Lifestyle / Komunitas
Rabu, 10 September 2025 | 20:00 WIB
Yudo achilles sadewa, anak Purbaya Yudhi Sadewa. [Akun pribadi]
Baca 10 detik
  • Menurut Yudo Sadewa, ada empat ciri orang miskin.
  • Salah satunya adalah orang tersebut memiliki mental pengemis.
  • Kira-kira, apa itu mental pengemis seperti yang disebutkan oleh Yudo Sadewa?
[batas-kesimpulan]

Suara.com - Video Yudo Achilles Sadewa membahas ciri-ciri orang miskin tengah viral di media sosial. Anak Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, itu menyebutkan setidaknya ada empat ciri orang miskin menurutnya.

Salah satu ciri orang miskin menurut Yudo Sadewa adalah memiliki mental pengemis. Ia menganggap bahwa mentalitas ini sudah mendarah daging dan menjadi penghalang utama untuk keluar dari jerat kemiskinan.

"(Ciri orang miskin) Yang terakhir, yang paling susah dibasmi adalah mental ngemis," kata Yudo Sadewa dalam videonya yang viral, dilansir pada Selasa (10/9/2025).

Pernyataan Yudo sontak menjadi perbincangan di kalangan netizen media sosial. Tidak sedikit yang menilai bahwa Yudo tidak memiliki kepekaan sosial karena sikap tersebut.

Di sisi lain, ada juga netizen yang tertarik dengan beragam istilah yang digunakan oleh Yudo dalam membahas ciri orang miskin, termasuk mental pengemis.

Lalu, apa sebenarnya mental pengemis seperti yang disebutkan oleh Yudo? Dan, bagaimana ciri-ciri mental pengemis?

Mengenal Apa Itu Mental Pengemis

Istilah mental pengemis biasanya dipakai untuk menggambarkan pola pikir atau sikap seseorang yang selalu merasa kekurangan dan cenderung bergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya.

Merangkum berbagai sumber, beberapa tanda yang kerap melekat pada orang dengan mental semacam ini antara lain:

1. Ingin Serba Gratis

Baca Juga: Heboh! Anak Menteri Keuangan Minta Maaf Tuduhan Agen CIA ke Sri Mulyani: Hanya Bercanda?

Mereka cenderung mencari keuntungan tanpa mau mengeluarkan biaya. Barang atau jasa diminta cuma-cuma, bahkan dari orang terdekat, seolah-olah wajar saja mengandalkan orang lain tanpa imbalan.

2. Menganggap Dirinya Paling Sulit

Orang dengan mental ini sering merasa hidupnya jauh lebih berat dibanding orang lain. Mereka gemar membandingkan nasibnya dan merasa berhak atas simpati maupun bantuan karena dianggap paling menderita.

3. Suka Dikasihani

Alih-alih merasa malu, mereka justru menikmati perhatian dan rasa iba dari orang lain. Kondisi ini membuat mereka lebih senang berada pada posisi penerima bantuan daripada berusaha mandiri.

4. Ketergantungan pada Orang Lain

Daripada bekerja keras memperbaiki kondisi, mereka lebih memilih bersandar pada bantuan pihak lain. Upaya untuk mengubah keadaan sering kali diabaikan karena sudah terbiasa mengandalkan orang di sekitarnya.

5. Hobi Meminta-Minta

Ciri yang paling kentara adalah kebiasaan meminta, baik uang, barang, maupun jasa, tanpa rasa sungkan atau bersalah, meski orang yang dimintai tidak selalu berada dalam kondisi mampu.

Yudo Sadewa menilai mental seperti ini menjadi penyebab kemiskinan.

Namun jika menilik ulasan lain, sejumlah pakar menegaskan bahwa kemiskinan di Indonesia sudah masuk kategori struktural, dipengaruhi ketidakadilan dalam sistem sosial dan ekonomi yang menyebabkan kesenjangan akses terhadap sumber daya.

Faktor inilah yang dinilai membuat kemiskinan sulit terputus dari satu generasi ke generasi berikutnya. Jadi bukan sekadar karena mentalitas per individu.

Berdasarkan data Bank Dunia, dengan garis kemiskinan ekstrem internasional terbaru pada 2024, sebanyak 5,4 persen penduduk Indonesia masuk kategori miskin.

Sementara itu, 19,9 persen termasuk miskin menurut standar negara berpendapatan menengah bawah (LMIC), dan 68,3 persen dikategorikan miskin jika menggunakan standar negara berpendapatan menengah atas (UMIC).

Meski demikian, garis kemiskinan nasional masih dianggap paling tepat untuk menjadi acuan kebijakan di Indonesia.

Per September 2024, tingkat kemiskinan nasional tercatat 8,57 persen, dengan penetapan garis kemiskinan di level provinsi, baik untuk wilayah perkotaan maupun pedesaan.

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak negara telah menaikkan standar garis kemiskinan nasional mereka. Kenaikan ini, ditambah dengan perubahan biaya hidup global, membuat standar kemiskinan internasional ikut disesuaikan.

Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni

Load More