Suara.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menduga, kesulitan pemerintah Indonesia untuk menangkap buronan kasus korupsi bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono di luar negeri, disebabkan adanya permasalahan kerjasama antar negara.
"Kalau sulit menangkap kan jadi pertanyaan artinya ada problem soal itu instrumen hukum ekstradisi misalnya soal kerjasama antar negara,"ujar Emerson kepada Suara.com di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Rabu (20/4/2016).
Namun, kata Emerson, yang harus dipertanyakan kepada pemerintah yakni mengapa saat menjelang eksekusi, pemerintah tidak mencekal Samadikun. Hal tersebut dinilai bisa menjadi celah para tersangka bisa melarikan diri ke luar negeri.
"Pertanyaan ya kenapa Samadikun bisa lolos dari proses hukum ini. Karena sejak proses penyelidikan, menjelang eksekusi tidak ada pencekalan jadi ini membuka peluang bagi mereka melarikan diri," ucapnya.
Lebih lanjut, Emerson yakin, aparat keamanan bisa menangkap para buronan di luar negeri melalui kerja sama dengan negara terkait.
"Sangat mungkin (menangkap buronan). Pendekatannya kalau mau, ada kerja sama dengan Deplu (Departemen/ Kementerian Luar Negeri) dan KPK," imbuh Emerson.
Ketika ditanya wartawan terkait kabar yang beredar soal adanya 33 koruptor yang masih buron di luar negeri, ICW mengaku belum memiliki data tersebut.
"Kalau itu (33 koruptor buron) kita nggak tahu, karena kita enggak pernah dapat data itu," ungkapnya.
Samadikun merupakan bekas Komisaris Utama Bank Modern. Dia telah divonis bersalah dalam kasus penyalahgunaan dana talangan atau BLBI senilai sekitar Rp2,5 triliun yang digelontorkan kepada Bank Modern menyusul krisis finansial 1998 sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp169 miliar.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung tertanggal 28 Mei 2003, mantan Presiden Komisaris PT Bank Modern Tbk itu dihukum empat tahun penjara.
Setelah divonis tahun 2003, Samadikun melarikan diri ke luar negeri dan berpindah-pindah tempat.
Berita Terkait
-
Dituntut 11 Tahun Penjara, Nikita Mirzani Buka Data ICW Terkait Tuntutan Ringan ke Koruptor
-
ICW Sebut MBG 'Pintu Awal Korupsi', Sedot Anggaran Pendidikan dan Untungkan Korporasi
-
Suara Ibu Indonesia Tolak Militer Masuk Dapur MBG: Tugas Mereka Bukan Urusi Gizi Anak Sekolah!
-
Korupsi Menggila di Desa! ICW Ungkap Fakta Mencengangkan Sepanjang 2024
-
Tren Penindakan Korupsi 2024 Anjlok, Kerugian Negara Justru Meroket
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
-
Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
Terkini
-
Targetkan 400 Juta Penumpang Tahun 2025, Dirut Transjakarta: Bismillah Doain
-
Sejarah Terukir di Samarkand: Bahasa Indonesia Disahkan sebagai Bahasa Resmi UNESCO
-
Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Koalisi Sipil Ungkap 9 Dosa Pelanggaran HAM Berat Orde Baru
-
Judi Online Lebih Ganas dari Korupsi? Menteri Yusril Beberkan Fakta Mengejutkan
-
Bangunan Hijau Jadi Masa Depan Real Estate Indonesia: Apa Saja Keuntungannya?
-
KPK Tangkap Gubernur Riau, PKB 'Gantung' Status Abdul Wahid: Dipecat atau Dibela?
-
Sandiaga Uno Ajak Masyarakat Atasi Food Waste dengan Cara Sehat dan Bermakna
-
Mensos Gus Ipul Tegaskan: Bansos Tunai Harus Utuh, Tak Ada Potongan atau Biaya Admin!
-
Tenaga Ahli Gubernur Riau Serahkan Diri, KPK Periksa 10 Orang Terkait OTT
-
Stop Impor Pakaian Bekas, Prabowo Perintahkan Menteri UMKM Cari Solusi bagi Pedagang Thrifting