Suara.com - Penelitian menunjukkan beberapa orang memandang hidup melajang sebagai tujuan yang bahagia alih-alih berhenti dalam perjalanan menuju pernikahan.
Penelitian oleh Dr. Elyakim Kislev, profesor di Hebrew University of Jerusalem, menemukan dengan menjadi lajang, seseorang dapat mendefinisikan kembali konsep diri sendiri. Lajang itu tidak harus kesepian dan menganggap dirinya gagal.
Kislev percaya bahwa menjadi lajang dapat menjadi keuntungan daripada sumber penderitaan.
Basis data yang digunakan Kislev termasuk dari US Census Bureau dan European Social Survey. Dia memeriksa tren hubungan di lebih lebih dari 30 negara dan melakukan lebih dari 140 wawancara dengan orang lajang di Amerika Serikat dan Eropa.
Dia menemukan perbedaan utama antara lajang yang bahagia dan lajang yang tidak bahagia, yang umumnya, tergantung pada apakah mereka 'mendengarkan' stereotip tentang menjadi lajang atau mengabaikannya.
Dilansir CNN, orang lajang yang tidak bahagia merasa pasrah dengan alasan tidak pernah menemukan orang yang tepat, merasa mereka mungkin akan menjadi tua sendirian atau seolah-olah mereka kehilangan arti kehidupan.
Sebaliknya, para lajang yang bahagia menikmati kesendirian mereka dan mengambil tanggung jawab atas kehidupan mereka serta puas dengan ikatan sosial mereka, sebagai pengganti pernikahan, katanya.
Beberapa lajang yang bahagia menemukan kesenangan dalam kesendirian, dibentengi dengan mendapatkan pengalaman menarik yang bisa diperoleh di luar hubungan, seperti bepergian atau menemukan hobi baru.
"Mereka menggunakan waktu untuk mengisi kembali diri mereka sendiri dan memanfaatkannya dengan berfokus pada diri sendiri pada saat-saat ini," kata Kislev.
Baca Juga: Studi: Wanita Lajang Lebih Bahagia, Emma Watson Mengatakan Hal yang Sama
Lainnya, menurut orang yang diwawancarai Kislev, mereka sengaja membangun lingkaran sosial yang kuat sebagai alternatif dari hubungan romantis yang intim.
Penelitian ini juga menemukan dalam kasus orang yang belum menikah, menjadi lebih bersosialisasi memberi mereka kepercayaan diri untuk merasa bahwa mereka tidak 'ketinggalan'.
"Mengembangkan hubungan yang berkualitas dengan orang-orang yang memiliki minat yang sama, tetap berhubungan dengan keluarga dan teman-teman dan melakukan kegiatan yang menyenangkan adalah kunci untuk mengurangi kesepian," kata Dr. Indra Cidambi, direktur medis di Center for Network Therapy di New Jersey.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
Terkini
-
7 Sepatu Trail Running Indonesia Ini Punya Bantalan Nyaman Mirip Hoka Ori Versi Low Budget
-
Wajib Coba! Rekomendasi Moisturizer Viva untuk Kulit Berminyak Usia 30 Tahun ke Atas
-
5 Sabun Cuci Muka untuk Jerawat di Apotek K24, Mulai Rp 16 Ribuan
-
Misteri Micellar Water: Kenali Kandungan, Manfaat, dan Cara Pemakaiannya
-
5 Moisturizer Anti Aging Ibu Rumah Tangga, Kulit Kencang Kerutan Hilang
-
6 Shio Paling Beruntung 17 Desember 2025, Waktunya Panen Hasil Kerja Keras
-
Berapa Harga Saham GOTO? Komika Yudha Keling Pakai 1.412.025 Lembar sebagai Mahar
-
Skor Bahasa Inggris Indonesia Masih Rendah, Pembelajaran Humanis Jadi Kunci di Era AI
-
6 Jam Tangan dengan GPS dan Pemantau Jantung untuk Aktivitas Olahraga
-
8 Hewan Paling Mematikan yang Bisa Membunuh dalam Hitungan Menit