juga: Hasil Tes Darah Menunjukkan Hampir Setengah Warga Australia Sudah Terkena COVID-19
Menurut peneliti, deteksi risiko sedari awal pada pasien cedera otak dapat membantu dokter dalam menentukan seberapa parah kondisi pasien.
Selain itu, dokter juga dapat memberi tahu kerabat pasien bagaimana cara merawat pasien jika terjadi cedera otak, Tidak hanya itu, hal-hal yang berkaitan dengan kesembuhan pasien juga bisa diperkirakan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Sekelas Honda Jazz untuk Mahasiswa yang Lebih Murah
- 7 Rekomendasi Body Lotion dengan SPF 50 untuk Usia 40 Tahun ke Atas
- 26 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 13 November: Klaim Ribuan Gems dan FootyVerse 111-113
- 5 Pilihan Bedak Padat Wardah untuk Samarkan Garis Halus Usia 40-an, Harga Terjangkau
- 5 Rekomendasi Sepatu Lokal Senyaman New Balance untuk Jalan Kaki Jauh
Pilihan
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
-
Rolas Sitinjak: Kriminalisasi Busuk dalam Kasus Tambang Ilegal PT Position, Polisi Pun Jadi Korban
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Vinfast Serius Garap Pasar Indonesia, Ini Strategi di Tengah Gempuran Mobil China
Terkini
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?
-
Gaya Hidup Modern Picu Kelelahan, Inovasi Wellness Mulai Dilirik Masyarakat Urban
-
Rahasia Anak Tumbuh Percaya Diri dan Kreatif, Jessica Iskandar Beberkan Kuncinya
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia
-
Vape Bukan Alternatif Aman: Ahli Ungkap Risiko Tersembunyi yang Mengintai Paru-Paru Anda
-
Kesehatan Perempuan dan Bayi jadi Kunci Masa Depan yang Lebih Terjamin
-
8 Olahraga yang Efektif Menurunkan Berat Badan, Tubuh Jadi Lebih Bugar