Lifestyle / Male
Minggu, 07 September 2025 | 12:36 WIB
Pemilik PT Gudang Garam Tbk (GGRM), Susilo Wonowidjojo. (Dok. Gudang Garam)
Baca 10 detik
  • Bos PT Gudang Garam Tbk, Susilo Wonowidjojo, jadi sorotan di tengah isu PHK massal.
  • Kekayaan Susilo Wonowidjojo yang mencapai miliaran dolar AS berasal dari bisnis rokok
  • Susilo Wonowidjojo beri jawaban mendalam soal kebiasaan merokok.
[batas-kesimpulan]

Suara.com - Di tengah isu PHK massal PT Gudang Garam Tbk, nama Susilo Wonowidjojo sering menjadi sorotan. Sebagai bos Gudang Garam, Susilo dikenal sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia.

Kekayaan Susilo Wonowidjojo yang mencapai miliaran dolar AS berasal dari bisnis rokok yang diwariskan ayahnya, Surya Wonowidjojo. Namun, di balik kesuksesan bisnisnya yang "berbau" tembakau, muncul pertanyaan menarik yang sering dibahas di kalangan masyarakat: Apakah bos Gudang Garam merokok?

Gudang Garam Susilo Wonowidjojo. [Dok. Istimewa]

Jawaban atas pertanyaan ini tidak hanya mengungkap sisi pribadi sang taipan, tetapi juga mencerminkan sikap bijak terhadap produk yang diproduksinya.

Susilo Wonowidjojo lahir pada 18 November 1956 di Kediri, Jawa Timur, sebagai anak ketiga dari Surya Wonowidjojo, pendiri Gudang Garam.

Ayahnya memulai usaha kecil-kecilan pada 1958 dengan memproduksi rokok kretek di sebuah gudang garam tua, yang kemudian menjadi nama perusahaan tersebut.

Surya, yang awalnya bekerja sebagai buruh pabrik rokok, berhasil membangun Gudang Garam menjadi raksasa industri dengan merek ikonik seperti Surya Slim dan Gudang Garam International.

Pada tahun 2000, Susilo mengambil alih kepemimpinan setelah kakak-kakaknya mundur, dan sejak itu ia berhasil mengembangkan perusahaan menjadi entitas global dengan ekspor ke lebih dari 100 negara.

Di bawah kepemimpinannya, Gudang Garam tidak hanya bertahan dari tekanan regulasi anti-rokok, tetapi juga mendiversifikasi bisnis ke sektor non-tembakau seperti properti, perbankan, dan energi.

Kini, Gudang Garam mempekerjakan lebih dari 30.000 karyawan dan berkontribusi signifikan terhadap perekonomian Indonesia melalui cukai rokok yang mencapai triliunan rupiah setiap tahun.

Baca Juga: Kerja di Gudang Garam Gajinya Berapa? Heboh Isu PHK Massal

Namun, ironisnya, Susilo Wonowidjojo diketahui tidak merokok sama sekali. Kabar ini pertama kali menjadi viral melalui sebuah cerita inspiratif yang beredar luas di media sosial dan situs berita sejak sekitar 2016.

Cerita tersebut mengungkap percakapan antara Susilo dan seorang pegawai pabrik rokok. Saat istirahat, pegawai tersebut bertanya dengan heran, "Bapak, kenapa kok Bapak tidak merokok? Kan Bapak pemilik Gudang Garam."

Jawaban Susilo sederhana namun mendalam: "Itu di bungkus rokok kan ada tulisannya: Merokok dapat menyebabkan kanker, penyakit jantung, impotensi, gangguan kehamilan, dan janin. Saya baca dan percaya."

Cerita ini bukan sekadar anekdot. Ia mencerminkan sikap rasional Susilo terhadap produk yang menjadi sumber kekayaannya.

Meskipun Gudang Garam memproduksi miliaran batang rokok setiap tahun, Susilo memilih untuk tidak ikut serta dalam kebiasaan yang ia tahu berbahaya. Hal ini sejalan dengan tren di kalangan pengusaha rokok lain di Indonesia.

Misalnya, Robert Budi Hartono dari Djarum dan direktur PT HM Sampoerna juga diketahui tidak merokok, dengan alasan serupa: kesadaran akan risiko kesehatan yang tercantum di kemasan.

Susilo, yang kini berusia 68 tahun, tampaknya menerapkan prinsip "baca dan percaya" ini sejak lama, mungkin dipengaruhi oleh pengalaman ayahnya yang juga dikenal sebagai pekerja keras di industri tembakau.

Keputusan Susilo untuk tidak merokok juga bisa dilihat dari perspektif bisnis. Di era di mana kampanye anti-rokok semakin gencar, seperti kenaikan cukai rokok hingga 10% pada 2022 yang menyebabkan penurunan saham Gudang Garam, sikap pribadinya ini menjadi aset moral.

Kekayaan Susilo sempat mencapai US$9,2 miliar pada 2018, tetapi turun menjadi sekitar US$6,6 miliar pada 2022 akibat regulasi tersebut. Meski demikian, ia tidak tinggal diam.

Di bawah kepemimpinannya, Gudang Garam ekspansi ke bisnis non-rokok, seperti melalui anak perusahaan di bidang properti (PT Suryamas Dutamakmur) dan perbankan (Bank Jatim).

Pada 2025, perusahaan ini bahkan terlibat dalam proyek infrastruktur hijau, menunjukkan adaptasi terhadap tren global yang menekan industri tembakau.

Industri rokok di Indonesia memang kontroversial. Dengan 57 juta perokok aktif—terutama pria dewasa—rokok kretek seperti produk Gudang Garam mendominasi 95% pasar nasional.

Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan kerugian ekonomi akibat merokok mencapai empat kali lipat dari pendapatan cukai. Susilo, sebagai pemimpin, sering kali menjadi target kritik karena dianggap "menjual kematian dalam kemasan".

Namun, fakta bahwa ia sendiri tidak merokok meredam sebagian tuduhan tersebut. Ia pernah menyatakan dalam wawancara bahwa peringatan kesehatan di bungkus rokok sudah cukup untuk mengedukasi konsumen, dan perusahaan patuh pada regulasi pemerintah.

Lebih jauh, kisah Susilo mengajarkan pelajaran tentang integritas dalam bisnis. Meskipun rokok adalah "killer commodity" yang menyebabkan jutaan kematian prematur setiap tahun, pemimpinnya memilih untuk tidak menjadi korban.

Ini kontras dengan citra umum taipan rokok yang glamor tapi berisiko. Di usia senja, Susilo tetap aktif memimpin Gudang Garam, yang kini bernilai pasar lebih dari Rp100 triliun.

Baru-baru ini, pada September 2025, Gudang Garam diterpa isu PHK ribuan buruh rokok. Mengenai itu, Susilo Wonowidjojo menegaskan komitmennya terhadap karyawan melalui program diversifikasi.

Load More