Suara.com - Kanker pankreas dikenal sebagai salah satu penyakit paling mematikan di dunia, bukan karena yang paling agresif, tetapi karena penyakit ini terlalu tenang di awal.
Gejala seperti nyeri perut atas, penurunan berat badan, atau penyakit kuning sering kali baru muncul ketika penyakit sudah melangkah jauh. Dan ketika itu terjadi, waktu sudah tak lagi berpihak.
Namun di tengah ketidakpastian ini, ada satu prosedur medis yang memberi celah bagi harapan, operasi Whipple, atau pancreaticoduodenectomy.
Yang tak banyak diketahui, kini operasi besar ini bisa dilakukan dengan pendekatan minimal invasif, berkat teknologi laparoskopi.
"Whipple adalah pilihan utama jika kanker pankreas masih berada di area kepala pankreas dan belum menyebar," jelas dr. Eko Priatno, Sp.B-KBD, Konsultan Bedah Digestif dari Bethsaida Hospital Gading Serpong.
Dari Operasi Besar ke Sayatan Kecil
Selama ini, operasi Whipple dikenal sebagai prosedur besar dan menakutkan, karena melibatkan pengangkatan kepala pankreas, duodenum, sebagian saluran empedu, dan kantong empedu.
Namun kemajuan dunia medis telah membawa angin segar Whipple kini tak lagi harus selalu dilakukan secara terbuka.
"Di Bethsaida Hospital, kami menyediakan dua metode, yaitu open surgery dan laparoskopi. Bagi pasien yang memenuhi kriteria, pendekatan laparoskopi bisa menjadi pilihan yang jauh lebih nyaman, dengan hasil yang tetap optimal,” jelas dr. Eko.
Baca Juga: Siap-siap Kena Hunting, Ini Daftar 'Dosa' di Jalan yang Diincar Polisi Saat Operasi Patuh Jaya 2025
Dengan laparoskopi, sayatan besar digantikan oleh beberapa lubang kecil di perut. Operasi dilakukan dengan bantuan kamera dan alat khusus. Hasilnya? Risiko infeksi lebih rendah, perdarahan lebih minim, dan pemulihan jauh lebih cepat.
Isu Tak Biasa: Operasi Kompleks, Tapi Lebih Nyaman?
Bayangkan, operasi sebesar Whipple, yang dulu memaksa pasien dirawat berminggu-minggu dengan luka besar di perut, kini bisa dilakukan secara "ramah tubuh".
Ini bukan soal kemewahan teknologi, tetapi tentang mengembalikan rasa aman dan nyaman di tengah situasi sulit. Yang jarang dibahas, pendekatan seperti ini juga punya dampak psikologis besar bagi pasien.
Dalam dunia onkologi, rasa sakit, trauma operasi, dan ketakutan menghadapi masa pemulihan bisa sama beratnya dengan kanker itu sendiri.
Holistik, Bukan Hanya Bedah
Berita Terkait
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
-
6 HP Tahan Air Paling Murah Desember 2025: Cocok untuk Pekerja Lapangan dan Petualang
Terkini
-
Ikan Sidat, Harta Karun Gizi Asli Indonesia: Rahasia Nutrisi Tinggi dalam Susu Flyon
-
Wajib Tahu! Kata Dokter, Korset Pasca Caesar Bukan Cuma Tren, Tapi Kunci Pemulihan Cepat
-
Bocoran Zaskia Sungkar: 3 Produk Wajib Ada untuk Kulit Newborn, Apa Saja?
-
Mengapa Jenazah Banjir Sumatera Tanpa Identitas Dikuburkan Tanpa Tunggu Identifikasi?
-
Rahasia Umbi Garut di Minuman Ini: Solusi Alami Obati GERD dan Maag yang Direkomendasikan Ahli Gizi!
-
Kewalahan Hadapi Dunia Digital? Ini Tantangan Parenting Terbesar Orang Tua Masa Kini
-
Cuaca Lagi Labil, Ini Tips Atasi Demam Anak di Rumah
-
Gangguan Irama Jantung Intai Anak Muda, Teknologi Ablasi Dinilai Makin Dibutuhkan
-
BPOM Edukasi Bahaya AMR, Gilang Juragan 99 Hadir Beri Dukungan
-
Indonesia Masuk 5 Besar Kelahiran Prematur Dunia, Siapkah Tenaga Kesehatan Menghadapi Krisis Ini?