Suara.com - Menurut informasi dari idipraya.org, salah satu penyakit yang dianggap cukup berbahaya bagi kesehatan adalah epilepsi. Epilepsi adalah kejang berulang yang disebabkan oleh pelepasan impuls listrik yang tidak normal di otak.
IDI merupakan singkatan dari Ikatan Dokter Indonesia. IDI Kecamatan Praya adalah salah satu organisasi kesehatan dan menjadi wadah profesi bagi para dokter di Indonesia.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Praya adalah organisasi profesi yang berfungsi untuk menaungi para dokter di wilayah Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. IDI Praya bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, mendukung pengembangan profesionalisme dokter, serta memberikan edukasi dan informasi kesehatan kepada masyarakat.
IDI Praya kemudian meneliti lebih lanjut mengenai penyakit epilepsi yang sering menyerang dan menanggu kesehatan masyarakat Indonesia. Beberapa cara dan rekomendasi obat yang tepat bagi para penderitanya.
Apa saja penyebab terjadinya penyakit epilepsi?
Dilansir dari laman https://idipraya.org, penyakit epilepsi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk genetik, trauma kepala, infeksi otak, gangguan sistem imun, masalah tumbuh kembang anak, gangguan metabolisme, dan masalah pembuluh darah di otak. Berikut adalah penyebab terjadinya penyakit epilepsi meliputi:
1. Faktor genetik atau riwayat keluarga
Faktor utama yang mempengaruhi terjadinya epilepsi adalah riwayat keluarga atau keturunan; faktor genetik juga dapat berperan. Risiko terkena epilepsi dapat meningkat karena gen yang diwariskan dari orang tua, terutama jika ada riwayat keluarga epilepsi.
2. Adanya cedera di kepala
Ketika kepala mengalami cedera fisik, seperti kecelakaan kendaraan atau jatuh, kerusakan yang dapat menyebabkan kejang dapat terjadi pada otak. Cedera kepala bertanggung jawab atas 15% dan 35% kasus epilepsi pada orang dewasa dan anak-anak.
3. Terjadinya infeksi pada otak
Infeksi otak seperti meningitis atau ensefalitis herpes simplex dapat menyebabkan kejang dan meningkatkan risiko epilepsi, yang dapat menyebabkan epilepsi, selain faktor keturunan atau genetik.
4. Adanya gangguan perkembangan
Faktor terakhir yang dapat menyebabkan terjadinya epilepsi adalah gangguan perkembangan pada seseorang. Kelainan bawaan atau masalah perkembangan yang mempengaruhi otak, seperti cerebral palsy, dapat meningkatkan risiko epilepsi.
Untuk diagnosis dan pengobatan yang efektif epilepsi, pengetahuan tentang penyebabnya sangat penting. Banyak kasus yang penyebabnya tidak diketahui, tetapi faktor risiko lainnya masih dapat dikontrol dengan cara pencegahan.
Apa saja obat yang direkomendasikan untuk mengobati epilepsi?
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah merangkum beberapa obat yang bisa meringankan gejala epilepsi. Adapun beberapa orang yang bisa di konsumsi meliputi:
1. Tegretol
Tegretol adalah obat untuk mengontrol dan mencegah terjadinya kejang akibat epilepsi. Obat ini digunakan untuk mencegah dan mengontrol kejang akibat epilepsi dengan menekan aktivitas listrik yang tidak normal di otak. Untuk dosisnya umumnya dikonsumsi sebanyak 1 tablet, 2 kali sehari, dengan dosis yang dapat ditingkatkan hingga 2 tablet sebanyak 2–3 kali sehari.
2. Asam Valproat
Obat Asam valproat adalah obat untuk mengobati kejang akibat epilepsi dan gangguan bipolar. Obat ini dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau dikombinasikan dengan obat antikonvulsan lainnya. Obat ini membutuhkan resep dari dokter.
3. Lamotrigine
Lamotrigine adalah obat yang digunakan untuk meredakan gejala kejang dengan menurunkan aktivitas sel otak yang berlebihan. Dokter akan memberi dosis awal sebanyak 25 mg sekali sehari, dapat ditingkatkan secara bertahap.
