- Koperasi Merah Putih bertransformasi menjadi program unggulan pemerintah Indonesia tahun 2025.
- Fungsinya untuk memperkuat ekonomi rakyat di tingkat desa dan kelurahan.
- Masyarakat disarankan berkonsultasi dengan lembaga fatwa terpercaya seperti MUI sebelum bergabung.
Suara.com - Koperasi Merah Putih bertransformasi menjadi salah satu program unggulan pemerintah Indonesia tahun 2025. Fungsinya untuk memperkuat ekonomi dengan membentuk 80.000 koperasi di tingkat desa dan kelurahan.
Namun di tengah antusiasme atas kehadiran koperasi ini, muncul pertanyaan krusial dari perspektif Islam, yaitu apakah Koperasi Merah Putih melibatkan riba? Dan seperti apa hukumnya menurut Islam?
Koperasi Merah Putih Apakah Riba?
Untuk memahami isu ini, kita perlu mengingat definisi riba dalam Islam.
Riba berasal dari kata Arab "raba" yang artinya bertambah. Dengan kata lain, riba adalah praktik pengambilan keuntungan berlebih dari pinjaman uang atau barang sejenis tanpa imbalan yang setara, seperti bunga.
Al-Qur'an secara tegas mengharamkan riba. Hal ini tertuang dalam Surah Al-Baqarah ayat 275:
"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."
Rasulullah SAW juga menyatakan dalam hadis bahwa riba adalah salah satu dosa besar yang mendekati syirik.
Riba tidak hanya merugikan secara ekonomi, tapi juga menimbulkan ketidakadilan sosial, karena membebani peminjam dengan beban tambahan yang bisa menjerumuskan ke kemiskinan.
Baca Juga: Gaji Menggiurkan, Berapa Lama Kontrak PMO Koperasi Merah Putih?
Koperasi Merah Putih, khususnya unit simpan pinjamnya, menjadi sorotan utama. Secara umum, koperasi simpan pinjam konvensional sering kali menerapkan sistem bunga tetap pada pinjaman, yang jelas-jelas riba.
Kritik dari kalangan aktivis Islam, seperti yang disuarakan dalam diskusi publik, menyatakan bahwa Koperasi Merah Putih berpotensi haram karena pinjamannya bersifat ribawi.
Mereka berargumen bahwa keuntungan koperasi berasal dari jumlah kredit yang diambil anggota ditambah bunga dan biaya administrasi, yang bertentangan dengan prinsip syirkah (kemitraan) dalam Islam.
Menurut Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam bukunya Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam, koperasi seperti ini invalid karena akadnya tidak memenuhi syarat syariah.
Contohnya tidak ada pengelola modal yang jelas sejak awal, dan bagi hasilnya berdasarkan volume penjualan atau pinjaman berbunga, bukan pada modal atau kerja.
Hal ini dianggap sebagai badan usaha batil yang justru memperburuk masalah petani dan masyarakat miskin yang sudah terjerat utang.
Di sisi lain, ada pandangan yang mendukung Koperasi Merah Putih sebagai model ekonomi halal.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) secara tegas mendukung program ini karena dianggap menghindari jebakan riba, gharar (ketidakpastian), dan maysir (judi).
Menurut PKS, koperasi ini berprinsip pada keadilan, kesetaraan, dan tolong-menolong, yang selaras dengan ekonomi Islam.
Jika dioperasikan secara syariah, seperti menambahkan label "Syariah" pada namanya, maka pinjaman bisa menggunakan akad mudharabah (bagi hasil), murabahah (jual beli dengan margin transparan), atau ijarah (sewa), tanpa bunga tetap.
Prinsip ini tidak hanya menjauhi riba, tapi juga membangun kebersamaan dan keadilan distributif, sebagaimana diajarkan dalam Islam untuk mewujudkan falah (kesejahteraan).
Selain itu, manfaatnya seperti stabilisasi harga barang pokok dan peningkatan pendapatan petani bisa menjadi sarana umat untuk beramal shaleh, asal dikelola dengan niat ikhlas.
Hukum Koperasi Merah Putih menurut Islam tergantung pada implementasinya. Jika melibatkan bunga atau unsur riba, maka haram dan harus dihindari.
Namun, jika berbasis syariah penuh, maka halal dan bahkan dianjurkan sebagai bentuk muamalah yang adil.
Ulama seperti Prof. Dr. KH Ahmad Thaariq mengingatkan bahwa koperasi simpan pinjam bebas riba bisa menjadi solusi, tapi harus diawasi ketat.
Masyarakat disarankan berkonsultasi dengan lembaga fatwa terpercaya seperti MUI sebelum bergabung.
Pada akhirnya, program Koperasi Merah Putih bisa menjadi jalan menuju ekonomi umat yang berkah jika selaras dengan syariat, bukan sebaliknya menjerumuskan ke dosa.
Berita Terkait
Terpopuler
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
- Ditunjuk Jadi Ahli, Roy Suryo Siapkan Data Akun Fufufafa Dukung Pemakzulan Gibran
Pilihan
-
Belajar dari Cinta Kuya: 5 Cara Atasi Anxiety Attack Saat Dunia Terasa Runtuh
-
Kritik Menkeu Purbaya: Bank Untung Gede Dengan Kasih Kredit di Tempat yang Aman
-
PSSI Diam-diam Kirim Tim ke Arab Saudi: Cegah Trik Licik Jelang Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
-
Pemain Eropa Telat Gabung, Persiapan Timnas Indonesia Terancam Kacau Jelang Hadapi Arab Saudi
-
STY Sudah Peringati Kluivert, Timnas Indonesia Bisa 'Dihukum' Arab Saudi karena Ini
Terkini
-
Kabur dari Jakarta: Mengapa Kota Mandiri di Pinggiran Kini Jadi Rebutan Kaum Urban?
-
3 Rekomendasi Masker Rambut Andalan agar Lebih Sehat: dari Tipis Jadi Tebal!
-
Solidaritas Pasca-Banjir Bali, Merek Lokal Ini Ulurkan Bantuan untuk Ringankan Duka Warga
-
Peran Ahmad Assegaf Suami Tasya Farasya di MOP Beauty, Duduki Jabatan Vital
-
Cara Membersihkan Baju Putih Kelunturan, Modal Bahan Sederhana di Rumah
-
5 Rekomendasi Krim Malam Terbaik Mengandung Niacinamide, Bangun Tidur Kulit Lebih Cerah!
-
Lifestyle Terpopuler: Alasan Tasya Farasya Cerai, Skill Bahasa Inggris Menteri Pariwisata Digunjing
-
Prompt Gemini AI untuk Edit Foto Masa Kecil dengan Sekarang, Hasil Natural Bikin Mewek
-
Beda Kekayaan Widiyanti Putri Wardhana dan Ni Luh Puspa, Menteri vs Wakil Menteri Pariwisata
-
Tolak Penawaran Jadi Menpora, Begini Rekam Jejak Karir Raffi Ahmad Sedari Muda