Suara.com - Puluhan orang tewas di sebuah festival setelah pasukan keamanan menembakkan gas air mata ke kerumunan dalam sebuah aksi protes politik dan memicu penyerbuan, Minggu (2/10/2016) waktu setempat. Pihak oposisi memperkirakan 100 orang tewas dalam kekacauan itu dan belum ada angka resmi seputar total korban meninggal.
Festival Irreecha Oromo Ethiopia berlangsung pada Oktober setiap tahun, pada akhir musim hujan, di sebuah danau suci di kota Bishoftu, sekitar 25 mil tenggara dari ibukota, Addis Ababa. Oromo, kelompok etnis terbesar Ethiopia, yang terbentuk sekitar sepertiga dari populasi.
Selama setahun terakhir telah memprotes marjinalisasi dan penyitaan tanah mereka untuk pabrik-pabrik. Peserta protes tahun ini lebih terang-terangan menyatakan protesnya.
"Saya sudah datang ke ini selama bertahun-tahun. Selalu ada nyanyian kecil, tapi belum pernah melihat sesuatu seperti ini. Itu benar-benar politik," kata seorang saksi mata yang melihat festival tersebut berubah menjadi kepanikan.
Perkiraan jumlah orang yang berbondong-bondong ke kota untuk festival lebih dari 2 juta orang, tapi mungkin ada sekitar 10.000 orang di lapangan menghadapi podium di mana tetua suku anti-pemerintah dan pemimpin partai yang memberikan pidato.
Pihak berwenang masih mengambil sikap toleran saat para peserta festival menyerukan lagu "kebebasan dan keadilan" dan mengutuk pemerintah serta partai politik Oromo dari Sabtu hingga Minggu pagi.
"Orang-orang mulai bergerak menuju podium. Aku mendengar suara bom gas air mata, dan aku melihat polisi melemparkan mereka di kerumunan juga," kata saksi.
Orang melarikan diri ke semak-semak di belakang lapangan, tetapi mereka masuk ke jurang yang dalam. Itu yang kemudian menyebabkan banyak meninggal, dan mereka bertumpukan satu sama lain karena panik.
"Saya melihat orang-orang berkabung di sana, beberapa mencoba menarik para korban. Saya melihat orang-orang mengatakan, 'Bantu aku keluar. Di bawah saya sejumlah orang masuk ke dalam lumpur," jelas saksi mata yang tidak ingin disebutkan namanya itu.
Sementara itu, pemerintah mengeluarkan pernyataan atas insiden tersebut dan menggambarkannya sebagai "kekerasan yang direncanakan" dalam sebuah perayaan damai festival budaya.
"Beberapa pasukan terlihat mencoba untuk mengungkapkan pandangan dari kekuatan politik lain setelah mengontrol podium dan menyambar mikrofon," kata juru bicara dari pemerintah dan menjanjikan untuk membawa para pelaku bertanggung jawab ke pengadilan.
Ketua Oposisi Oromo Federalist Kongres, Merera Gudina mengatakan bahwa setidaknya 100 orang tewas dan masalah dimulai karena pemerintah mengambil alih acara dan menimbulkan kemarahan orang banyak.
"Pemerintah berusaha mengendalikannya, mencoba untuk mengambil alih acara. Ini akan menjadi salah satu hari tergelap dalam sejarah Oromo modern, di mana pemerintah menembak peluru tajam dan gas air mata, yang mengarah ke kekacauan seperti itu," katanya.
Ethiopia terdiri dari beberapa kelompok etnis yang berbeda. Sejak penggulingan rezim Marxis pada tahun 1991, pemerintah telah mengadopsi sistem federal seolah-olah memberikan masing-masing daerah etnis, pemerintahan sendiri. (Washinton Post)
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- Promo Superindo Hari Ini 10-13 November 2025: Diskon Besar Awal Pekan!
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
Pilihan
-
Tekad Besar Putu Panji Usai Timnas Indonesia Tersingkir di Piala Dunia U-17 2025
-
Cek Fakta: Viral Isu Rektor UGM Akui Jokowi Suap Rp100 Miliar untuk Ijazah Palsu, Ini Faktanya
-
Heimir Hallgrimsson 11 12 dengan Patrick Kluivert, PSSI Yakin Rekrut?
-
Pelatih Islandia di Piala Dunia 2018 Masuk Radar PSSI Sebagai Calon Nahkoda Timnas Indonesia
-
6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
Terkini
-
Pesan Pengacara PT WKM untuk Presiden Prabowo: Datanglah ke Tambang Kami, Ada 1,2 Km Illegal Mining
-
Misteri Penculikan Bilqis: Pengacara Duga Suku Anak Dalam Hanya 'Kambing Hitam' Sindikat Besar
-
Babak Baru Korupsi Petral: Kejagung Buka Penyidikan Periode 2008-2015, Puluhan Saksi Diperiksa
-
Aliansi Laki-Laki Baru: Lelaki Korban Kekerasan Seksual Harus Berani Bicara
-
Ahli BRIN Ungkap Operasi Tersembunyi di Balik Jalan Tambang PT Position di Halmahera Timur
-
Jeritan Sunyi di Balik Tembok Maskulinitas: Mengapa Lelaki Korban Kekerasan Seksual Bungkam?
-
Mendagri Tito Dapat Gelar Kehormatan "Petua Panglima Hukom" dari Lembaga Wali Nanggroe Aceh
-
'Mereka Mengaku Polisi', Bagaimana Pekerja di Tebet Dikeroyok dan Diancam Tembak?
-
Efek Domino OTT Bupati Ponorogo: KPK Lanjut Bidik Dugaan Korupsi Monumen Reog
-
Bukan Kekenyangan, Tiga Alasan Ini Bikin Siswa Ogah Habiskan Makan Bergizi Gratis