Karena tak mau menjadi kasus berkepanjangan yang bisa “merongrong” kekuasaan Orde Baru, majelis hakim memvonis HB Jassin satu tahun penjara dengan masa percobaan dua bulan.
Jassin menerima vonis tersebut, dan harus menanggung stigma banyak pihak sebagai orang yang ikut menistakan agama. Tapi, diam-diam, banyak kalangan yang menyimpan kegundahan dan ketidaksetujuan atas vonis hakim tersebut.
Hingga Jassin wafat tahun 2000 silam, ia tetap bungkam. Jati diri sebenarnya Ki Padji Kusmin tetap menjadi rahasia yang dibawa dirinya hingga liang lahat.
Survei Arswendo hingga Wahyu Lia Eden
Setelah kasus HB Jassin dan Ki Pandji Kusmin dianggap selesai oleh pemerintah dan terlupakan oleh masyarakat, awal dua dekade berikutnya Indonesia kembali digemparkan oleh kasus yang lagi-lagi secara subjektif dinilai sebagai penodaan agama.
Tahun 1990, Tabloid Monitor memublikasikan hasil survei yang sebenarnya hendak menunjukkan kritik terhadap penguasa Orba, Soeharto.
Tabloid tersebut, meminta pembaca setianya mengirimkan kartu pos berisi nama tokoh yang diidolakan melalui kartu pos yang ditujukan ke alamat redaksi. Para pembaca dibebaskan menuliskan siapa saja tokoh idolanya, bahkan nama pacarnya sendiri sekali pun.
Tak disangka-sangka, redaksi Monitor menerima lebih dari 33.000 kartu pos. Setelah diolah, redaksi lantas memuat hasil polling bertajuk “Kagum 5 Juta” di tabloid edisi 15 Oktober 1990.
Bagaimana hasil polling itu? Soeharto si penguasa berada di urutan pertama. Posisi kedua dan ketiga masing-masing diisi oleh BJ Habibie dan Soekarno. Iwan Fals, penyanyi kontroversial pada saat itu, berada di urutan keempat.
Baca Juga: Pesta Gol di Kandang Stoke, Arsenal Jaga Asa ke Eropa Musim Depan
Uniknya, pada posisi 10, terdapat Arswendo Atmowiloto—penulis dan juga wartawan tabloid itu. Satu strip di bawahnya, tertera nama Nabi Muhammad SAW, pada urutan ke-11.
Sontak urutan polling tersebut dianggap melecehkan agama. Arswendo disebut tak pantas berada di atas Nabi Muhammad.
Arswendo lantas dihadapkan ke muka pengadilan. Mudah ditebak, ia divonis bersalah dan harus mendekam dalam penjara selama empat tahun enam bulan.
Selang empat tahun, tepatnya 1994, giliran Permadi yang kala itu masih menyandang status paranormal beken menjadi pesakitan kasus penodaan agama.
Permadi, yang pada era reformasi dikenal sebagai politikus, dianggap menghina agama ketika menjadi pembicara dalam diskusi di Universitas Gadjah Mada, 28 April 1994.
Dalam diskusi itu, Permadi mengkritik Soeharto dan rezim Orba sebagai pemerintahan kediktatoran.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO