Suara.com - Belakangan ini, istilah performative male ramai diperbincangkan di dunia maya. Namun, apakah kamu tahu bahwa konsep serupa juga ada pada perempuan? Ya, istilah tersebut dikenal sebagai performative femininity atau kadang disebut performative female. Lalu, apa sebenarnya makna dari istilah ini?
Seperti yang diketahui, istilah performative male menggambarkan laki-laki yang berpura-pura melakukan atau menyukai sesuatu demi terlihat menarik di mata lawan jenis.
Sementara itu, performative femininity merujuk pada perilaku feminin yang dilakukan secara sadar atau berlebihan, bukan karena keinginan pribadi, melainkan untuk memenuhi standar sosial atau menarik perhatian orang lain.
Misalnya, ketika seorang perempuan selalu menampilkan senyum manis, berbicara lembut, atau berpakaian tertentu hanya karena ingin dianggap feminin oleh lingkungan sekitar. Dalam konteks ini, feminitas menjadi sesuatu yang “dipentaskan”, bukan bagian dari diri yang tulus.
Konsep performative sendiri sebenarnya sudah lama dibahas. Filsuf asal Inggris, J.L. Austin, pada era 1950-an memperkenalkan gagasan performatif dalam teori tindak tutur. Menurut Austin, ada ucapan yang tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga sekaligus menciptakan aksi.
Contoh paling jelas adalah janji pernikahan. Saat seseorang mengucapkan janji setia, kata-kata itu bukan sekadar ungkapan, melainkan tindakan nyata yang mengikat seumur hidup. Dari pemikiran inilah, istilah performatif berkembang ke berbagai ranah, termasuk soal gender.
Kaitan Performative Female dengan Gender Menurut Judith Butler
Tokoh feminis sekaligus filsuf, Judith Butler, melalui bukunya Gender Trouble (1988), menjelaskan bahwa gender tidak bersifat bawaan biologis.
Identitas gender terbentuk melalui tindakan, gaya, dan perilaku yang terus diulang sesuai norma sosial. Butler menekankan bahwa gender bersifat performatif. Artinya, identitas gender tercipta melalui kebiasaan sehari-hari yang seolah-olah alami, padahal sebenarnya hasil konstruksi sosial.
Baca Juga: Hadapi 'Gender Trap', Menteri PPPA Desak Polwan Diberi Peran Lebih di Posisi Strategis
Dalam kerangka ini, performative femininity bisa dipahami sebagai ekspresi feminitas yang lahir karena ekspektasi sosial. Ketika seorang perempuan merasa harus selalu tampil lembut, peduli, atau cantik agar diterima, maka ia sedang terjebak dalam performativitas gender.
Fenomena performative female tidak jauh berbeda dengan performative male. Misalnya, tren soft boy yang belakangan populer di media sosial. Banyak laki-laki tiba-tiba tampil dengan gaya yang dianggap peka seperti gemar membaca buku feminis, minum matcha latte, atau mengoleksi boneka Labubu, semata-mata agar terlihat menarik di mata perempuan.
Jadi, baik laki-laki maupun perempuan bisa sama-sama menampilkan sesuatu yang performatif ketika tujuannya lebih pada pencitraan ketimbang ekspresi diri yang asli.
Tekanan Sosial di Balik Performative Femininity
Tidak semua ekspresi feminin bersifat performatif. Ada perempuan yang memang senang menggunakan riasan, mengenakan rok, atau berbicara lembut karena itu bagian dari dirinya. Namun, ketika perilaku tersebut muncul dari tekanan sosial, hal ini dapat menimbulkan masalah.
Banyak perempuan merasa wajib tampil sempurna seperti cantik, ramah, dan lembut. Di satu sisi, tuntutan ini bisa menurunkan kepercayaan diri karena standar sosial sering kali tidak realistis. Di sisi lain, tekanan semacam ini juga bisa berdampak pada dunia kerja.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- 7 Sepatu Adidas Diskon hingga 60% di Sneakers Dept, Cocok Buat Tahun Baru
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Kencang bak Ninja, Harga Rasa Vario: Segini Harga dan Konsumsi BBM Yamaha MT-25 Bekas
Pilihan
-
Dasco Tegaskan Satgas DPR RI Akan Berkantor di Aceh untuk Percepat Pemulihan Pascabencana
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
-
Aksi Adik Kandung Prabowo yang Makin Mencengkeram Bisnis Telekomunikasi
Terkini
-
Jadwal dan Cara Dapat Beasiswa S2-S3 Irlandia 2026 dengan Tunjangan Rp 197 Juta
-
Apakah Sunscreen Hybrid Cocok untuk Kulit Berminyak? Intip 4 Rekomendasi Produknya
-
7 Rekomendasi Sepatu Mary Jane Buat Traveling yang Tidak Bikin Kaki Sakit
-
4 Zodiak Paling Beruntung pada 30 Desember 2025, Rezeki Mengalir Jelang Tahun Baru
-
5 Parfum Miniso Wangi Tahan Lama untuk Party Tahun Baru 2026
-
5 Lem Sepatu Kuat Mulai Rp 3 Ribuan: Terbaik untuk Sneakers dan Bahan Kulit
-
Belajar Nyaman untuk Semua Siswa: Cara Sederhana yang Bisa Dipakai Besok
-
5 Sepatu Lokal Hitam untuk Anak SMP yang Awet Harga Rp100 Ribuan
-
Kawah Ratu di Taman Nasional: Petualangan Alam di Gunung Halimun Salak
-
Daftar Lengkap Harga Smartwatch Xiaomi Akhir Tahun 2025, Terbaru Ada Watch5