Presiden Joko Widodo dan B. J. Habibie, (25/6). (Biro Pers Kepresidenan RI)
Mantan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie menyurati Presiden Joko Widodo agar meninjau ulang keputusan eksekusi mati terhadap terpidana mati kasus narkoba asal Pakistan, Zulfikar Ali. Sementara Komnas Perempuan meminta Presiden Jokowi untuk mempertimbangkan lembar fakta terpidana mati Merry Utami.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan surat dari Habibie dan Komnas Perempuan tentu dipertimbangkan Kepala Negara.
"Pertama tentunya berbagai masukan yang diberikan baik itu dari Pak Habibie, Komnas Perempuan dan berbagai masukan jadi catatan pertimbangan oleh Pemerintah. Dalam hal ini Jaksa Agung lah yang mempunyai kewenangan itu," kata Pramono kepada wartawan di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (29/7/2016).
Pramono mengatakan Presiden telah menerima surat dari Habibie.
"Beliau sudah mengetahui hal tersebut, tetapi kan kewenangan ada di Jaksa Agung," tutur dia.
Pemerintah, katanya, akan membahas masalah eksekusi mati dengan Parlemen.
"Nanti pada waktunya akan dibicarakan," kata dia.
Terkait surat grasi yang diajukan Merry Utami, kata dia, Presiden belum menerimanya.
"Surat grasi (Utami) sampai sekarang belum. Artinya begini, sekarang ini mungkin dalam proses ya, kebetulan saya pribadi sampai sekarang belum mengetahui itu. Sebab surat itu biasanya ditujukan ke Presiden, tembusannya kepada mensesneg dan seskab. Kalau itu ada pasti kami tahu," ujar Pramono.
Terkait kenapa dari 14 terpidana yang masuk daftar eksekusi jilid ketiga, hanya empat orang yang dieksekusi, dini hari tadi, Pramono mengatakan hal tersebut merupakan kewenangan Jaksa Agung M. Prasetyo untuk menjelaskannya.
"Jaksa Agung sudah menyampaikan kepada publik tentang alasan-alasan yang ada, sesuai dengan masukan yang diberikan oleh Jampidum (Jaksa Agung Muda Pidana Umum), yang ada di lapangan yang bertanggung jawab secara langsung. Maka dengan demikian, sekali lagi masukan-masukan itu tentunya menjadi pertimbangan," ujar dia.
Dari 10 terpidana yang lolos dari timah panas dini hari tadi adalah Zulfikar Ali dan Merry Utami.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan surat dari Habibie dan Komnas Perempuan tentu dipertimbangkan Kepala Negara.
"Pertama tentunya berbagai masukan yang diberikan baik itu dari Pak Habibie, Komnas Perempuan dan berbagai masukan jadi catatan pertimbangan oleh Pemerintah. Dalam hal ini Jaksa Agung lah yang mempunyai kewenangan itu," kata Pramono kepada wartawan di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (29/7/2016).
Pramono mengatakan Presiden telah menerima surat dari Habibie.
"Beliau sudah mengetahui hal tersebut, tetapi kan kewenangan ada di Jaksa Agung," tutur dia.
Pemerintah, katanya, akan membahas masalah eksekusi mati dengan Parlemen.
"Nanti pada waktunya akan dibicarakan," kata dia.
Terkait surat grasi yang diajukan Merry Utami, kata dia, Presiden belum menerimanya.
"Surat grasi (Utami) sampai sekarang belum. Artinya begini, sekarang ini mungkin dalam proses ya, kebetulan saya pribadi sampai sekarang belum mengetahui itu. Sebab surat itu biasanya ditujukan ke Presiden, tembusannya kepada mensesneg dan seskab. Kalau itu ada pasti kami tahu," ujar Pramono.
Terkait kenapa dari 14 terpidana yang masuk daftar eksekusi jilid ketiga, hanya empat orang yang dieksekusi, dini hari tadi, Pramono mengatakan hal tersebut merupakan kewenangan Jaksa Agung M. Prasetyo untuk menjelaskannya.
"Jaksa Agung sudah menyampaikan kepada publik tentang alasan-alasan yang ada, sesuai dengan masukan yang diberikan oleh Jampidum (Jaksa Agung Muda Pidana Umum), yang ada di lapangan yang bertanggung jawab secara langsung. Maka dengan demikian, sekali lagi masukan-masukan itu tentunya menjadi pertimbangan," ujar dia.
Dari 10 terpidana yang lolos dari timah panas dini hari tadi adalah Zulfikar Ali dan Merry Utami.
Komentar
Berita Terkait
-
Hamas Hukum Mati Anggotanya Sendiri Atas Tuduhan Homoseksualitas dan 'Percakapan Tak Bermoral'
-
Hukuman Mati Tak Beri Efek Jera, Pemerintah Didesak Hapus Eksekusi
-
Tragedi Amuk Mobil dan Penusukan Massal Tewaskan 35 Orang, China Eksekusi Mati 2 Pelaku
-
Ulasan Film Lasagna: Sedihnya Permintaan Terakhir Terpidana Eksekusi Mati
-
Predator Seks Iran Dieksekusi di Depan Publik Setelah Memperkosa Puluhan Wanita
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
12 Orang Tewas dalam Penembakan Massal Saat Perayaan Hanukkah di Australia
-
Menperin Dorong Industri Berubah Total, Targetnya Zero Waste dan Efisiensi Tinggi
-
Akses Bireuen-Aceh Tengah Kembali Tersambung, Jembatan Bailey Teupin Mane Resmi Rampung
-
Cara Daftar Mudik Nataru Gratis Kemenhub, Hanya untuk 3 Ribu Lebih Pendaftar Pertama
-
Jurus 'Dewa Penyelamat' UB Selamatkan 36 Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera
-
Prabowo Panggil Menteri ke Hambalang, Ada Target Soal Pembangunan Hunian Korban Bencana
-
Jadi Biang Kerok Banjir Kemang, Normalisasi Kali Krukut Telan Biaya Fantastis Rp344 Miliar
-
Gubernur Bobby Nasution Lepas Sambut Pangdam, Sumut Solid Atasi Bencana
-
Fakta Baru Pengeroyokan Maut Kalibata, Ternyata Lokasi Bentrokan Lahan Milik Pemprov DKI
-
LPSK Puji Oditur Militer: 22 Senior Penganiaya Prada Lucky Dituntut Bayar Ganti Rugi Rp1,6 Miliar