Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Sunny Tanuwidjaja, memenuhi panggilan KPK, Jakarta, Senin (25/4). [suara.com/Oke Atmaja]
Staf khusus Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Sunny Tanuwidjaja, mengungkapkan adanya ancaman dari kalangan di DPRD DKI Jakarta untuk menghentikan pembahasan raperda tentang reklamasi dan zonasi Teluk Jakarta kalau Ahok tetap ngotot memasukkan kontribusi tambahan kepada pengembang sebesar 15 persen.
"Hanya karena kemarin ada ancaman dari DPRD akan deadlock, beliau (Ahok) sempat mengatakan selama yang penting 15 persen jangan dicoret," kata Sunny usai diperiksa penyidik di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (25/4/2016).
Menurut Sunny ancaman dari DPRD membuat sikap Ahok menjadi lebih fleksibel, walau sebenarnya Ahok tetap menginginkan pengembang wajim membayar sebesar 15 persen.
"Hanya karena kemarin ada ancaman dari DPRD akan deadlock, beliau (Ahok) sempat mengatakan selama yang penting 15 persen jangan dicoret," kata Sunny usai diperiksa penyidik di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (25/4/2016).
Menurut Sunny ancaman dari DPRD membuat sikap Ahok menjadi lebih fleksibel, walau sebenarnya Ahok tetap menginginkan pengembang wajim membayar sebesar 15 persen.
"Kalau dari sisi dia 15 persen itu fix harus ada hanya persoalannya apakah di perda atau di pergub. Makanya beliau jadi lebih fleksibel, tapi kan kemudian belakangan sudah lebih fix, intinya tidak ada negosiasi lagi," kata Sunny.
Hari ini merupakan pemeriksaan untuk yang kedua kalinya bagi Sunny terkait kasus pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Tadi, Sunny ditanya 12 pertanyaan oleh penyidik. Dia diperiksa Sunny sebagai saksi untuk tersangka kasus dugaan menerima suap, M. Sanusi. Sanusi merupakan bekas Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra.
Hari ini merupakan pemeriksaan untuk yang kedua kalinya bagi Sunny terkait kasus pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Tadi, Sunny ditanya 12 pertanyaan oleh penyidik. Dia diperiksa Sunny sebagai saksi untuk tersangka kasus dugaan menerima suap, M. Sanusi. Sanusi merupakan bekas Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra.
Sunny merupakan mahasiswa doktoral di Department of Political Science, Northern Illinois University. Sunny magang di Balai Kota untuk mengkaji cara kerja Ahok selama memimpin Jakarta dan mempelajari gaya politik Ahok. Sunny juga pernah tercatat sebagai peneliti di lembaga Centre for Strategic and International Studies Jakarta. Meski staf magang, dia dipercaya Ahok untuk mengatur jadwal pertemuan dengan pengembang. Namanya melesat setelah KPK mencegahnya ke luar negeri. Ia disebut pengacara Sanusi, Krisna Murti, sebagai perantara pesan antara pemerintah daerah, DPRD, dan pengusaha seputar pembahasan rancangan perda reklamasi.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Sanusi pada Kamis (31/3/3016) malam. Ketika itu, dia masih menjabat Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra. Dia diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari Personal Assistant PT. Agung Podomoro Land (Tbk) Trinanda Prihantoro. Uang tersebut diduga titipan dari Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.
Sehari setelah itu, Jumat (1/4/2016), Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK.
Ketiga orang ini telah ditetapkan menjadi tersangka dan KPK terus mendalaminya.
Kasus dugaan penyuapan ini disinyalir untuk mempengaruhi proses pembahasan raperda tentang reklamasi. Ada tiga kewenangan pengembang yang diatur dalam rancangan. Yakni, keharusan menyerahkan fasilitas umum dan sosial, seperti jalan dan ruang terbuka hijau, kontribusi lima persen lahan, serta kontribusi tambahan sebesar 15 persen untuk menanggulangi dampak reklamasi.
Pengembang diduga keberatan dengan kontribusi tambahan 15 persen yang diatur di Pasal 110 Raperda Tata Ruang. Mereka pun melobi DPRD agar nilainya turun jadi lima persen.
Komentar
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
KPK Wanti-wanti Kemenkeu soal Potensi Korupsi dalam Pencairan Rp 200 Triliun ke 5 Bank
-
Mendagri Jelaskan Pentingnya Keseimbangan APBD dan Peran Swasta Dalam Pembangunan Daerah
-
Dukungan Mengalir Maju Calon Ketum PPP, Mardiono: Saya Siap Berjuang Lagi! Kembali PPP ke Parlemen!
-
KPK Beberkan Konstruksi Perkara Kredit Fiktif yang Seret Dirut BPR Jepara Artha
-
Peran Satpol PP dan Satlinmas Dukung Ketertiban Umum dan Kebersihan Lingkungan Diharapkan Mendagri
-
Jadilah Satpol PP yang Humanis, Mendagri Ingatkan Pentingnya Membangun Kepercayaan Publik
-
Sempat Copot Kepsek SMPN 1, Wali Kota Prabumulih Akui Tak Bisa Kontrol Diri
-
Mendagri Dukung Penuh Percepatan Program MBG, Teken Keputusan Bersama Terkait Lokasi SPPG di Daerah
-
Penjaringan Ketua DPC PDIP Brebes Dinilai Tak Transparan, Pencalonan Cahrudin Sengaja Dijegal?
-
Bikin Riuh, Dito Ariotedjo Tiba-Tiba Tanya Ijazah Erick Thohir ke Roy Suryo