Suara.com - Sore yang terik di Yogyakarta tidak menyurutkan langkah ribuan pengunjung menuju Taman Budaya Yogyakarta (TBY) pada Selasa (23/9/2025). Sejak pukul 16.00 WIB, area di Jalan Sriwedani No.1 sudah dipadati pengunjung yang ingin menikmati suasana Pasar Kangen Jogja 2025.
Kegiatan tahunan ini diadakan dari tanggal 18 hingga 24 September 2025, dengan melibatkan 218 pedagang terpilih dari total 1.136 pendaftar.
Suasana Pasar Kangen sulit digambarkan hanya dengan kata-kata. Dari sore hingga malam hari, telinga pengunjung disuguhi alunan gamelan, pertunjukan tari tradisional, hingga lagu keroncong.
Sementara mata dimanjakan pemandangan lampu teplok dan hiasan bambu yang memperkuat nuansa tempo dulu.
Begitu malam menjelang, aroma sate kere, tiwul, dan kerak telor kian kuat terbawa angin. Asap tipis dari panggangan bercampur wangi bumbu kacang membuat siapa pun tergoda untuk ikut mengantri.
Pengunjung pun berbaur, dari anak-anak, anak muda, hingga orang tua. Ribuan orang dengan antusias datang mengunjungi pasar Kangen untuk mencoba kuliner tradisional sambil mencari barang-barang jadul dan menonton pertunjukan budaya.
Saking padatnya pengunjung, untuk bergerak dari tenant satu ke tenant yang lain memakan waktu yang lama.
Event tahunan ini bukan sekadar bazar, melainkan pesta nostalgia yang selalu dinanti warga Jogja maupun wisatawan.
Acara ini menjadi mesin waktu yang membawa kembali kenangan rasa, suara, dan suasana kota Yogyakarta tempo dulu dengan berbagai jajanan tradisional, barang-barang antik, serta penampilan budaya.
Baca Juga: Es Goyang 'Iki Panggung Sandiwara', Jajanan Jadul Naik Kelas di Pasar Kangen Jogja
Tahun 2025, mereka kembali hadir dengan tema yang sarat makna: “nandur apa sing dipangan, mangan apa sing ditandur” atau dalam bahasa Indonesia berarti “menanam apa yang dimakan, makan apa yang ditanam.”
Tema tersebut bukan sekadar slogan. Tahun ini, Pasar Kangen menekankan pentingnya kedaulatan pangan, keberlanjutan lingkungan, serta gaya hidup selaras dengan alam.
Bagi masyarakat Jogja, Pasar Kangen bukan hanya tempat jajan, melainkan juga ruang nostalgia dan edukasi.
Kuliner Lawas dan Jati Diri Budaya Jogja
Salah saya daya tarik utama dari Pasar Kangen adalah kuliner khas Yogyakarta yang sulit ditemui di luar pasar tradisional.
Dari puluhan tenant yang berjajar, ada tiga kisah penjual yang menegaskan bahwa makanan tradisional bukan hanya soal perut, melainkan juga soal jadi diri kebudayaan dan edukasi pangan.
1. Adrem
Berita Terkait
Terpopuler
- Terpopuler: Geger Data Australia Soal Pendidikan Gibran hingga Lowongan Kerja Freeport
- Sama-sama dari Australia, Apa Perbedaan Ijazah Gibran dengan Anak Dosen IPB?
- 5 Fakta SUV Baru Mitsubishi: Xforce Versi Futuristik, Tenaga di Atas Pajero Sport
- Bawa Bukti, Roy Suryo Sambangi Kemendikdasmen: Ijazah Gibran Tak Sah, Jabatan Wapres Bisa Gugur
- Mahasiswi IPB Jadi Korban Pengeroyokan Brutal Sekuriti PT TPL, Jaket Almamater Hangus Dibakar
Pilihan
-
Danantara Buka Kartu, Calon Direktur Keuangan Garuda dari Singapore Airlines?
-
Jor-joran Bangun Jalan Tol, Buat Operator Buntung: Pendapatan Seret, Pemeliharaan Terancam
-
Kerugian Garuda Indonesia Terbang Tinggi, Bengkak Rp2,42 Triliun
-
Petaka Arsenal! Noni Madueke Absen Dua Bulan Akibat Cedera Lutut
-
Ngamuk dan Aniaya Pemotor, Ini Rekam Jejak Bek PSM Makassar Victor Luiz
Terkini
-
Jadi Pengacara Tasya Farasya, Berapa Tarif Riphat Senikentara?
-
Dijuluki Raja Badai Asia, Apa Dampak Topan Ragasa Hong Kong ke Indonesia?
-
Keracunan Makanan Obatnya Apa? Ini Pertolongan Pertama yang Bisa Dilakukan
-
7 Rekomendasi Sepatu Lari yang Badak, Tahan Lama di Berbagai Medan
-
Apa Itu Bintang Jasa Utama? Penghargaan dari Presiden Prabowo untuk Bill Gates
-
10 Sepatu Lari Lokal Terbaik 2025: Ringan, Nyaman Dipakai, dan Tahan Banting
-
Siapa Suami Nadya Almira? Eks Artis FTV Hijrah, Kasus 13 Tahun Lalu Kembali Disorot
-
5 Rekomendasi Skincare Pria Terbaik untuk Atasi Flek Hitam, Wajah Auto Bersih!
-
5 Parfum Wanita Terbaik, Wangi Tahan Berjam-jam Mulai Rp60 Ribuan
-
Sumber Penghasilan Tasya Farasya, Cuma Tuntut Nafkah Rp100 Perak dari Ahmad Assegaf