Suara.com - Kelompok masyarakat yang mengatasnamakan Jaringan Masyarakat Sipil untuk Advokasi Qanun Jinayat mengkritik pemberlakuan Qanun Jinayat atau Peraturan Daerah Hukum Pidana di Aceh. Sebab, sejak pemberlakuannya 23 Oktober 2015, Qanun Jinayat dianggap sebagai peraturan daerah yang diskrimintatif.
"Sejak proses pembentukannya terkesan dipaksakan dengan pembahasan yang terburu-buru, serta tidak melibatkan dan mempertimbangkan masukan masyarakat. Apalagi, sebanyak 97 persen perempuan tidak mendapatkan informasi mengenai pembentukan Qanun Jinayat. Padahal, perempuan justru sangat rentan menjadi korban yang terdiskriminasi dalam Qanun ini," kata Koordinator Program Solidaritas Nisa Yura dalam konfrensi pers di Kantor YLBHI, Jakarta, Minggu (23/10/2016).
Menurutnya, penerapan Qanun Jinayat berpotensi mengakibatkan kekerasan berlapis terhadap perempuan. Dalam pasal 48 Qanun ini, sambungnya, korban perkosaan justru dibebankan dengan menyediakan alat bukti permulaan.
Padahal, sulit mencari saksi dalam kasus seperti ini. Korban perkosaan akhirnya mendapatkan dampak psikologis dan trauma yang diakibatkan karena sulitnya penyediaan alat bukti.
"Implementasi Qanut Jinayat juga berdampak pada kekerasan lebih lanjut, terutama bagi perempuan. Eksekusi di hadap publik akan menimbulkan trauma dan pelabelan negatif yang berdampak pada pengucilan dan peminggiran perempuan. Apalagi hukuman cambuk ini menghasilkan budaya kekerasan di Aceh. Karena eksekusinya dipertontonkan di Hadapan masyarakat termasuk anak-anak," kata dia.
Sebagai contoh, Nisa berkata, ada seorang remaja yang akhirnya bunuh diri karena dituduh sebagai perempuan tidak baik-baik oleh polisi syariah Aceh atau Waliyatul Hisbah. Padahal, Qanun Jinayat masih dalam proses rancangan.
"Padahal dia Anak SMA dan baru pulang dari Konser. Karena diberitakan sedemikian rupa akhirnya berujung pada bunuh diri," tuturnya.
Selain itu, tambah Nisa, Proses persidangan dalam pemberlakuan Qanun Jinayat ini juga terkesan tertutup. Dia mengatakan, para terdakwa tidak diketahui apakah didampingi oleh pendamping hukum atau tidak. Selain itu, proses persidangannya juga tidak diketahui secara jelas.
"Secara logika ada 180 kasus yang sudah dieksekusi padahal untuk kejahatan pencurian saja, di sidang nasional, itu sangat panjang. Ada pembuktian dan lain-lain sebelum dieksekusi, termasuk adanya Kasasi dan Banding," ujarnya.
Lebih jauh, menurut Nisa, Qanun Jinayat ini dianggap sebagai pengalihan isu. Sebab, isu kesejahteraan dan eksploitasi sumber daya alam di Aceh jadi tidak tersentuh dengan adanya Qanun Jinayat ini.
"Orang jadi lebih konsen dengan Qanun Jinayat. Akhirnya masyarakat lebih memperhatikan terhadap itu daripada berbicara bagaimana menurunkan angka kemiskinan di Aceh, dan menurunkan angka kematian ibu melahirkan," tuturnya.
Apalagi, sambungnya, buntut Qanun Jinayat ini memunculkan perda yang diskriminatif di daerah lain. Salah satunya Perda Penertiban Umum di Tangerang. Nisa bercerita, ada seorang perempuan yang memilih bunuh diri karena mendapatkan tekanan dan diskriminasi akibat penerapan Perda tersebut.
"Di Tangerang juga ada korbannya, perempuan buruh yang ditangkap karena sedang shift malam, tapi dituduh sebagai pekerja seks. Dan itu berakhir bunuh diri. Karena dia dan suaminya mendapatkan diskriminatif dan pengucilan yang luar biasa akibat ditangkap," kata dia.
Qanun Jinayat ini pernah digugat ke Mahkamah Agung untuk uji materi. Namun, MA memutuskan Niet Ontvankelijke verklaard (NO) karena salah satu batu uji materi yang diajukan, yaitu UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-perundang tengah diujimaterikan di Mahkamah Konstitusi. Padahal, masih ada lima batu uji lainnya yang seharusnya bisa menjadi pertimbangan MA.
"Padahal batu ujinya banyak ada lebih dari lima. Salah satunya diuji di MK. Tapi (batu uji) itu yang menjadikan dasar di MA," kata Koordinator Bidang Sipil Politik YLBHI Mochamad Ainul Yaqin.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 4 Rekomendasi Cushion dengan Hasil Akhir Dewy, Diperkaya Skincare Infused
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Daftar Promo Alfamart Akhir Tahun 2025, Banyak yang Beli 2 Gratis 1
Pilihan
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
-
Seni Perang Unai Emery: Mengupas Transformasi Radikal Aston Villa
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
Terkini
-
Bupati Bireuen Tinjau Jembatan Krueng Tingkeum, Siap Dukung Kelancaran Logistik Aceh-Medan
-
APBD DKI 2026 Menyusut, Ini Sektor yang Akan Jadi Fokus Utama
-
Kapal Wisata Tenggelam di Labuan Bajo, YLKI Minta Audit Independen dan Tanggung Jawab Operator!
-
1.392 Personel Siaga di Silang Monas, Kawal Aksi Buruh Hari Ini!
-
Aturan Royalti Musik Tak Kunjung Jelas, Pelaku Usaha Butuh Kepastian Hukum di Momen Nataru
-
DPRD DKI Jamin Ekonomi Jakarta Tak Akan Mati karena Aturan Kawasan Tanpa Rokok
-
Romo F.X. Mudji Sutrisno, SJ Meninggal Dunia, Ketua STF Driyarkara Sampaikan Duka
-
Malam Tahun Baru 2026 Jalur Puncak Berlaku Car Free Night, Cek Jadwal Penyekatannya di Sini
-
Rilis Akhir Tahun 2025 Polda Riau: Kejahatan Anjlok, Perang Lawan Perusak Lingkungan Makin Sengit
-
Rekaman Tengah Malam Viral, Bongkar Aktivitas Truk Kayu di Jalan Lintas Medan-Banda Aceh