Rizal Ramli. (suara.com/Nikolaus Tolen)
Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri Rizal Ramli mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi tengah menyelidiki kebijakan berupa Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002, yang dikeluarkan zaman Presiden Megawati Soekarnoputri. Inpres tersebut diteken Megawati sebagai dasar hukum penerbitan Surat Keterangan Lunas kepada para obligor penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
"Saya kira KPK masih dalam proses penyelidikan. Ada hal policy-nya yang salah, kebijakannya, tapi juga ada kemungkinan pelaksanaan yang salah," kata Rizal usai diperiksa penyidik di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta, Selasa (2/5/2017).
Rizal membandingkan penerbitan SKL BLBI kepada para obligor dengan kasus dana talangan atau bail out ke Bank Century di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurutnya dalam kasus Bank Century, sejak awal sudah salah dan kemudian dimaksudkan kategori merampok uang negara.
Namun, Rizal enggan menjelaskan apakah inpres yang diteken Megawati menyalahi aturan atau tidak. Rizal meminta hal tersebut ditanyakan langsung kepada KPK.
"Di dalam kasus BLBI ini, dalam Inpres ini tanya sama KPK saja. Semua ini masih diselidiki," kata Rizal.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan KPK belum berencana memeriksa Megawati dalam mengusut penerbitan SKL BLBI kepada BDNI milik Sjamsul Nursalim. KPK masih fokus mendalami keputusan yang diambil Badan Penyehatan Perbankan Nasional, yang ketika itu dipimpin Syafruddin Arsyad Temenggung, dalam menerbitkan SKL kepada para obligor penerima BLBI.
"Kita belum berandai-andai sejauh itu. Kita dalami fakta yang ingin didalami terutama BPPN, KKSK dan menteri dalam ruang lingkup dalam tahapan kebijakan impelentasi BLBI tersebut," katanya.
Dalam Inpres Nomor 8 Tahun 2002, Komite Kebijakan Sektor Keuangan, beranggotakan Menko Ekuin, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Menteri Negara BUMN, Jaksa Agung, Kapolri, serta Ketua BPPN. KKSK bertugas membahas dan memastikan apakah para obligor telah melunasi BLBI, sehingga bisa dikeluarkannya SKL oleh BPPN.
Kasus tersebut sekarang diusut KPK. Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan Syafruddin menjadi tersangka. Tindakan Syafruddin diduga merugikan keuangan negara hingga Rp3,7 triliun. Pasalnya, Sjamsul Nursalim baru melunasi Rp1,1 triliun, dari sisa utang Rp4,8 triliun.
KPK juga akan meminta keterangan Sjamsul Nursalim yang kini berada di Singapura.
"Saya kira KPK masih dalam proses penyelidikan. Ada hal policy-nya yang salah, kebijakannya, tapi juga ada kemungkinan pelaksanaan yang salah," kata Rizal usai diperiksa penyidik di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta, Selasa (2/5/2017).
Rizal membandingkan penerbitan SKL BLBI kepada para obligor dengan kasus dana talangan atau bail out ke Bank Century di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurutnya dalam kasus Bank Century, sejak awal sudah salah dan kemudian dimaksudkan kategori merampok uang negara.
Namun, Rizal enggan menjelaskan apakah inpres yang diteken Megawati menyalahi aturan atau tidak. Rizal meminta hal tersebut ditanyakan langsung kepada KPK.
"Di dalam kasus BLBI ini, dalam Inpres ini tanya sama KPK saja. Semua ini masih diselidiki," kata Rizal.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan KPK belum berencana memeriksa Megawati dalam mengusut penerbitan SKL BLBI kepada BDNI milik Sjamsul Nursalim. KPK masih fokus mendalami keputusan yang diambil Badan Penyehatan Perbankan Nasional, yang ketika itu dipimpin Syafruddin Arsyad Temenggung, dalam menerbitkan SKL kepada para obligor penerima BLBI.
"Kita belum berandai-andai sejauh itu. Kita dalami fakta yang ingin didalami terutama BPPN, KKSK dan menteri dalam ruang lingkup dalam tahapan kebijakan impelentasi BLBI tersebut," katanya.
Dalam Inpres Nomor 8 Tahun 2002, Komite Kebijakan Sektor Keuangan, beranggotakan Menko Ekuin, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Menteri Negara BUMN, Jaksa Agung, Kapolri, serta Ketua BPPN. KKSK bertugas membahas dan memastikan apakah para obligor telah melunasi BLBI, sehingga bisa dikeluarkannya SKL oleh BPPN.
Kasus tersebut sekarang diusut KPK. Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan Syafruddin menjadi tersangka. Tindakan Syafruddin diduga merugikan keuangan negara hingga Rp3,7 triliun. Pasalnya, Sjamsul Nursalim baru melunasi Rp1,1 triliun, dari sisa utang Rp4,8 triliun.
KPK juga akan meminta keterangan Sjamsul Nursalim yang kini berada di Singapura.
Komentar
Berita Terkait
-
Rizal Ramli Wafat, Luhut: Saya Bersaksi Engkau Adalah Orang yang Hebat
-
Prosesi Pemakaman Rizal Ramli di TPU Jeruk Purut
-
Melayat ke Rumah Duka, Anies Kenang Rizal Ramli sebagai Sosok Pejuang
-
Prabowo Kenang Sosok Rizal Ramli: Beliau Sahabat Saya, Intelektual yang Idealis
-
Prabowo Melayat ke Rumah Rizal Ramli dan Silaturahmi dengan Keluarga Almarhum
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Asmara Berujung Maut di Cilincing: Pemuda Tewas Dihabisi Rekan Sendiri, Kamar Kos Banjir Darah!
-
Video Gibran Tak Suka Baca Buku Viral Lagi, Netizen Bandingkan dengan Bung Hatta
-
KPK Ungkap Kasus Korupsi Kuota Haji, Libatkan Hampir 400 Biro Perjalanan
-
Nabire Diguncang Gempa Berkali-kali, Jaringan Internet Langsung Alami Gangguan
-
KPK Sita Uang Hingga Mobil dan Tanah dari Dirut BPR Jepara Artha dalam Kasus Kredit Fiktif
-
Terungkap! Modus Oknum Kemenag Peras Ustaz Khalid Basalamah dalam Kasus Kuota Haji
-
PWNU DKI Ingatkan soal Transformasi PAM Jaya: Jangan Sampai Air Bersih Jadi Barang Dagangan
-
Satgas PKH Tertibkan Tambang Ilegal di Maluku Utara: 100 Hektar Hutan Disegel, Denda Menanti!
-
Diungkap KPK, Ustaz Khalid Basalamah Beralih dari Haji Furoda ke Khusus Gegara Dihasut Oknum Kemenag
-
KPK Ungkap Modus 'Pecah Kuota' Biro Haji: Sengaja Ciptakan Kelangkaan Demi Harga Mahal