Suara.com - Wakil Presiden RI Jusuf Kalla secara tidak langsung membenarkan, kalau saat menjabat sebagai Wakil Presiden RI era pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan rapat penyelamatan PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (PT TPPI) yang saat itu mengalami kesulitan keuangan.
"Justru itu, kalau tidak buruk maka tidak akan dibantu. Makanya dia buruk, perlu dikasih kerjaan (penjualan kondensat). Jadi ya kita bikin rapat itu," kata JK saat ditemui dalam acara Green Infrastructure Summit Indonesia 2015 di Hotel Fairmount, Jakarta Selatan, Senin (9/6/2015).
Kendati demikian, JK menolak jika dirinya kut disalahkan terkait kebijakan terhadap TPPI untuk menjual kondesat tersebut.
Pasalnya, kebijakan yang diambil pemerintah merupakan kebijakan yang benar. Sebaliknya JK malam menyalahkan pihak TPPI yang tidak membayar atas kondensat yang diberikan BP Migas.
"Ini ngga salah. Salahnya bukan yang memberi kerjaannya, tapi uangnya tidak dibayar (untuk pembayaran kondendat)," tegas JK.
Sebelumnya, mantan Menteri Keuangan Sri Milyani Indrawati usai menjalani pemeriksaan 12 di kantor Kementerian Keuangan tadi malam mengatakan bahwa, JK yang memimpin rapat soal penyelamatan PT TPPI, pada 21 Mei 2008. Sri mengaku pada saat rapat itu digelat dirinya tak hadir dalam rapat tersebut.
Menurut Sri, dalam rapat tersebut JK membahas bagaimana cara menyelamatkanTPPI dengan meminta Pertamina memberikan kondensat pada perusahaan tersebut.
“Saat rapat itu saya tak hadir. Disana rapat dipimpin langsung oleh pak JK yang saat itu menjabat sebagai wakil presiden,” kata Sri saat konferensi pers di Kementerian Keuangan, Senin malam (8/6/2015).
Kasus ini bermula dari penunjukan langsung BP Migas terhadap TPPI pada Oktober 2008 terkait penjualan kondensat untuk 2009-2010, sedangkan perjanjian kontrak kerja sama kedua lembaga tersebut dilakukan pada Maret 2009.
Penunjukan langsung ini menyalahi peraturan BP Migas Nomor KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.
Kasus dugaan korupsi ini diduga merugikan negara hingga Rp2 triliun.
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Terbongkar! Bisnis Pakaian Bekas Ilegal Rp669 M di Bali Libatkan Warga Korsel, Ada Bakteri Bahaya
-
Mendagri Tegaskan Peran Komite Eksekutif Otsus Papua: Sinkronisasi Program Pusat dan Daerah
-
Prabowo ke Menteri: Tenang Saja Kalau Dimaki Rakyat, Itu Risiko Pohon Tinggi Kena Angin
-
Bahlil Lapor ke Prabowo Soal Energi Pasca-Bencana: Insyaallah Aman Bapak
-
Manuver Kapolri, Aturan Jabatan Sipil Polisi akan Dimasukkan ke Revisi UU Polri
-
KPK Geledah Rumah Plt Gubernur Riau, Uang Tunai dan Dolar Disita
-
Bersama Kemendes, BNPT Sebut Pencegahan Terorisme Tidak Bisa Dilaksanakan Melalui Aktor Tunggal
-
Bareskrim Bongkar Kasus Impor Ilegal Pakaian Bekas, Total Transaksi Tembus Rp668 Miliar
-
Kasus DJKA: KPK Tahan PPK BTP Medan Muhammad Chusnul, Diduga Terima Duit Rp12 Miliar
-
Pemerintah Aceh Kirim Surat ke PBB Minta Bantuan, Begini Respons Mendagri