Ilustrasi sidang paripurna DPR [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia Petrus Selestinus menilai sikap anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Henry Yosodiningrat justru mengungkap agenda tersembunyi panitia khusus angket terhadap KPK. Sebelumnya, Henry menyampaikan wacana pembekuan KPK untuk sementara waktu.
"Agenda tersembunyi di balik pansus hak angket KPK yaitu membekukan KPK sekaligus sebagai sebuah peringatan bahwa KPK berada dalam posisi lampu kuning menuju pembubaran," kata Petrus, Senin (11/9/2017).
Petrus menyamakan kasus ini dengan pernyataan kader PDI Perjuangan ketika DPR dan (mantan) Presiden Megawati Soekarnoputri hendak membubarkan Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara pada tahun 2004.
Petrus mengatakan pembentukan pansus KPK bukan hanya karena sejumlah anggota dewan diduga ikut menerima uang hasil proyek e-KTP, tetapi juga diduga kuat karena tiga partai disebut jaksa penuntut umum KPK dalam surat dakwaan terhadap terdakwa Irman, Sugiharto, dan Andi Narogong.
"Mereka menerima jatah proyek E-KTP masing-masing Partai Golkar Rp150 miliar, Demokrat Rp150 miliar dan PDIP sebesar Rp80 miliar," katanya.
Pernyataan Henry dinilai Petrus sebagai manuver Partai Demokrat, Golkar, dan PDIP untuk melawan KPK.
"Pertarungan DPR RI dengan KPK secara head to head dalam posisi berhadap-hadapan saat ini, akan menentukan, apakah KPK yang dibekukan kegiatannya atau Partai Demokrat, Golkar, dan PDIP yang harus dibekukan," kata Petrus.
Petrus mengatakan KPK dan pimpinan lembaga tersebut terus menerus digoyang.
"Praperadilan Novanto dan usul pembekuan KPK oleh Henry Yosodiningrat merupakan sebuah rangkaian intimidasi terhadap KPK dan terhadap masyarakat luas. Karena masyarakat masih mendambakan sebuah pemerintahan yang dikelola oleh penyelenggara negara yang bersih dan bebas seperti KPK," kata Petrus.
"Agenda tersembunyi di balik pansus hak angket KPK yaitu membekukan KPK sekaligus sebagai sebuah peringatan bahwa KPK berada dalam posisi lampu kuning menuju pembubaran," kata Petrus, Senin (11/9/2017).
Petrus menyamakan kasus ini dengan pernyataan kader PDI Perjuangan ketika DPR dan (mantan) Presiden Megawati Soekarnoputri hendak membubarkan Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara pada tahun 2004.
Petrus mengatakan pembentukan pansus KPK bukan hanya karena sejumlah anggota dewan diduga ikut menerima uang hasil proyek e-KTP, tetapi juga diduga kuat karena tiga partai disebut jaksa penuntut umum KPK dalam surat dakwaan terhadap terdakwa Irman, Sugiharto, dan Andi Narogong.
"Mereka menerima jatah proyek E-KTP masing-masing Partai Golkar Rp150 miliar, Demokrat Rp150 miliar dan PDIP sebesar Rp80 miliar," katanya.
Pernyataan Henry dinilai Petrus sebagai manuver Partai Demokrat, Golkar, dan PDIP untuk melawan KPK.
"Pertarungan DPR RI dengan KPK secara head to head dalam posisi berhadap-hadapan saat ini, akan menentukan, apakah KPK yang dibekukan kegiatannya atau Partai Demokrat, Golkar, dan PDIP yang harus dibekukan," kata Petrus.
Petrus mengatakan KPK dan pimpinan lembaga tersebut terus menerus digoyang.
"Praperadilan Novanto dan usul pembekuan KPK oleh Henry Yosodiningrat merupakan sebuah rangkaian intimidasi terhadap KPK dan terhadap masyarakat luas. Karena masyarakat masih mendambakan sebuah pemerintahan yang dikelola oleh penyelenggara negara yang bersih dan bebas seperti KPK," kata Petrus.
Tag
Komentar
Berita Terkait
-
Anggota DPR, Satori Diperiksa KPK Sebagai Tersangka Korupsi CSR BI-OJK
-
Ustaz Khalid Basalamah Kembalikan Uang ke KPK, Terjebak Pusaran Korupsi Kuota Haji?
-
PBNU Tegaskan Tak Terlibat Korupsi Kuota Haji, Dukung Penuh KPK
-
Skandal Kuota Haji: Ustaz Khalid Basalamah Kembalikan Uang ke KPK
-
Lawan KPK di Pengadilan, Kakak Hary Tanoesoedibjo Minta Status Tersangka Digugurkan!
Terpopuler
- Panglima TNI Kunjungi PPAD, Pererat Silaturahmi dan Apresiasi Peran Purnawirawan
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- Profil Komjen Suyudi Ario Seto, Calon Pengganti Kapolri Listyo Sigit Prabowo?
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
Pilihan
-
Desy Yanthi Utami: Anggota DPRD Bolos 6 Bulan, Gaji dan Tunjangan Puluhan Juta
-
Kabar Gembira! Pemerintah Bebaskan Pajak Gaji di Bawah Rp10 Juta
-
Pengumuman Seleksi PMO Koperasi Merah Putih Diundur, Cek Jadwal Wawancara Terbaru
-
4 Rekomendasi HP Tecno Rp 2 Jutaan, Baterai Awet Pilihan Terbaik September 2025
-
Turun Tipis, Harga Emas Antam Hari Ini Dipatok Rp 2.093.000 per Gram
Terkini
-
Masih Sebatas Usulan, Menteri HAM Ternyata Belum Sampaikan ke DPR soal Lapangan Demo
-
Integrasi Data dengan Dukcapil Percepat Proses Layanan BRI
-
Giliran Gen Z Timor Leste Demo! Dipicu Pembelian Toyota Prado untuk Anggota DPR
-
Bursa Calon Menko Polkam: Sjafrie, Hadi, Tito, hingga Dudung, Siapa Pilihan Prabowo Gantikan BG?
-
Pemerintah Punya Target Besar, 8 Paket Kebijakan Ekonomi Jadi 'Jurus' Capai Pertumbuhan 5,2 Persen
-
Koalisi RFP: Draf RUU KUHAP Justru Jadikan Polisi 'Super Power', Harus Dibatalkan
-
Heboh Akun Instagram Tunjukkan Gaya Flexing Pejabat dan Keluarganya, Asal-Usulnya Dipertanyakan
-
Ustaz Khalid Basalamah Kembalikan Uang ke KPK, Terjebak Pusaran Korupsi Kuota Haji?
-
Kemensos Buka 'Pintu Ampun' 600 Ribu Rekening Bermasalah Bisa Terima Bansos Lagi, Ini Syaratnya
-
Interflour Gandeng Sekolah Vokasi IPB, Cetak Profesional Kuliner dan Bongkar Tren Kue Artistik 2025