Suara.com - Bibirnya bergetar. Tangannya tak pernah berhenti mengepal, sesekali ujung jarinya menunjuk angin di depan wajah. Matanya memerah, bukan karena asap yang mengepung ruangan, tapi menahan marah sambil memandang ke langit-langit rumah berbahan kayu.
“Kalau saja ada kantor Tuhan di Kapuas, saya mau lapor ke kantor Tuhan,” kata Misradi.
Lelaki paruh baya dari suku Dayak Ngaju itu adalah bekas Kepala Desa Sei Ahas, Kecamatan Mantangai, Kapuas, Kalimantan Tengah.
Dia memimpin gerakan perlawanan warga terhadap perkebunan sawit PT. Rezeki Alam Semesta Raya (PT. RAS) di bekas lokasi sejuta hektar Proyek Lahan Gambut (PLG). Proyek PLG merupakan proyek mercusuar Soeharto pada 1996 yang membabat hutan Kalimantan di atas lahan gambut untuk swasembada beras dan kini berubah jadi ‘hutan’ sawit.
Misradi menuding perkebunan itu mencaplok tanah adat dan lahan warga.
Amarahnya terpendam selama 12 tahun ke belakang sejak Perusahaan Besar Swasta (PBS) perkebunan sawit mulai beroperasi pada 2003 lalu.
Kebun dan lahan pertanian yang menjadi penghasilannya sehari-hari, seperti halnya 260 kepala keluarga di Desa Sei Ahas diserobot dan disulap menjadi kebun sawit.
“Kalau dihitung lahan saya semuanya sekitar 15 hektar. Tanah saya dicaplok. Lahannya sudah ditanami karet berumur 3 tahun waktu itu. Ditanam tahun 2000. Itu baru punya saya saja, belum lainnya. ” cerita Misradi saat suara.com berkunjung ke desanya awal Oktober 2015.
PT. RAS yang dimaksud Misradi pernah menguasai konsesi perkebunan sawit seluas 20 ribu hektar yang meliputi tiga desa. Selain Sei Ahas, kebun sawit juga menjelajah hingga Desa Katimpun dan Kalumpang di sepanjang Sungai Kapuas.
Masing-masing desa berjarak sekitar setengah jam perjalanan dengan kelotok, sampai kayu berukuran 4 meter bertenaga mesin kecil untuk menyusuri sungai.
Rebutan lahan dengan PT rahasia
Misradi mengaku, awalnya warga menyambut kedatangan perusahaan sawit yang mengumbar banyak janji, salah satunya tak bakal menyerobot lahan warga.
Tapi belakangan, rebutan lahan berlangsung diantara keduanya yang bermula karena mangkirnya perusahaan dari peta arahan lokasi yang melindungi kebun dan lahan warga.
Sejak itu pula, dia langganan bolak-balik ke kota Kapuas memprotes kepada Pemerintah Kabupaten Kapuas yang memberikan izin perusahaan sawit di lahan eks PLG.
Berita Terkait
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Dicopot
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
- Viral Murid SD Kompak Tolak Makan Gratis, Anak-Anak Jujur Masalahnya di Menu?
Pilihan
-
3 Kontroversi Purbaya Yudhi Sadewa di Tengah Jabatan Baru sebagai Menteri
-
Indonesia di Ujung Tanduk, Negara Keturunan Jawa Malah Berpeluang Lolos ke Piala Dunia 2026
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Memori 256 GB, Terbaru September 2025
-
IHSG Jeblok Hingga 1 Persen di Sesi I Perdagangan Selasa Setelah Sertijab Menteri Keuangan
-
19 Tewas di Aksi Demo Anti Korupsi, Eks Persija Jakarta: Pemerintah Pembunuh!
Terkini
-
Kaldera Toba Kembali dapat Kartu Hijau UNESCO, Gubernur Bobby Nasution Ajak Terus Jaga Bersama
-
Ngaku Merasa Terhormat Jadi Menteri Keuangan, Kinerja Purbaya Yudhi Sadewa Disorot
-
Pamer ATM Prioritas, Anak Menkeu Purbaya Sebut Ciri Orang Miskin: Rasis & Bermental Pengemis
-
Melawan Kritik dengan Kekuatan Negara? TNI Dikecam Keras Karena Laporkan Ferry Irwandi!
-
Bukan Cuma Tudingan 'Agen CIA'? Ini 4 Fakta Geger Lain dari Anak Menkeu Purbaya Sadewa
-
CEK FAKTA: Benarkah Warga Kehilangan Penglihatan karena Gas Air Mata Aparat?
-
7 Fakta di Balik Revolusi Pilkades: Dari Daftar Online Hingga E-Voting Anti Curang
-
Yusril Temui Direktur Lokataru di Tahanan, Jamin Proses Hukum Akan Diawasi
-
Raffi Ahmad vs Politisi Senayan di Bursa Menpora? Sosok Ini Beri Jawaban
-
Ibu dan 2 Anak Tewas di Bandung, KPAI: Peringatan Serius Rapuhnya Perlindungan Keluarga