Suara.com - Di era kebebasan pers saat ini, ternyata masih terjadi intimidasi terhadap para jurnalis dalam melaksanakan tugasnya, terutama di Papua.
Hal itu terangkum dalam hasil penelusuran delapan jurnalis dari berbagai media massa nasional selama empat hari di tiga kota di Papua, yakni Merauke, Timika dan Jayapura.
Perjalanan ini merupakan bagian dari program Strengthening Media and Society yang didukung oleh World Association of Newspapers and News Publisher (WAN-IFRA).
Intimidasi yang dialami oleh para jurnalis ini dilakukan baik aparat keamanan hingga tokoh masyarakat. Bahkan, sejumlah jurnalis perempuan di Jayapura juga mengalami pelecehan seks dari pejabat setempat.
Jurnalis Suara Pembaruan, Adi Marsiela mengungkapkan bahwa intimidasi dianggap sebagai hal yang biasa oleh para jurnalis di Jayapura.
“Ada beberapa kasus pelecehan seksual yang sudah dilaporkan, tetapi ada beberapa yang tidak dilaporkan,” ujar Adi saat jumpa pers hasil temuan delapan jurnalis yang tergabung dalam Media Freedom Committee di Jakarta, Sabtu (4/2/2017).
Pelecehan seksual terhadap jurnalis perempuan itu di antaranya berupa pesan-pesan lewat sms yang berujung pada pembicaraan yang menjurus pada hal-hal yang bersifat pribadi. Setidaknya, tercatat 10 kasus pelecehan terhadap jurnalis di Jayapura.
Ia juga mengungkapkan masih adanya perlakuan diskriminatif terhadap jurnalis asli Papua yang disebut OAP (Orang Asli Papua) dan jurnalis non OAP.
“Aparat non Papua hanya mau memberikan informasi kepada jurnalis non Papua, begitu juga sebaliknya,” ucap Pemimpin Redaksi Tabloid Jubi, Viktor Mambor.
Di samping itu, masih ada adanya stigmatisasi terhadap jurnalis antara yang pro merdeka dan pro NKRI membuat jurnalis menjadi terkotak-kotak dan hal ini dijadikan senjata bagi aparat untuk melakukan intimidasi.
Hal lain yang juga menjadi masalah bagi kebebasan pers di Papua adalah sebagian besar pendapatan media massa berasal dari perusahaan besar seperti Freeport di Timika atau pemerintah daerah. Tentu saja ini mengakibatkan berkurangnya independensi media-media tersebut.
Sementara itu di Merauke, meski tidak ada laporan adanya kekerasan fisik yang dilakukan aparat terhadap jurnalis, tetapi mereka mendapatkan ancaman psikis.
Di era pemerintahan Jokowi misalnya, terjadi pelarangan oleh aparat keamanan terhadap salah seorang jurnalis Merauke, Syech Boften dari media Papua Selatan Pos.
Ia sempat dilarang meliput kedatangan Jokowi pada tahun 2015 di Merauke untuk acara Panen Raya di Wapeko.
Pasalnya, ia memberitakan soal pembiaran lahan tanah adat yang seharusnya diolah menjadi sawah di daerah Kombe, Merauke. Dirinya juga ditelepon oleh pejabat pemerintah dan mengatakan jangan membuat berita yang dapat merusak citra Jokowi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
-
HUT ke 68 Bank Sumsel Babel, Jajan Cuma Rp68 Pakai QRIS BSB Mobile
-
6 Rekomendasi HP Snapdragon Paling Murah untuk Kebutuhan Sehari-hari, Mulai dari Rp 1 Jutaan
Terkini
-
Polda Undang Keluarga hingga KontraS Jumat Ini, 2 Kerangka Gosong di Gedung ACC Reno dan Farhan?
-
Saya Tanggung Jawab! Prabowo Ambil Alih Utang Whoosh, Sindir Jokowi?
-
Said Didu Curiga Prabowo Cabut 'Taring' Purbaya di Kasus Utang Whoosh: Demi Apa?
-
Tragedi KKN UIN Walisongo: 6 Fakta Pilu Mahasiswa Terseret Arus Sungai Hingga Tewas
-
Uya Kuya Dinyatakan Tidak Melanggar Kode Etik, Kini Aktif Lagi Sebagai Anggota DPR RI
-
Dendam Dipolisikan Kasus Narkoba, Carlos dkk Terancam Hukuman Mati Kasus Penembakan Husein
-
Sidang MKD: Adies Kadir Dinyatakan Tidak Melanggar Kode Etik, Diaktifkan Kembali sebagai Anggota DPR
-
Kronologi Guru di Trenggalek Dihajar Keluarga Murid di Rumahnya, Berawal dari Sita HP Siswi di Kelas
-
Mendadak Putra Mahkota Raja Solo Nyatakan Naik Tahta Jadi PB XIV di Hadapan Jasad Sang Ayah
-
IKJ Minta Dukungan Dana Abadi Kebudayaan, Pramono Anung Siap Tindaklanjuti