Suara.com - Migrant Care meminta pemerintah untuk memenuhi empat tuntutan yang dikeluarkan pada peringatan Hari Buruh Internasional, Minggu (1/5/2016).
Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah memaparkan empat tuntutan tersebut, di antaranya menghargai semua ekspresi kaum buruh Indonesia dalam memperingati Hari Buruh Sedunia. Aksi damai tanpa ancaman kriminalisasi dan pembatasan kebebasan berekpresi.
"Sudah dua tahun ini peringatan Hari Buruh Sedunia di Indonesia ditetapkan sebagai hari libur resmi oleh pemerintah , sehingga seharusnya kaum buruh memiliki keleluasaan untuk memperingati May Day ini tanpa halangan siapapun," katanya.
Kedua, menghentikan kebijakan-kebijakan yang anti-buruh dan mendorong perwujudan kebijakan kerja dan upah layak.
"Pengakuan pemerintah Indonesia atas peringatan Hari Buruh Sedunia pada setiap tanggal 1 Mei (sejak tahun 2015) tidak otomatis disertai adanya pengakuan dan pemenuhan atas hak-hak buruh Indonesia baik didalam maupun di luar negeri," katanya.
Sebaliknya, menurut dia, hingga saat ini, masih banyak kebijakan-kebijakan yang cenderung antiburuh, misalnya soal pengupahan yang dinilai tidak adail , pembatasan aktivitas serikat buruh dan kriminalisasi atas daya upaya kaum buruh saat melakukan aksi melawan kebijakan yang anti-buruh.
Ketiga, mengakhiri kebijakan tata kelola migrasi tenaga kerja yang eksploitatif, berorientasi bisnis dan berpotensi terjadinya perdagangan manusia atau "human trafficking".
Keempat, menuntaskan pembahasan legislasi penggantian Undang-Undang No 39 Tahun 2004 dengan UU Perlindungan Buruh Migran Indonesia yang benar-benar berorientasi pada perlindungan.
Hal itu diimplementasikan dengan memaksimalkan tanggung jawab konstitusional negara yang menjamin keselamatan warganya, mengakhiri era monopoli penempatan buruh migran oleh sektor swasta, mendesentralisasi tata kelola migrasi tenaga kerja sebagai bentuk pelayanan publik negara.
"Walau telah meratifikasi Konvensi Internasional Tahun 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya sejak tahun 2012 juga tak kunjung mengubah paradigma kebijakan tata kelola migrasi tenaga kerja yang eksploitatif," tutup dia. (Antara)
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- Suzuki Ignis Berapa cc? Harga Bekas Makin Cucok, Intip Spesifikasi dan Pajak Tahunannya
- STY Siap Kembali, PSSI: Tak Mudah Cari Pelatih yang Cocok untuk Timnas Indonesia
Pilihan
-
Jokowi Klaim Proyek Whoosh Investasi Sosial, Tapi Dinikmati Kelas Atas
-
Barcelona Bakal Kirim Orang Pantau Laga Timnas Indonesia di Piala Dunia U-172025
-
Menkeu Purbaya Pamer Topi '8%' Sambil Lempar Bola Panas: Target Presiden, Bukan Saya!
-
Hore! Purbaya Resmi Bebaskan Pajak Bagi Pekerja Sektor Ini
-
Heboh di Palembang! Fenomena Fotografer Jalanan Viral Usai Cerita Istri Difoto Tanpa Izin
Terkini
-
BNI Perkuat Inklusi Keuangan dan Transaksi Digital Lewat FinExpo 2025
-
Prabowo Ungkap Kartel Narkoba Kini Pakai Kapal Selam, Minta Polisi Jadi 'Mata dan Telinga Rakyat'
-
Warga Karangasem Demak Senyum Bahagia Menyambut Terang Baru di HLN ke-80
-
Tangan Diikat saat Dilimpahkan ke Kejaksaan, Delpedro: Semakin Ditekan, Semakin Melawan!
-
Prabowo: Saya Nonton Podcast Tiap Malam, Masa Saya Dibilang Otoriter?
-
Koalisi Sipil Tolak Soeharto Dapat Gelar Pahlawan, Sebut Pemerintah Abaikan Korban Pelanggaran HAM
-
Kontroversi Utang Whoosh: Projo Dorong Lanjut ke Surabaya, Ungkit Ekonomi Jawa 3 Kali Lipat
-
Prabowo Dukung Penuh Polri Tanam Jagung: Langkah Berani Lawan Krisis atau Salah Fokus?
-
Skandal Suap Vonis Lepas CPO: Panitera Dituntut 12 Tahun, Ungkap Peran Penghubung Rp60 Miliar!
-
DPR Sibuk! 2 RUU Siap Ubah Wajah Indonesia: Single ID Number dan Revisi Sistem Pemilu