Suara.com - Baru saja Tati Hardianti, hakim tunggal sidang peraperadilan yang diajukan tersangka Suryadharma Ali, mengetuk palu. Ia memutuskan untuk menolak seluruh permohonan Suryadharma untuk mencabut status tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan dana haji di Kementerian Agama Tahun 2010 hingga 2013.
"Menolak eksepsi pemohon (Suryadharma) untuk seluruhnya dan membebankan kepada pemohon untuk membayar biaya pokok perkara sebesar nihil," kata Tati. Sidang berlangsung sekitar empat puluh menit.
Keputusan ini berarti menganggap proses penetapan status tersangka terhadap Suryadharma oleh KPK dibenarkan.
Menurut pertimbangan hakim, penetapan tersangka yang menjadi materi permohonan, tidak menjadi kewenangan lembaga praperadilan untuk memutuskan. Hal ini berdasarkan Pasal 1 angka 10 KUHAP jo Pasal 77 KUHAP jo Pasal 82 ayat 1 yang mengatur kewenangan praperadilan yang bersifat limitatif.
Hakim juga berpendapat penetapan status tersangka tidak atau bukan upaya paksa, melainkan hanya berupa tahap administrasi awal menuju proses hukum selanjutnya, yakni penangkapan atau penahanan.
Pendapat hakim ini didukung oleh pendapat saksi ahli yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi yang mengatakan tindakan yang dikategorikan upaya paksa sudah jelas disebutkan dalam KUHAP.
Selain itu, hakim juga mengesampingkan putusan praperadilan Sarpin dalam perkara Komjen Budi Gunawan yang sebelumya diajukan Suryadharma.
Dari beberapa pertimbangan itu, Hakim Tati lantas memutuskan menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan SDA.
Sebelumnya, Suryadharma mengajukan permohonan praperadilan ke pengadilan karena ingin mencari keadilan. Ia menilai tindakan penyidik dan pimpinan KPK menetapkannya menjadi tersangka, sewenang-wenang. Ia menilai penyidik belum memiliki bukti yang kuat untuk menetapkannya menjadi tersangka.
Suryadharma diduga menyalahgunakan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara. Ia diduga memanfaatkan dana setoran awal haji untuk membiayai pejabat Kementerian Agama dan keluarganya untuk pergi naik haji.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
Siswa 13 Tahun Tewas di Sekolah Internasional Gading Serpong, Diduga Jatuh dari Lantai 8
-
Soeharto, Gus Dur dan Marsinah Penuhi Syarat Terima Gelar Pahlawan, Ini Penjelasan Fadli Zon
-
Jejak Digital Budi Arie Kejam: Dulu Projo Pro Jokowi, Kini Ngeles Demi Gabung Prabowo
-
Bau Busuk RDF Rorotan Bikin Geram! Ribuan Warga Ancam Demo Balai Kota, Gubernur Turun Tangan?
-
Terbukti Langgar Etik, MKD DPR Nonaktifkan Nafa Urbach, Eko Patrio, dan Ahmad Sahroni Tanpa Gaji
-
Angka Pengangguran di Jakarta Tembus 330 Ribu Orang, BPS Klaim Menurun, Benarkah?
-
Sebut Usulan Gelar Pahlawan Absurd, Koalisi Sipil: Soeharto Simbol Kebengisan Rezim Orba
-
Cegah Penyalahgunaan, MKD Pangkas Titik Anggaran Reses Anggota DPR Menjadi 22
-
Sanjungan PSI Usai Prabowo Putuskan Siap Bayar Utang Whoosh: Cerminan Sikap Negarawan Jernih
-
Rumah Dijarah, MKD Pertimbangkan Keringanan Hukuman untuk Sahroni, Eko Patrio, dan Uya Kuya