Suara.com - Politisi Partai Demokrat, Ulil Abshar Abdalla, mengaku heran dengan kemunculan isu makar karena secara objektif situasi politik menandakan bahwa pemerintah saat ini cukup kuat.
"Saya tidak tahu kenapa pemerintah sekarang takut sama makar, karena menurut saya tidak ada indikasi ke arah sana. Saya agak kurang paham mengapa muncul isu seperti ini," kata Ulil ditemui usai diskusi bertajuk "Pancasila dan Kebangsaan Kita" di Jakarta, Rabu malam (30/11/2016), seperti dilaporkan Antara.
Dia menilai pernyataan polisi mengenai makar juga agak ceroboh karena tidak ada indikasi yang sungguh-sungguh mengarah ke sana.
"Ya, paling demonstrasi saja. Selebihnya menurut saya tidak ada," kata pendiri Jaringan Islam Liberal (JIL) tersebut.
Ulil menilai sekarang ini pemerintahan Presiden Joko Widodo berada pada posisi yang kuat secara politik karena partai-partai sudah bisa dibujuk untuk menjadi bagian dari kekuatan pemerintah.
"Ada ancaman dari kelompok fundamentalis, tetapi itu sudah dari dulu, dari zaman pemerintahan sebelumnya juga sudah ada kelompok jihadis. Kelompok ini dari dulu impian mengubah pemerintahan Indonesia. Tetapi kenapa isu makar baru mencuat, apakah ada alasan spesifik, misalnya, saya kurang tahu," Ulil mengatakan bahwa mungkin saja kaum jihadis memanfaatkan demonstrasi tersebut, tetapi dia tidak melihat mengarah ke makar.
Dia juga mengatakan isu makar tersebut mengada-ada dengan melihat pada kondisi ekonomi yang tidak sedang krisis dan situasi sosial yang relatif dinamis.
"Menurut saya 'everything is controlled'. Sehingga tuduhan makar agak di luar konteks," ucap Ulil.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan pihaknya menjaga ketat aksi massa pada 25 November 2016 karena berpotensi mengandung upaya penggulingan pemerintahan.
Tito mengaku mendapat informasi bahwa ada "penyusup" di balik aksi demo tersebut dan akan menduduki gedung parlemen Senayan, Jakarta.
"Kalau itu bermaksud untuk menjatuhkan atau menggulingkan pemerintah, termasuk pasal makar," ujar Tito di Jakarta, Senin (21/11).
Tito mengatakan, berdasarkan undang-undang, menguasai gedung pemerintahan merupakan salah satu pelanggaran hukum. Terlebih lagi, Tito mendapat informasi bahwa ada sejumlah rapat terkait upaya menguasai DPR.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
-
Resmi Melantai di Bursa, Saham Superbank Melambung Tinggi
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
Terkini
-
Sultan Dorong Ekstensifikasi Sawit di Papua dengan Tetap Jaga Keseimbangan Ekologis
-
Jakarta Tumbuh, Warga Terpinggirkan: Potret Ketimpangan di Pulau Pari, Marunda, dan Bantargebang
-
Fakta Baru Kasus Kematian Bocah 9 Tahun di Cilegon, Polisi Temukan 19 Luka Benda Tajam
-
Serikat Pekerja: Rumus UMP 2026 Tidak Menjamin Kebutuhan Hidup Layak
-
Peringati Hari Migran Internasional, KP2MI Fokuskan Perhatian pada Anak Pekerja Migran
-
Tak Ada Barang Hilang, Apa Motif di Balik Pembunuhan Bocah 9 Tahun di Cilegon?
-
Diduga Serang Petugas dan TNI, 15 WNA China Dilaporkan PT SRM ke Polda Kalbar
-
Menkes Kirim 600 Dokter ke Aceh Mulai Pekan Depan, Fokus Wilayah Terisolasi
-
Prabowo Sindir Orang Pintar Jadi Pengkritik, Rocky Gerung: Berarti Pemerintah Kumpulan Orang Bodoh?
-
Imigrasi Ketapang Periksa 15 WNA China Usai Insiden Penyerangan di Tambang Emas PT SRM