Suara.com - Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mengecam keras langkah DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kesehatan atau Omnibus Law Kesehatan menjadi undang-undang dalam Rapat Tingkat Dua (Paripurna) DPR RI pada Selasa (11/7).
CISDI menilai penyusunan RUU Kesehatan dilakukan terburu-buru dan tidak transparan. Beberapa indikasinya adalah dengan proses konsultasi yang singkat dan tidak dipublikasikannya naskah final kepada publik secara resmi sebelum pengesahan.
Selain itu, pengesahan ini juga mengabaikan rekomendasi masyarakat sipil terkait aspek formil dan materiil dalam RUU Kesehatan.
Hingga hari ini CISDI mencatat setidaknya empat masalah dalam draf dan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Kesehatan yang kini telah disahkan.
Beberapa ketentuan bermasalah, yakni perihal penghapusan mandatory spending sektor kesehatan sebesar 10% dari APBN dan APBD, beberapa kebijakan yang belum inklusif gender dan kelompok rentan, belum dilembagakannya peran kader kesehatan, hingga belum dimasukkannya pasal pengaturan iklan, promosi, dan sponsorship tembakau dalam RUU Kesehatan.
“Pengesahan RUU Kesehatan menjadi undang-undang membuktikan pemerintah dan DPR RI mengabaikan aspirasi masyarakat sipil. Kami mengecam proses perumusan undang-undang yang seharusnya inklusif, partisipatif, transparan, dan berbasis bukti,” ungkap Diah Satyani Saminarsih, Founder dan CEO CISDI dalam keterangannya baru-baru ini.
Diah mengatakan tertutupnya proses penyusunan RUU Kesehatan ditandai dengan absennya informasi kepada publik mengenai naskah final rancangan yang sudah disahkan menjadi undang-undang.
Selepas Komisi IX DPR menggelar rapat kerja pengambilan keputusan RUU Kesehatan bersama pemerintah di Gedung DPR, Senin, 19 Juni 2023, naskah terbaru masih tak jelas keberadaannya. Di samping itu, publik juga belum mendapatkan penjelasan terkait diterima atau tidaknya masukan dalam proses penyusunan rancangan undang-undang ini.
“Kami melihat proses yang tidak transparan dan inklusif dalam penyusunan RUU Kesehatan. Di sisi lain, proses konsultasi publik pun sangat singkat, minim, dan tertutup. Seluruh rangkaian proses tersebut menyulitkan seluruh masukan masyarakat sipil terefleksi dalam undang-undang ini,” kata Diah.
Baca Juga: TOK! DPR Setujui RUU Kesehatan Jadi Undang-Undang
Pasalnya, berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91 Tahun 2020 tentang partisipasi publik bermakna, disebutkan tiga prasyarat pelibatan masyarakat secara bermakna, yaitu hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard); hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered); dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained).
“Platform yang dibuat oleh pemerintah dan DPR RI hanya bersifat satu arah dan sementara, tidak pernah ada platform menetap yang memungkinkan masyarakat sipil memantau masukan dan mendapatkan umpan balik dari masukan yang mereka berikan selama proses penyusunan RUU Kesehatan ini. Menurut kami, situasi ini mencederai prinsip partisipasi publik yang bermakna sesuai Putusan MK,” kata Diah kembali.
Selain persoalan formil terkait dengan perumusan naskah RUU Kesehatan, CISDI mencatat isu substansi yang belum terselesaikan hingga rancangan ini disahkan menjadi undang-undang hari ini.
Pertama, RUU Kesehatan terbaru menghapuskan alokasi anggaran kesehatan minimal 10% dari APBN dan APBD. Padahal, masih ada 58 dari 514 kabupaten/kota di Indonesia yang proporsi anggaran kesehatannya di bawah 10 persen pada 2021, dengan distribusi alokasi yang timpang.
“Realita di lapangan memprihatinkan. Prioritas pembangunan kesehatan nasional sulit terlaksana di daerah karena dalih keterbatasan anggaran. Sektor kesehatan juga kerap tidak menjadi prioritas dalam penyusunan rencana pembangunan daerah. Hilangnya mandatory spending anggaran kesehatan membuat tidak ada jaminan atau komitmen perbaikan untuk menguatkan sistem kesehatan di tingkat pusat maupun daerah,” ujar Diah.
Kedua, RUU Kesehatan belum dengan jelas menguatkan kader kesehatan melalui pemberian insentif upah dan non-upah secara layak. RUU yang telah disahkan ini juga belum melembagakan peran kader sebagai sumber daya manusia kesehatan (SDMK), tepatnya tenaga pendukung atau penunjang kesehatan seperti yang direkomendasikan WHO.
Terakhir, komitmen pemerintah dan DPR masih belum tegas karena belum ada penegasan regulasi iklan, promosi, dan sponsorship tembakau. Tanpa regulasi yang jelas, anak-anak di Indonesia akan mudah terpapar dan terdorong untuk merokok. Tentunya ini akan berdampak besar baik secara jangka pendek maupun panjang.
Berita Terkait
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
Pilihan
-
Studi Banding Hemat Ala Konten Kreator: Wawancara DPR Jepang Bongkar Budaya Mundur Pejabat
-
Jurus Baru Menkeu Purbaya: Pindahkan Rp200 Triliun dari BI ke Bank, 'Paksa' Perbankan Genjot Kredit!
-
Sore: Istri dari Masa Depan Jadi Film Indonesia ke-27 yang Dikirim ke Oscar, Masuk Nominasi Gak Ya?
-
CELIOS Minta MUI Fatwakan Gaji Menteri Rangkap Jabatan: Halal, Haram, atau Syubhat?
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
Terkini
-
Sering Diabaikan, Masalah Pembuluh Darah Otak Ternyata Bisa Dideteksi Dini dengan Teknologi DSA
-
Efikasi 100 Persen, Vaksin Kanker Rusia Apakah Aman?
-
Tahapan Skrining BPJS Kesehatan Via Aplikasi dan Online
-
Rusia Luncurkan Vaksin EnteroMix: Mungkinkah Jadi Era Baru Pengobatan Kanker?
-
Skrining BPJS Kesehatan: Panduan Lengkap Deteksi Dini Penyakit di Tahun 2025
-
Surfing Jadi Jalan Perempuan Temukan Keberanian dan Healing di Laut
-
Bayi Rewel Bikin Stres? Rahasia Tidur Nyenyak dengan Aromaterapi Lavender dan Chamomile!
-
Varises Esofagus Bisa Picu BAB dan Muntah Darah Hitam, Ini Penjelasan Dokter Bedah
-
Revolusi Kesehatan Dimulai: Indonesia Jadi Pusat Inovasi Digital di Asia!
-
HPV Masih Jadi Ancaman, Kini Ada Vaksin Generasi Baru dengan Perlindungan Lebih Luas