Suara.com - Aksi global untuk Keadilan Iklim 2015 yang dilakukan prapelaksanaan Conference of Parties (COP) 21 UNFCCC (Konferansi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa) menuntut pembatasan kenaikan suhu global 1,5 derajat celsius (C).
"Benang merah dari Aksi Global untuk Keadilan Iklim yang dilaksanakan hampir di 200 negara secara bersamaan adalah meminta mereka yang bernegosiasi di COP 21 sepakat membatasi kenaikan suhu bumi sampai 1.5 C, karena jika 2 C itu tidak akan cukup untuk menahan kerusakan lebih lanjut bumi," kata Manager Kampanye Walhi Edo Rahkman di Jakarta, Sabtu (28/11/2015).
Edo mengatakan aksi di Indonesia juga mengambil momentum pelaksanaan COP 21 yang akan digelar mulai 30 November 2015 di Paris, Prancis. Setelah COP di Peru tidak membuahkan hasil apapun maka pertemuan di Paris sangat menentukan iklim global dan masa depan bumi.
"Di Peru tidak menghasilkan apa-apa, karena negara-negara Anex I, II, dan III tetap pada pendirian mereka masing-masing. Karena kita menuntut keadilan iklim agar bumi bisa bertahan," ujar dia.
Karena itu, ia mengatakan masyarakat sipil dunia bergabung menuntut para pemimpin dunia dan negosiator COP 21 untuk pertama, mencapai kesepakatan perjanjian global yang adil.
Kedua, membatasi kenaikan suhu global sampai level 1,5 derajat celsius.
Ketiga, mengubah paradigma global yang memberi hak penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam kepada korporasi termasuk pilihan mekanisme penanganan perubahan iklim yang berbasis pada mekanisme pasar. Keempat, menjamin akses masyarakat terhadap air, tanah, dan hutan.
Hal kelima yang dituntut adalah memastikan dilindunginya hak hidup dan partisipasi orang-orang miskin, yang paling rentan dan berdampak terhadap perubahan iklim pada semua tingkat dari proses pengambilan keputusan.
Publik figur Melani Subono yang akan ikut dalam Aksi Global untuk Keadilan Iklim 2015 di sekitar Bundaran Hotel Indonesia (HI) mengatakan Delegasi Republik Indonesia jangan hanya sekedar absen untuk hadir di COP 21. Harapannya ada hasil konkrit dan dilaksanakan apa yang telah menjadi kesepakatan.
"Negara ini bisa bagus, cantik tentu memang tidak mudah. Yang penting apa yang seharusnya dilakukan untuk mencapai itu dilaksanakan, karena imbas perubahan iklim tidak cuma sampai ke alamnya saja, tapi juga manusianya," ujar dia.
Menurut Melani, terlalu banyak kepenting intervensi dalam mengurus persoalan iklim. Namun dirinya pun sadar bahwa untuk kuat menghadapi perubahan iklim menjadi tanggung jawab bersama, tidak hanya berhenti di pemerintah.
Apa pun yang akan dihasilkan di COP 21 Paris, ia berharap tidak untuk kepentingan bisnis belaka.
Perwakilan Global Catholic Climate Movement (GCMM) Romo Paul mengatakan pemerintah harus transparan dalam penanganan perubahan iklim kali ini. Karena apa yang dikerjakan sebelumnya, yakni untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) 26 persen pra2020 saja tidak terdengar gaungnya.
"Harus transparan, masyarakat harus bisa mengikuti apa saja yang akan dikerjakan, hasilnya seperti apa. Sehingga masyarakat merasa benar-benar dilibatkan," ujar dia.
Aksi Global untuk Keadilan Iklim 2015 menyambut pelaksanaan COP 21 UNFCCC di Paris, Prancis, yang berlangsung 30 November hingga 11 Desember 2015 akan digelar serentak berbagai kelompok masyarakat sipil dunia di hampir 200 negara. Aksi longmarch akan dilakukan di berbagai negara tepat pada 28--29 November 2015 yang menyerukan pembatasan peningkatan suhu hingga 1.5 C.
Sementara negara para pihak yang ikut dalam COP 21 di Paris justru akan bersepakat membatasi peningkatan suhu bumi hingga 2 C. (Antara)
Berita Terkait
-
Nyamuk Ditemukan di Islandia, Pertanda Iklim Global Kian Menghangat
-
IRENA: Dunia Butuh Dua Kali Lipat Aksi untuk Selamat dari Krisis Iklim
-
Saat Suhu Bumi Naik, Nyamuk pun Berpesta: Awas Ancaman 'Ledakan' Demam Berdarah
-
Target Emisi Indonesia Mundur Tujuh Tahun, Pemerintah Didesak Dengarkan Suara Rakyat
-
Imajinasi Iklim dari Pinggiran: Cerita yang Tak Terdengar di Forum-forum Megah Pemerintah
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Geger Mark-Up Whoosh, Mahfud MD Siap Dipanggil KPK: Saya Akan Datang
-
Detik-detik Atap Lapangan Padel Taman Vila Meruya Ambruk Diterjang Badai Jakarta
-
Kemenag Minta Dosen PTK Manfaatkan Beasiswa Riset LPDP, Pembiayaan Hingga Rp 2 Miliar
-
Jalur Kedunggedeh Normal Lagi Usai KA Purwojaya Anjlok, Argo Parahyangan Jadi Pembuka Jalan
-
Menjelang HLN ke-80, Warga Aek Horsik Tapanuli Tengah Akhirnya Nikmati Listrik Mandiri
-
Isi Rapor SMA Ferry Irwandi Dibuka, 40 Hari Tak Masuk Sekolah Tapi Jadi Wakil Cerdas Cermat
-
Pesan Terakhir Pria di Lubuklinggau Sebelum Tenggak Racun: Aku Lelah, Terlilit Utang Judol
-
Curanmor di Tambora Berakhir Tragis: Tembak Warga, Pelaku Dihajar Massa Hingga Kritis!
-
Bantu Ibu Cari Barang Bekas, Anak 16 Tahun di Lampung Putus Sekolah, Ini Kata Kemen PPPA!
-
Sidak Gabungan di Lapas Karawang, Puluhan Ponsel Disita dari Blok Narapidana