Suara.com - Koalisi Gerakan Melawan Lupa hari ini, Rabu (25/4/2014), menggugat keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) meloloskan mantan Danjen Kopasus Prabowo Subianto sebagai calon presiden untuk bertarung dalam Pilpres 2014 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Direktur SETARA Institute Hendard mengungkapkan sejumlah alasan yang dijadikan dasar gugatan dan sejumlah fakta hukum yang menyebutkan Prabowo bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat pada tahun 1997-1998.
Yaitu, berdasarkan dokumen hukum yang dikeluarkan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) ABRI, yang memberhentikan Prabowo Subianto dari dinas militer.
Alasan lainnya yakni laporan tim gabungan pencari fakta (TGPF) Perisitwa Mei 1998, serta hasil penyelidikan Komnas HAM atas peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998 dan penyelidikan tim ad-hoc kerusuhan Mei 1998.
Dari hasil TPGF dan Komnas Ham menyebutkan Prabowo patut diduga bertanggungjawab atas kapasitasnya sebagai pimpinan militer saat peristiwa penculikan terjadi.
Dasar pelaporan ini adalah karena KPU sebagai penyelenggara Pemilu diberikan kewenangan melalui UU nomor 15/2011 tentang penyelenggaraan Pemilu, dan UU nomor 42/2008 tentang Pilpres dan Pilwapres, untuk menjamin partisipasi rakyat seluas-luasnya dalam Pilpres.
Kemudian, sambungnya, dalam pasal 31 Peraturan KPU nomor 15/2014 juga disebutkan mengenai masyarakat bahwa masyarakat dapat memberikan tanggapan terhadap pengusulan bakal pasangan calon yang diajukan partai politik atau gabungan partai politik.
Dalam hal ini, Koalisi Gerakan Melawan Lupa, juga sudah memberikan masukan secara langsung, lisan dan tertulis kepada KPU pada 14 Maret 2014 dan 2 Juni untuk tidak meloloskan capres yang memiliki rekam jejak buruk dalam peristiwa pelanggaran HAM Berat.
"KPU pun tidak pernah melakukan upaya klarifikasi atau verifikasi kepada lembaga terkait, seperti Komnas HAM, Mabes TNI dan pemerintah, serta lembaga terkait, sehingga yang bersangkutan (Prabowo) diloloskan menjadi capres," tutur Hendardi.
Karena itu, dia berharap, PTUN mengabulkan gugatan ini, kemudian menyatakan surat KPU nomor 453/Kpts/KPU/2014 bertentangan dengan peraturan yang berlaku, dan mencabut surat keputusan tersebut.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Dengarkan Keluhan Warga Soal Air Bersih di Wilayah Longsor, Bobby Nasution Akan Bangunkan Sumur Bor
-
Di Balik OTT Bupati Bekasi: Terkuak Peran Sentral Sang Ayah, HM Kunang Palak Proyek Atas Nama Anak
-
Warga Bener Meriah di Aceh Alami Trauma Hujan Pascabanjir Bandang
-
Mutasi Polri: Jenderal Polwan Jadi Wakapolda, 34 Srikandi Lain Pimpin Direktorat dan Polres
-
Tinjau Lokasi Bencana Aceh, Ketum PBNU Gus Yahya Puji Kinerja Pemerintah
-
Risma Apresiasi Sopir Ambulans dan Relawan Bencana: Bekerja Tanpa Libur, Tanpa Pamrih
-
Aktivitas Tambang Emas Ilegal di Gunung Guruh Bogor Kian Masif, Isu Dugaan Beking Aparat Mencuat
-
Sidang Ditunda! Nadiem Makarim Sakit Usai Operasi, Kuasa Hukum Bantah Tegas Dakwaan Cuan Rp809 M
-
Hujan Deras, Luapan Kali Krukut Rendam Jalan di Cilandak Barat
-
Pensiunan Guru di Sumbar Tewas Bersimbah Darah Usai Salat Subuh