Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol. Budi Waseso (tengah) memimpin langsung gelaran razia gabungan di sejumlah kafe di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (30/12/2016) dini hari WIB [Suara.com/Agung Sandy Lesmana]
Baca 10 detik
Keluarga selama ini sudah berjuang untuk menyembuhkan Yeni Riawati lewat cara medis konvensional maupun alternatif. Tapi tak membuahkan hasil.
Sampai akhirnya, suami Yeni, Fidelis Arie Sudewarto, mencoba ekstrak ganja untuk mengobati penyakit Syringomyelia yang diderita Yeni. Penyakit langka ini menyerang tulang belakang, dimana kista berisi cairan (syrinx) muncul dalam sumsum tulang belakang.
Upaya memakai ganja medis pun berdampak baik bagi kesehatan Yeni sehingga dia bisa berinteraksi kembali dengan keluarga. Tapi sayangnya, hukum melarang penggunaan ganja untuk tujuan medis. Atas nama hukum pula, Badan Narkotika Nasional kemudian menahan Fidelis dengan barang bukti 39 pohon ganja yang ditanam di rumahnya hingga sekarang. Beberapa hari tanpa asupan obat yang Yeni butuhkan karena suaminya ditahan, mengakibatkan kesehatan Yeni turun drastis.
Sampai akhirnya warga Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, menghembuskan nafas yang terakhir pada Sabtu (25/3/2017).
Kasus ini memang dilematis. Penyidik BNN menangkap Fidelis karena tidak begitu saja percaya dengan alasannya menanam ganja. BNN menjalankan tugas berdasarkan undang-undang yang menegaskan siapapun dilarang menanam ganja dan memakainya.
Kepala BNN Budi Waseso menegaskan tidak ada mengampuni Fidelis yang kini sudah ditetapkan menjadi tersangka.
Analis Kebijakan Narkotika Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat Yohan Misero tidak menyalahkan sikap Budi Waseso yang sedang menegakkan hukum dari sisi hukum positif.
Tapi, kata Yohan, seharusnya aparat penegak hukum juga memandang dari sisi kemanusiaan, khusus untuk kasus Fidelis.
"Dari hukum positif yang dibicarakan BNN tak ada maslaah. Tapi kasus ini menunjukkan bahwa narkotika tak serta merta kita memandangnya sepolos itu saja, apalagi soal ganja manfaat kesehatannya banyak. Ini kita bicara soal kemanusiaan dalam kasus ini. Dia (Fidelis) hanya suami yang berjuang untuk istrinya," kata Yohan di kantor LBH Masyarakat, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (2/4/2017).
Yohan berharap kepada BNN untuk menghentikan penyidikan kasus Fidelis.
"Saya kira ini argumennya kemanusiaan kenapa tak diberikan kesempatan pada Pak Fidelis. Toh aturan pidana itu untuk mengatur chaos di tengah publik dan yang dibuat Pak Fidelis ini tak ada kekacauan," katanya.
Yohan sudah berkomunikasi dengan keluarga Fidelis di Kabupaten Sanggau. Jika nanti keluarga Fidelis ingin menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan kasus tersebut, Yohan siap memberikan bantuan. Fidelis ditahan sejak 19 Febuari 2017.
"Kami bukan pengacara Fidelis itu yang perlu ditekankan, tapi berkontak dengan keluarga dan pengacaranya jika mereka butuh bantuan dari Jakarta apapun itu, saya pikir dari LBH masyarakat dan kawan-kawan yang ingin reformasi kebijakan narkotika siap bantu," kata Yohan.
Sampai akhirnya, suami Yeni, Fidelis Arie Sudewarto, mencoba ekstrak ganja untuk mengobati penyakit Syringomyelia yang diderita Yeni. Penyakit langka ini menyerang tulang belakang, dimana kista berisi cairan (syrinx) muncul dalam sumsum tulang belakang.
Upaya memakai ganja medis pun berdampak baik bagi kesehatan Yeni sehingga dia bisa berinteraksi kembali dengan keluarga. Tapi sayangnya, hukum melarang penggunaan ganja untuk tujuan medis. Atas nama hukum pula, Badan Narkotika Nasional kemudian menahan Fidelis dengan barang bukti 39 pohon ganja yang ditanam di rumahnya hingga sekarang. Beberapa hari tanpa asupan obat yang Yeni butuhkan karena suaminya ditahan, mengakibatkan kesehatan Yeni turun drastis.
Sampai akhirnya warga Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, menghembuskan nafas yang terakhir pada Sabtu (25/3/2017).
Kasus ini memang dilematis. Penyidik BNN menangkap Fidelis karena tidak begitu saja percaya dengan alasannya menanam ganja. BNN menjalankan tugas berdasarkan undang-undang yang menegaskan siapapun dilarang menanam ganja dan memakainya.
Kepala BNN Budi Waseso menegaskan tidak ada mengampuni Fidelis yang kini sudah ditetapkan menjadi tersangka.
Analis Kebijakan Narkotika Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat Yohan Misero tidak menyalahkan sikap Budi Waseso yang sedang menegakkan hukum dari sisi hukum positif.
Tapi, kata Yohan, seharusnya aparat penegak hukum juga memandang dari sisi kemanusiaan, khusus untuk kasus Fidelis.
"Dari hukum positif yang dibicarakan BNN tak ada maslaah. Tapi kasus ini menunjukkan bahwa narkotika tak serta merta kita memandangnya sepolos itu saja, apalagi soal ganja manfaat kesehatannya banyak. Ini kita bicara soal kemanusiaan dalam kasus ini. Dia (Fidelis) hanya suami yang berjuang untuk istrinya," kata Yohan di kantor LBH Masyarakat, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (2/4/2017).
Yohan berharap kepada BNN untuk menghentikan penyidikan kasus Fidelis.
"Saya kira ini argumennya kemanusiaan kenapa tak diberikan kesempatan pada Pak Fidelis. Toh aturan pidana itu untuk mengatur chaos di tengah publik dan yang dibuat Pak Fidelis ini tak ada kekacauan," katanya.
Yohan sudah berkomunikasi dengan keluarga Fidelis di Kabupaten Sanggau. Jika nanti keluarga Fidelis ingin menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan kasus tersebut, Yohan siap memberikan bantuan. Fidelis ditahan sejak 19 Febuari 2017.
"Kami bukan pengacara Fidelis itu yang perlu ditekankan, tapi berkontak dengan keluarga dan pengacaranya jika mereka butuh bantuan dari Jakarta apapun itu, saya pikir dari LBH masyarakat dan kawan-kawan yang ingin reformasi kebijakan narkotika siap bantu," kata Yohan.
Komentar
Berita Terkait
-
Demi Upah Rp200 Ribu, Dua Pria Nekat Simpan 53 Kg Ganja Aceh di Kontrakan Jakarta Timur
-
Residivis Narkoba Jadikan Anak Kandung Kurir, Polisi Gagalkan Pengiriman 44 Kg Ganja ke Jakarta
-
Kepala BNN Ngaku Dukung Riset Ganja Medis: Kalau Bisa Dibuktikan, Mengapa Tidak?
-
Ganja Akhirnya Diteliti di Indonesia! Kepala BNN: Bila Oke Dibeli Pakai Resep Dokter
-
Detik-detik Jarred Dwayne Shaw Ditangkap soal Kasus Narkoba di Apartemen Cisauk
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO