"Pengambilalihan lahan garapan oleh militer itu tanpa kompensasi bagi petani kecil, melainkan melalui ancaman jika mereka mencoba melawan. Perebutan lahan ini terus berlanjut selama beberapa dekade namun telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir," tulis Saskia.
Ketika persekusi militer terhadap Rohingnya kembali menghebat pada tahun 2012, alokasi lahan hasil akuisisi mliter Myanmar untuk keperluan proyek swasta besar juga mengalami peningkatan, yakni mencapai 170 persen.
Pada tahun yang sama dengan aksi militer di Rakhine, pemerintah Myanmar juga merevisi undang-undang pokok agraria dan pertahanan agar mendukung proses akuisisi yang menguntungkan perusahaan-perusahaan besar.
Hamparan data tersebut lantas membawa Saskia terhadap satu kecurigaan, "Apakah penganiayaan yang tajam dari kelompok Rohingya dan kelompok minoritas lainnya mungkin bukan karena didasari masalah agama maupun etnis, tapi kepentingan ekonomi militer?"
Sasksia cenderung menilai, operasi militer Myanmar yang membawa banyak korban di kalangan Rohingya itu justru agar mereka terusir dan bisa mengambilalih lahan-lahan garapan guna dijual atau disewakan kepada perusahaan-perusahaan besar.
Prasangka ilmiah tersebut bukan tanpa alasan. Memasuki tahun 2017, pemerintah Myanmar memberikan 1.268.077 hektare lahan di wilayah Rohingya untuk ekspansi perusahaan swasta di area pedesaan.
Pemberian lahan itu cenderung meningkat kalau dibandingkan alokasi formal lahan garapan yang dikuasai militer terhadap swasta tahun 2012, yakni 7.000 hektare.
"Sampai batas tertentu, fokus dunia internasional terhadap konflik Rohingya yang hanya terpaku pada persoalan agama telah menutupi aksi perampasan tanah yang luas. Warga Rohingya sendiri tak bisa melihat motif ekonomi ini karena wacana mengenai agama tersebut," terang Saskia.
Siapakah Rohingya?
Baca Juga: Setara: Indonesia Harus Pelopori Invervensi Kemanusiaan Rohingya
Rohingya adalah etnis minoritas Muslim yang sejak abad ke-15 telah mendiami kawasan Myanmar. Mereka ketika itu mendirikan sebuah kerajaan yang bernama Arakan.
Kata "Rohingya" sendiri merupakan istilah identifikasi diri yang baru muncul era 1950-an. Sejumlah ilmuwan sosial menilai kata "Rohingya" merujuk pada identitas kolektif dan politis etnis Arakan.
Etnis ini mayoritas berdiam di wilayah timur Rakhine, yakni salah satu daerah paling miskin di Myanmar, meski memunyai lahan garapan terbilang luas dan subur.
"Warga Rohingya di Rakhine hidup dalam kemiskinan. Sebanyak 78 persen rumah tangga warga Rohingya hidup di bawah garis kemiskinan," demikian tertulis dalam laporan rutin Bank Dunia yang dirilis April 2016.
"Kemiskinan memungkinkan militer melakukan pengusiran mereka, untuk memberi ruang bagi proyek pembangunan," jelas Saskia menangapi komparasi data tersebut.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 5 Mobil Bekas yang Perawatannya Mahal, Ada SUV dan MPV
- 5 Perbedaan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang Sering Dianggap Sama
- 5 Mobil SUV Bekas Terbaik di Bawah Rp 100 Juta, Keluarga Nyaman Pergi Jauh
- 13 Promo Makanan Spesial Hari Natal 2025, Banyak Diskon dan Paket Hemat
Pilihan
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
-
Libur Nataru di Kota Solo: Volume Kendaraan Menurun, Rumah Jokowi Ramai Dikunjungi Wisatawan
-
Genjot Daya Beli Akhir Tahun, Pemerintah Percepat Penyaluran BLT Kesra untuk 29,9 Juta Keluarga
Terkini
-
800 Polantas Bakal Dikerahkan Blokade Sudirman-Thamrin di Malam Tahun Baru 2026
-
Kapuspen TNI: Pembubaran Massa di Aceh Persuasif dan Sesuai Hukum
-
Jangan Terjebak, Ini Skema Rekayasa Lalin Total di Sudirman-Thamrin Saat Malam Tahun Baru 2026
-
Viral Dosen UIM Makassar, Ludahi Kasir Perempuan Gegara Tak Terima Ditegur Serobot Antrean
-
Jadi Wilayah Paling Terdampak, Bantuan Akhirnya Tembus Dusun Pantai Tinjau Aceh Tamiang
-
Elite PBNU Sepakat Damai, Gus Ipul: Di NU Biasa Awalnya Gegeran, Akhirnya Gergeran
-
Ragunan Penuh Ribuan Pengunjung, Kapolda: 151 Polisi Disiagakan, Copet Nihil
-
Tolak UMP 2026, Buruh Bakal Gugat ke PTUN dan Kepung Istana
-
Kecelakan Hari Ini: Motor Kebut Tabrak Viar Pedagang Tahu Bulat di Kalimalang, Satu Pemuda Tewas
-
Buruh Tolak Keras UMP Jakarta 2026: Masa Gaji Bank di Sudirman Kalah dari Pabrik Panci Karawang