Suara.com - Kain tenun termasuk salah satu kerajinan tangan khas Indonesia yang bisa ditemukan di banyak daerah. Dalam proses pembuatannya, kain tenun bisa diwarnai secara alami maupun dengan pewarna tekstil kimia.
Tak sulit untuk membedakan kain tenun dari pewarna alami dengan pewarna kimia.
Menurut desainer Hayuning Subadra, kain tenun dari pewarna alami memiliki bau khas yang tidak ada pada kain dengan pewarna kimia. Bau tersebut bahkan tidak mudah hilang meski sudah dicuci berkali-kali.
"Baunya itu awet. Mungkin ada yang suka ada yang gak suka, tapi benar-benar kayak bau daun yang direndam lama, bau kayu. Itu pasti selalu ada baunya walaupun Sudah dicuci berkali-kali," kata perempuan yang akrab disapa Adra itu, ditemui di Jakarta beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Ini Pentingnya Peran Penenun Perempuan dalam Ekosistem Ulos
Lantaran bahan pewarna alami kebanyakan dari daun kering maupun kayu, sehingga rata-rata kain tenun tidak banyak variasi warna. Adra mengatakan, kebanyakan justru berwarna lebih gelap.
"Seperti earth tone (warna bumi), warna tanah, sulit direplikasi. Jadi kaya warna kusam, enggak ada warna terang. Pewarnaan ini ada yang dari daun, ada yang dari kayu," ucapnya.
Dalam proses pembuatannya, kain tenun dengan pewarna alami lebih membutuhkan waktu. Menurut Adra, proses menenun sendiri biasanya hanya membutuhkan waktu sekitar 2-3 bulan. Sedangkan untuk membuat cairan pewarnanya itu bisa lebih sampai enam bulan.
"Prosesnya lama. Jadi petikin indigonya, jadi pewarna alam. Atau dari kayu-kayu lalu diubah jadi bubuk. Kalau tenun sendiri paling tidak membutuhkan waktu 2 sampai 3 bulan. Tapi pembuatan warna alami itu yang paling lama," ujarnya.
Baik kain tenun dengan pewarna alami maupun menggunaan zat kimia, Adra mengingatkan agar jangan mencucinya dengan detergen dan tidak perlu disetrika. Sama seperti batik, perawatan kain tenun sebenarnya cukup dengan mencuci pakai lerak.
Baca Juga: Sandiaga Uno Pesan 120 Tenun Ikat di Bali untuk Hadiah Pada Perhelatan G20
"Harus pakai lerak agar warnanya gak luntur," ucapnya.
baca juga
-
>
Pelestarian Kain Tenun Tradisional Perlu Dibarengi Edukasi Konsumen
-
>
Alasan Penting Generasi Muda Perlu Belajar Tenun Kain Tradisional
-
>
Ini Tantangan UMKM Asal NTT dalam Pasarkan Kain Tenun Tradisional
Komentar
Berita Terkait
-
Petugas Temukan Produk Makanan Mengandung Pewarna Tekstil dan Pestisida di Pasar Legi Solo
-
Bisa Terlihat Secara Kasat Mata, Ini Cara Gampang Bedakan Kain Tenun dengan Pewarna Alami VS Pewarna Kimia
-
Hemat dan Ramah Lingkungan, Ini Cara Masyarakat NTT Mencuci Kain Tenun dengan Daun Kayu Putih
terpopuler
-
Kondektur Bus Kaget Lihat Penumpang Bersimbah Darah, Ternyata Alat Kelamin Dipotong
-
Jalan Ditutup untuk Hajatan, Perempuan Ini Tetap Lewat Sambil Dorong Motor Lindas Karpet, Netizen: Gak Sopan Banget
-
Potret Petugas SPBU saat Isi Bensin Honda Vario Jadi Sorotan, Sosok di Kantong Dadanya Bikin Publik Salfok
-
Pria Tertangkap Kamera Selipkan Senjata Api Dalam Celana saat Salat di Masjid, Publik Cemaskan Hal ini
-
Suami Maudy Ayunda Atheis, Jesse Choi Baru Mualaf 2 Bulan Lalu