4. Phenobarbital
Obat ini termasuk dalam golongan barbiturat yang digunakan untuk mengontrol kejang, terutama pada anak-anak. Dosis bervariasi tergantung pada usia dan kondisi pasien, biasanya dimulai dari 1-3 mg/kg berat badan per hari.
Obat-obatan ini harus digunakan di bawah pengawasan dokter, baik sebagai terapi tunggal maupun dalam kombinasi dengan obat antiepilepsi lainnya. Jika ada efek samping serius atau jika kejang semakin sering terjadi, penting untuk berkonsultasi kembali dengan dokter untuk penyesuaian pengobatan.
Berita Terkait
-
Cegah Ambeien Saat Kehamilan, IDI Mataram Bagikan Informasi Pengobatan
-
Kenali Penyebab Migrain, IDI Gerung Berikan Informasi Pengobatan
-
Kenali Bahaya Hepatitis, IDI Woha Bagikan Informasi Pengobatan yang Tepat
-
Kenali Penyebab Anemia, IDI Lombok Timur Bagikan Informasi Pengobatan
-
Kenali Bahaya Penyakit Batu Ginjal, IDI Lombok Tengah Bagikan Informasi Pengobatan
Terpopuler
- Pecah Bisu Setelah Satu Dekade, Ayu Ting Ting Bongkar Hubungannya dengan Enji Baskoro
- Ditunjuk Prabowo Reformasi Polri: Sosok Ahmad Dofiri Jenderal Rp7 Miliar Berani Pecat Ferdy Sambo!
- Sosok Kompol Anggraini, Polwan Diduga Jadi 'Badai' di Karier Irjen Krishna Murti, Siapa Dia?
- Nasib Aiptu Rajamuddin Usai Anaknya Pukuli Guru, Diperiksa Propam: Kau Bikin Malu Saya!
- Profil dan Rekam Jejak Alimin Ribut Sujono, Pernah Vonis Mati Sambo dan Kini Gagal Jadi Hakim Agung
Pilihan
-
3 Catatan Menarik Liverpool Tumbangkan Everton: Start Sempurna The Reds
-
Dari Baper Sampai Teriak Bareng: 10+ Tontonan Netflix Buat Quality Time Makin Lengket
-
Menkeu Purbaya Janji Lindungi Industri Rokok Lokal, Mau Evaluasi Cukai Hingga Berantas Rokok China
-
Usai Dicopot dari Kepala PCO, Danantara Tunjuk Hasan Nasbi jadi Komisaris Pertamina
-
4 Rekomendasi HP Murah Rp 2 Jutaan Baterai Besar Minimal 6000 mAh, Terbaik September 2025
Terkini
-
Awas, Penyakit Jantung Koroner Kini Mulai Serang Usia 19 Tahun!
-
Anak Rentan DBD Sepanjang Tahun! Ini Jurus Ampuh Melindungi Keluarga
-
Main di Luar Lebih Asyik, Taman Bermain Baru Jadi Tempat Favorit Anak dan Keluarga
-
Dari Donor Kadaver hingga Teknologi Robotik, Masa Depan Transplantasi Ginjal di Indonesia
-
Banyak Studi Sebut Paparan BPA Bisa Timbulkan Berbagai Penyakit, Ini Buktinya
-
Rahasia Hidup Sehat di Era Digital: Intip Inovasi Medis yang Bikin Umur Makin Panjang
-
Pentingnya Cek Gula Darah Mandiri: Ini Merek Terbaik yang Banyak Dipilih!
-
Prestasi Internasional Siloam Hospitals: Masuk Peringkat Perusahaan Paling Tepercaya Dunia 2025
-
Anak Bentol Setelah Makan Telur? Awas Alergi! Kenali Gejala dan Perbedaan Alergi Makanan
-
Alergi Makanan Anak: Kapan Harus Khawatir? Panduan Lengkap dari Dokter