Suara.com - Aktivis International People's Tribunal 1965 (IPT 65) Reza Muharam, membantah klaim aparat kepolisian yang membubarkan acara lokakarya organisasinya karena dianggap erat terkait Partai Komunis Indonesia (PKI).
Klaim tersebut sebelumnya diutarakan Kapolres Metro Jakarta Timur Komisaris Besar Andry Wibowo.
"Siapa yang bilang itu kegiatan PKI? Saat membubarkan, mereka tidak memberikan alasan seperti itu. Mereka hanya beralasan lokakarya kami itu tidak ada izin,” tutur Reza dalam konferensi pers di kantor Komisi Nasional Perempuan,Jakarta, Rabu (2/8/2017).
Karenanya, ia mempertanyakan pasal-pasal hukum yang dijadikan dasar aparat kepolisikan melakukan pembubaran lokakarya IPT 65.
Pasalnya, kegiatan lokakarya IPT 65 itu bukan kegiatan di muka umum yang harus meminta izin aparat kepolisian. Sebaliknya, kegiatan tersebut bersifat eksklusif karena digelar di ruangan tertutup.
"Malah saya tantang kemarin, pasal apa yang kami langgar, terus mereka tak bisa jawab. Mereka Cuma bilang soal perizinan. Saya terangkan, untuk kegiatan yang bersifat privasi, apalagi dalam ruangan tertutup dan yang datang bukan umum, tidak diharuskan minta izin,” tuturnya.
Bahkan, aparat kepolisian secara arogan tanpa dasar jelas justru mengatakan setiap kegiatan dari acara sunatan hingga politik harus minta izin dari kepolisian.
"Jawaban seperti itu tidak memunyai dasar hukum jelas. Itu namanya polisi menjadi penguasa lokal, kalau setiap kegiatan harus minta izin. Kami tidak takut terhadap tipu-tipu daya itu, apalagi kami tahu mereka melanggar. Petugas hukum yang melanggar hukum harusnya dipecat," tegasnya.
Karenanya, Reza menegaskan lokakarya itu tetap dilakukan meski tempatnya dipindahkan. “Kemarin dipindahkan ke kantor LBH Jakarta. Hari ini, digelar di gedung Komnas Perempuan,” tukasnya.
Direktur Internasional Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mengatakan, pembubaran lokakarya IPT 65 merupakan dampak dari penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat (Perppu Ormas).
"Kekhawatirannya, peristiwa pembubaran ini berdampak panjang dan khususnya setelah pemberlakuan Perppu Ormas yang berkaitan dengan pembubaran ormas," kata Usman.
Ia menilai, lokakarya yang membahas tragedi 1965 seharusnya tidak dibubarkan. Pasalnya, pada tahun 2016, pemerintah Jokowi sudah memberi dukungan dengan digelarnya simposium.
"Tindakan pembubaran seharusnya tidak lagi terjadi. Tahun 2016, Jokowi memberi dukungan digelarnya simposium tentang pembunuhan massal. Pembuaran acara ini berarti menunjukkan suatu kemunduran. Terlebih Jokowi berkali-kali berkomitmen untuk menyelesaikan tragedi 1965 baik yudisial maupun nonyudisial," terangnya.
Berita Terkait
-
Ribka Tjiptaning Dilaporkan ke Polisi, Data Kedubes AS Ungkap Dugaan Pembantaian Massal
-
Potret Presiden Prabowo Pimpin Langsung Upacara Hari Kesaktian Pancasila 2025
-
Arsitektur Sunyi 'Kremlin', Ruang Siksa Rahasia Orba yang Sengaja Dilupakan
-
Malam Ini 3 Stasiun TV Nasional Tayangkan Film Legendaris G30S PKI, Mana Saja?
-
Menyusuri Jejak Ingatan yang Memudar, Penjara Tapol PKI di Jakarta
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Jaksa Bongkar Akal Bulus Proyek Chromebook, Manipulasi E-Katalog Rugikan Negara Rp9,2 Miliar
-
Mobil Ringsek, Ini 7 Fakta Kecelakaan KA Bandara Tabrak Minibus di Perlintasan Sebidang Kalideres
-
Giliran Rumah Kajari Kabupaten Bekasi Disegel KPK
-
Seskab Teddy Jawab Tudingan Lamban: Perintah Prabowo Turun di Hari Pertama Banjir Sumatra
-
7 Fakta Warga Aceh Kibarkan Bendera Putih yang Bikin Mendagri Minta Maaf
-
Skema WFA ASN dan Pegawai Swasta Nataru 2025, Termasuk TNI dan Polri
-
Pakar Hukum Unair: Perpol Jabatan Sipil Polri 'Ingkar Konstitusi', Prabowo Didesak Turun Tangan
-
Duka Sumut Kian Pekat, Korban Jiwa Bencana Alam Bertambah Jadi 369 Orang
-
Polisi Tantang Balik Roy Suryo dkk di Kasus Ijazah Jokowi: Silakan Ajukan Praperadilan!
-
Besok Diprediksi Jadi Puncak Arus Mudik Nataru ke Jogja, Exit Prambanan Jadi Perhatian