Health / Parenting
Jum'at, 05 Desember 2025 | 15:25 WIB
Ilustrasi sakit kepala (Pexels)

Suara.com - Sakit kepala adalah keluhan yang hampir semua orang pernah alami, baik berupa rasa nyeri yang menusuk, berdenyut, maupun seperti kepala tertekan. Namun banyak orang tidak menyadari bahwa otak sebenarnya tidak memiliki reseptor rasa sakit. Lalu dari mana rasa nyeri itu muncul?

Sebuah laporan dari The Conversation (1/12/2025), yang ditulis oleh Katherine Cobb-Pitstick, seorang ahli neurologi anak dan Asisten Profesor di Child Neurology, University of Pittsburgh menjelaskan bagaimana sakit kepala dan migrain bisa terjadi, serta cara terbaik untuk menanganinya.

Menurutnya, kebanyakan pasien yang ia tangani adalah anak-anak dan remaja yang mengalami beragam jenis sakit kepala. Meski sering dianggap keluhan ringan, sistem yang ada di balik rasa nyeri kepala sebenarnya sangat kompleks. Prosesnya melibatkan saraf, pembuluh darah, hingga struktur yang melindungi otak.

Mengutip The Conversation (1/12/2025), para peneliti mengetahui bahwa saraf merupakan kunci utama dalam mengirim sinyal nyeri.

Otak tidak bisa merasakan sakit, tetapi jaringan di sekitarnya, seperti pembuluh darah, selaput pelindung otak, serta jaringan di kepala dan leher memiliki reseptor rasa sakit.

Ilustrasi anak sakit (freepik)

Ketika jaringan tersebut mengalami iritasi atau tekanan, mereka melepaskan zat kimia tertentu yang memicu sinyal listrik menuju otak. Sinyal inilah yang kemudian diterjemahkan sebagai rasa nyeri.

Respon tubuh tidak berhenti di situ. Otak juga mengirimkan sinyal balik ke berbagai bagian tubuh untuk memberikan reaksi tambahan, misalnya rasa lelah, mata berair, hidung tersumbat, mual, atau ketidaknyamanan terhadap cahaya dan suara.

Para ilmuwan belum sepenuhnya memahami mengapa gejala-gejala ini muncul, tetapi ada dugaan bahwa tubuh sedang berupaya membuat seseorang beristirahat agar risiko sakit kepala kembali di masa depan dapat menurun.

Dalam banyak kasus, sakit kepala menandakan bahwa tubuh sedang berada dalam kondisi stres fisik maupun emosional. Faktor pemicunya beragam: infeksi, alergi, perubahan hormon—terutama saat pubertas dan menstruasi—kurang tidur, dehidrasi, melewatkan makan, hingga konsumsi berlebihan kafein atau alkohol.

Baca Juga: Sosok 3 Anak Epy Kusnandar yang Jadi Sorotan Usai Sang Aktor Meninggal Dunia

Tekanan psikologis seperti kecemasan dan depresi juga dapat memicu sakit kepala. Bahkan perubahan cuaca yang mempengaruhi tekanan sinus bisa membuat seseorang merasakan nyeri di kepala.

Migrain, jenis sakit kepala yang lebih berat, sering muncul pada anak-anak dan remaja. Sekitar 1 dari 11 anak pernah mengalami migrain, dengan gejala utama berupa nyeri berdenyut kuat pada satu sisi kepala yang berlangsung lama.

Migrain biasanya disertai mual, muntah, sensitivitas terhadap cahaya dan suara, serta sulit melakukan aktivitas sehari-hari. Banyak orang mengalami fase “peringatan” sebelum migrain datang, seperti mudah marah atau merasa tidak enak badan.

Migrain terjadi ketika sistem saraf yang bertugas mengatur sinyal nyeri tidak bekerja sebagaimana mestinya. Rangsangan ringan yang biasanya tidak menimbulkan reaksi, justru menghasilkan sensasi nyeri yang kuat.

Faktor genetik berperan besar, karena penderita migrain sering kali memiliki anggota keluarga dengan kondisi serupa. Selain gen, lingkungan dan pola hidup juga mempengaruhi seberapa sering migrain muncul.

Salah satu hal penting dalam menangani sakit kepala adalah mengidentifikasi jenisnya, karena setiap jenis membutuhkan pendekatan berbeda.

Load More