“Pemerintah kan memberikan izin arahan dari desa. Desa akhirnya membolehkan investasi sawit di atas lima kilometer dari DAS (Daerah Aliran Sungai) Kapuas, tapi ternyata ketika operasi di lapangan kurang dari 5 kilo. Itu kenapa masyarakat protes,” katanya.
Suara.com melihat langsung apa yang disampaikan Misradi saat perjalanan melalui sungai Kapuas menuju Sei Ahas. Deretan sawit tampak meluber hingga ke DAS Kapuas yang berdiri diapit dua kanal. Salah seorang warga Matangai yang menemani menyebutkan, kanal itu menjadi jalan masuk ke tengah perkebunan.
Itu baru salah satu sebab warga memprotes. Alasan lainnya yang paling penting, ujar Misradi, hilangnya ribuan hektar tanah adat dan lahan warga.
“Jadi kalau bapak dengar, wilayah Desa Sei Ahas itu 632 hektar, yang diklaim 3.292 hektar berdasarkan legalitas kelompok tani dari 4.000 yang sudah ditanam sawit,” terang Misradi.
Hampir sepuluh tahun bertarung, warga memang sempat mendapat ‘angin’ saat wilayah perkebunan ditetapkan menjadi hutan lindung berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan nomor 529 tahun 2012. Ditambah lagi keputusan Bupati yang menolak perpanjangan izin perkebunan.
Tapi rupanya SK sakti menteri tak begitu berpengaruh apapun.
“Iya itu nggak ada pengaruhnya pak. PT (perkebunan) masih saja mereka panen,” lanjut Misradi, wajahnya kini berubah mengeras.
Warga sendiri pernah menyandera empat kapal pengangkut sawit yang keluar dari lahan perkebunan PT. RAS di Sungai Kapuas. Kapal-kapal itu digeret hingga ke Polsek Mantangai dan belum ada kabar kelanjutannya.
Dus, hingga kini lahan warga dan tanah adat tak juga dikembalikan.
Anehnya, Pemerintah Kabupaten Kapuas, si pemberi izin, gagap bertindak atas pelanggaran ini.
Jangankan bertindak, saat ditanya dimana kantor PT. RAS, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Simpun Jaya, yang ditemani seorang staff ahlinya, Gerek, tak mengetahui dimana kantor perusahaan itu. Padahal sudah beberapa kali memfasilitasi pertemuan antara warga dan perusahaan.
“Kami hanya tahu kantornya ada di Medan,” kata kedua pejabat itu saat ditemui suara.com di ruangan kepala dinas.
Hasil penelusuran salinan dokumen, baik dari surat Pemda Kabupaten Kapuas dengan nomor 525.26/460/Disbunhut/2013 soal penghentian izin operasi perkebunan PT. RAS, sampai surat keputusan perkara perdata antara warga dan PT dari Pengadilan Negeri Kapuas juga tidak tertera alamat kantor perusahaan itu.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
Ahli Hukum Nilai Hak Terdakwa Dilanggar dalam Sidang Sengketa Tambang Nikel Halmahera Timur
-
Cak Imin Instruksikan BGN Gunakan Alat dan Bahan Pangan Lokal untuk MBG
-
MRT Siapkan TOD Medan Satria, Bakal Ubah Wajah Timur Jakarta
-
Masih Nunggak, Kejagung Sita Aset Musim Mas dan Permata Hijau Group
-
Sultan Najamudin: Semua Mantan Presiden RI yang Telah Berpulang Layak Diberi Gelar Pahlawan
-
Tragis! Siswa Internasional Pahoa Jatuh dari Lantai 8: Fakta Baru Terungkap
-
Bela Soeharto dari Tuduhan Genosida, Fadli Zon: Nggak Pernah Ada Buktinya
-
Korupsi Minyak Pertamina: 8 Tersangka Dilimpahkan ke Pengadilan, Riza Chalid Lolos?
-
KPK Ungkap Modus 'Jatah Preman' Gubernur Riau, PKB: Buka Seterang-terangnya, Siapa di Balik Itu?
-
Warga Baduy Korban Begal Ditolak Rumah Sakit, Menko PMK Pratikno Turun Tangan