Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menghadiri rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (6/4) [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Baca 10 detik
Aturan yang ingin menghidupkan kembali pasal-pasal penghinaan terhadap Presiden terus menjadi perdebatan di kalangan masyarakat. Ada yang mendukung, ada yang menolak karena pasal itu dinilai langkah mundur demokrasi Indonesia.
Saat ini pemerintah mengajukan 786 Pasal dalam RUU KUHP ke DPR untuk disetujui menjadi UU KUHP, di antaranya tentang pasal penghinaan Presiden.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamongan Laoly menegaskan bahwa pasal tersebut masih sangat jauh dari pembahasan.
"Ini pasal penghinaan ini janganlah bergulir di media seolah-olah itu sudah berlaku. Pasal itu belum disahkan, dan itu masih jauh dari pembahasan," kata Yasonna di gedung Kemenkumham, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (10/8/2015).
Tapi, menurut Yasonna, masyarakat tetap harus menghormati Kepala Negara.
"Presiden dikritik jabatannya tidak apa, tapi kalau sudah ke pribadi, itu tidak bisa. Misalnya, kalau anda mengatakan Laoly penipu, tukang kawin, punya anak tak sah, hati-hati sama saya, saya kejar sampai ke liang lahat sudah. Ini fitnah yang tidak beralasan," kata dia. Maka hal tersebut layak dipidanakan.
Yasonna menambahkan wacana menghidupkan pasal penghinaan Presiden bukan kali ini saja terjadi. Wacana itu juga pernah muncul ketika Susilo Bambang Yudhoyono menjabat Presiden, namun ketika itu tidak sempat dibahas.
"Ini pasal sudah ada sebelumnya pada pemerintahan yang lalu. Ini belum sempat dibahas tapi sudah ada sejak dulu, belum sempat dibahas. Jadi, jangan ada kesan seolah-olah ini pemerintah mengajukan kembali pasal itu agar hidup," kata dia.
Saat ini pemerintah mengajukan 786 Pasal dalam RUU KUHP ke DPR untuk disetujui menjadi UU KUHP, di antaranya tentang pasal penghinaan Presiden.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamongan Laoly menegaskan bahwa pasal tersebut masih sangat jauh dari pembahasan.
"Ini pasal penghinaan ini janganlah bergulir di media seolah-olah itu sudah berlaku. Pasal itu belum disahkan, dan itu masih jauh dari pembahasan," kata Yasonna di gedung Kemenkumham, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (10/8/2015).
Tapi, menurut Yasonna, masyarakat tetap harus menghormati Kepala Negara.
"Presiden dikritik jabatannya tidak apa, tapi kalau sudah ke pribadi, itu tidak bisa. Misalnya, kalau anda mengatakan Laoly penipu, tukang kawin, punya anak tak sah, hati-hati sama saya, saya kejar sampai ke liang lahat sudah. Ini fitnah yang tidak beralasan," kata dia. Maka hal tersebut layak dipidanakan.
Yasonna menambahkan wacana menghidupkan pasal penghinaan Presiden bukan kali ini saja terjadi. Wacana itu juga pernah muncul ketika Susilo Bambang Yudhoyono menjabat Presiden, namun ketika itu tidak sempat dibahas.
"Ini pasal sudah ada sebelumnya pada pemerintahan yang lalu. Ini belum sempat dibahas tapi sudah ada sejak dulu, belum sempat dibahas. Jadi, jangan ada kesan seolah-olah ini pemerintah mengajukan kembali pasal itu agar hidup," kata dia.
Komentar
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO