Suara.com - Undang-Undang Kesehatan terbaru memunculkan polemik setelah disahkan menjadi UU Kesehatan oleh DPR dan didukung penuh oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Tidak sedikit tenaga kesehatan (Nakes) yang mengutarakan kekecewaan karena dianggap merugikan. Simak kontroversi UU Kesehatan di Kaleidoskop Kesehatan Suara.com, berikut ini.
Bulan Juni 2023, DPR melalui Komisi IX menyetujui draft RUU Kesehatan untuk dibawa ke rapat paripurna terdekat. Kabar ini memantik reaksi dari Nakes yang menyebut RUU Kesehatan terbaru bak Omnibus Law yang akan merugikan kesejahteraan dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya.
Puncaknya dokter dan nakes lainnya yang tergabung dalam organisasi profesi seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dan Persatua Perawat Nasional Indonesia (PPNI) melakukan unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Selasa, (11/7/2023). Dalam aksi ini, ada 6 poin problematik dari RUU Kesehatan menurut mereka, antara lain:
- Penghapusan menghapus mandatory spending (alokasi anggaran) kesehatan minimal 10 persen dari sebelumnya 5 persen.
- Kemudahan pemberian izin untuk dokter asing karena tidak lagi butuh rekomendasi dari IDI.
- Perubahan syarat dokter untuk mendapatkan Surat Izin Praktik (SIP) yang tidak memerlukan rekomendasi organisasi profesi.
- Pembatasan jumlah organisasi profesi.
- Konsil Kedokteran Indonesia dan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia tidak lagi independen dan harus bertanggung jawab kepada Menteri Kesehatan.
- Risiko kriminalisasi Nakes karena aturan ancaman pidana penjara bagi mereka yang melakukan kelalaian berat.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin Angkat Bicara
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan digodoknya RUU Kesehatan menjadi UU Kesehatan bukan tanpa sebab. Ia menyebut salah satu alasan utama disahkannya UU ini adalah paradigma industri kesehatan di Indonesia yang masih sangat bergantung ke luar negeri.
"Pemerintah sepakat dengan DPR RI bahwa diperlukan penguatan ketahanan kefarmasian dan alat kesehatan melalui penguatan rantai pasok dari hulu hingga hilir. Priotisasi penggunaan bahan baku dan produk dalam negeri dan pemberian insentif untuk industri yang melakukan penelitian, pengembangan, dan produksi dalam negeri," ucap Budi di Ruang Sidang Paripurna, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (11/7/2023).
Terkait SIP dokter yang tak perlu rekomendasi organisasi profesi dan STR yang berlaku seumur hidup, ia menyebut hal ini dibutuhkan untuk meningkatkan pemerataan jumlah dokter di Indonesia. Ia juga membahas soal ketersediaan dan pemerataan tenaga kesehatan di seluruh Indonesia dengan penyelenggaraan pendidikan dokter spesialis berbasis kolegium di rumah sakit.
"Pemerintah sepakat dengan DPR RI bahwa diperlukan penyederhanaan proses perizinan melalui penerbitan STR yang berlaku seumur hidup dengan kualitas yang terjaga," lanjut Budi.
Ia juga menepis anggapan UU Kesehatan membuat dokter asing bebas membuka praktik di Indonesia. Sebab untuk bisa praktik di Indonesia, dokter asing atau dokter lulusan universitas luar negeri membutuhkan institusi besar dan tidak bisa datang sendiri-sendiri.
Baca Juga: Heboh Pneumonia Mycoplasma Anak di China Meningkat, Kemenkes Minta Petugas Waspada
"Ada proses adaptasinya. Dokter asing yang masuk kami batasi dan tidak bisa ecer praktik sendiri-sendiri, harus ada institusi besar yang menangani," katanya.
Selain itu, UU Kesehatan juga mengatur pembatasan izin praktik dokter asing. Budi mencontohkan, praktik bisa dilakukan selama dua tahun dan hanya bisa perpanjang satu kali, sehingga dokter asing bisa praktik di Indonesia maksimal empat tahun.
Masih menurutnya, kehadiran dokter asing berpraktik di Indonesia bukan berarti menjadi ancaman bagi dokter berstatus warga negara Indonesia (WNI). Ia pun mengibaratkannya seperti koki berstatus warga negara asing di restoran, tidak berarti mengancam peluang kerja bagi koki lainnya di Indonesia.
Justru, ia menilai, kompetensi yang mereka miliki bisa mengajarkan pengalaman dan resep tertentu yang bisa dipelajari oleh pekerja lain.
DPR Sahkan UU Kesehatan
DPR resmi mengesahkan RUU Kesehatan menjadi UU Kesehatan pada Selasa (11/7/2023). Ada 11 undang-undang terkait sektor kesehatan yang telah cukup lama berlaku sehingga perlu disesuaikan dengan dinamika perubahan zaman.
Berita Terkait
Terpopuler
- 10 Sunscreen untuk Flek Hitam Terlaris di Shopee yang Bisa Kamu Coba
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- Lebih Murah dari Innova Zenix: 5 Mobil 7 Seater Kabin Lega Cocok untuk Liburan Keluarga Akhir Tahun
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- 7 Mobil 8 Seater Termurah untuk Keluarga, MPV hingga SUV Super Nyaman
Pilihan
-
3 Rekomendasi HP Xiaomi 1 Jutaan Chipset Gahar dan RAM Besar, Lancar untuk Multitasking Harian
-
Tukin Anak Buah Bahlil Naik 100 Persen, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Tahu!
-
Menkeu Purbaya Mau Tangkap Pelaku Bisnis Thrifting
-
4 HP Memori 256 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer yang Ingin Install Banyak Game
-
Disebut Menteri Berbahaya, Menkeu Purbaya Langsung Skakmat Hasan Nasbi
Terkini
-
Plak, Gusi Berdarah, Gigi Berlubang: Masalah Sehari-Hari yang Jadi Ancaman Nasional?
-
Mudah dan Ampuh, 8 Cara Mengobati Sariawan yang Bisa Dicoba
-
5 Inovasi Gym Modern: Tak Lagi Hanya Soal Bentuk Tubuh dan Otot, Tapi Juga Mental!
-
Dua Pelari Muda dari Komunitas Sukses Naik Podium di Jakarta Running Festival 2025
-
Seberapa Kuat Daya Tahan Tubuh Manusia? Ini Kata Studi Terbaru
-
Langkah Kecil, Dampak Besar: Edukasi SADARI Agar Perempuan Lebih Sadar Deteksi Dini Kanker Payudara
-
Ginjal Rusak Tanpa Gejala? Inovasi Baru Ini Bantu Deteksi Dini dengan Akurat!
-
Apotek Bisa Jadi Garda Depan Edukasi dan Deteksi Dini Stunting, Begini Perannya
-
Tak Sekadar Air Putih, Ini Alasan Artesian Water Jadi Tren Kesehatan Baru
-
Vitamin C dan Kolagen: Duo Ampuh untuk Kulit Elastis dan Imunitas Optimal