Pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang dibahas oleh Panitia Kerja RUU KUHP Komisi III DPR RI telah berlangsung setidaknya lebih dari 2 tahun. Sebagian besar Buku I dan II telah selesai dibahas pada Oktober 2017 ini.
Tim pemerintah sedang menelaah kembali pasal-pasal RUU KUHP melalui proofreader yang terdiri dari beberapa akademisi ahli hukum pidana dan rencananya hari ini, Senin (9/10/2017), tim pemerintah akan menyampaikan hasil proofreadnya kepada Timus (Tim Perumus) dan Timsin (Tim Sinkronisasi) pilihan anggota Panja RUU KUHP Komisi III.
"Dari pasal-pasal yang sudah selesai dibahas, terdapat di dalamnya pasal mengenai Tindak Pidana Terhadap Proses Peradilan atau contempt of court Pasal 328 dan 329 RUU KUHP yang kami anggap berpotensi mengancam kebebasan pers dan berekspresi yang sudah dijamin oleh konstitusi Indonesia," kata Ketua Bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, Iman Dwi Nugroho, di Jakarta, Senin (9/10/2017).
Selain itu, pemerintah menyatakan bahwa Pasal 328 RUU KUHP diadopsi dari Pasal 217 KUHP. Namun, di saat yang sama, pemerintah justru tidak konsisten karena kemudian menyebutkan bahwa Pasal 328 tidak hanya ditujukan untuk kondisi dalam ruang sidang sebagaimana pengaturan Pasal 217, melainkan juga berlaku dalam seluruh proses peradilan dari penyidikan sampai dengan pengadilan.
"Di lain hal pemerintah dan DPR tidak menyadari atau tidak sama sekali membahas mengenai perbedaan ancaman pidana yang sangat jauh, yaitu tiga minggu dalam Pasal 217 menjadi 5 tahun dalam Pasal 328," jelasnya.
Senada dengan Iman, Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum Pers, Nawawi Bahrudin mengatakan bahwa Pasal 329 dalam RUU KUHP bermasalah. Isi draft pasal tersebut adalah : Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV bagi setiap orang yang secara melawan hukum:
c. Menghina hakim atau menyerang integritas atau sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan; atau
d. Mempublikasikan atau membolehkan untuk dipubli¬kasikan segala sesuatu yang menimbulkan akibat yang dapat mempengaruhi sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan.
Menurut Nawani, Pasal RUU KUHP di atas bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Dimana dalam Pasal 4 UU Pers berisi tiga hal, antara lain:
1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau
pelarangan penyiaran.
3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak
mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Baca Juga: LBH Pers Kecam Aksi Pengepungan Kantor YLBHI
"Dalam Pasal 329 huruf c, diatur mengenai penghinaan terhadap hakim dan integritas hakim. Frasa integritas hakim kemungkinan besar akan menimbulkan multitafsir dan menjadi “pasal karet” sehingga berpotensi menyasar siapa saja yang mencoba mengkritisi hakim," ujarnya.
Pasal 329 huruf d pasal ini sangat bersinggungan dengan kebebasan berpendapat, hak atas informasi dan kemerdekaan pers. Pasal ini seakan-akan hakim yang memihak ke salah satu pihak karena dipengaruhi oleh masyarakat atau media atau menyalahkan masyarakat yang mencoba kritis. "Padahal jauh lebih dari itu sejatinya, hakim dan pengadilan justru harus mampu menerapakan prinsip independensi yang tidak bisa dipengaruhi oleh hal apapun," tambahnya.
Ketua AJI Jakarta, Ahmad Nurhasim, mengatakan bahwa pengaturan secara khusus mengenai Tindak Pidana Terhadap Proses Peradilan atau contempt of court dalam RUU KUHP seharusnya tidak diperlukan. Hal ini disebabkan karena dalam sistem peradilan yang dianut di Indonesia, hakim memiliki kekuasaan yang sangat besar dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara. Sehingga apabila terdapat ketentuan mengenai tindak pidana terhadap proses peradilan (contempt of court) dalam RUU KUHP, dikhawatirkan akan semakin memperkuat kedudukan hakim dalam proses peradilan.
"Akibatnya, tidak ada satu lembaga atau kekuasaan pun yang dapat melakukan kontrol terhadap kinerja para hakim dalam menjalankan tugasnya," katanya.
Selain itu AJI, LBH Pers, maupun Federasi Serikat Pekerja Media Independen menilai bahwa kondisi ini bisa sangat berbahaya karena pasal-pasal yang ada dalam contempt of court sangat sangat berpotensi melanggar kemerdekaan pers dan hak asasi manusia. Misalnya saja larangan untuk mempublikasikan segala sesuatu yang menimbulkan akibat yang dapat mempengaruhi sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan. Tidak ada ukuran yang jelas dan indikator bagaimana hakim bisa terpengaruhi dengan publikasi yang dimaksud. Walaupun begitu, sesungguhnya sudah ada pranata Dewan Pers yang bisa mengadili masalah pers sehingga tidak perlu ada hukum pidana.
"Atas ancaman demokrasi di atas, kami sangat prihatin dan menyerukan kepada masyarakat khususnya kepada insan pers untuk memantau aktif dan memberikan masukan kepada Timus (Tim Perumus) dan Timsin (Tim Sinkronisasi) atau meminta DPR RI dan pemerintah mempertimbangkan ulang ketentuan-ketantuan yang berpotensi melanggar hak asasi manusia khususnya hak berekspresi dan kemerdekaan pers," tutup Sasmito, Ketua FSPMI.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Snapdragon Paling Murah untuk Kebutuhan Sehari-hari, Mulai dari Rp 1 Jutaan
-
7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
-
Nova Arianto Ungkap Biang Kerok Kekalahan Timnas Indonesia U-17 dari Zambia
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
Terkini
-
Identitas 2 Kerangka Gosong di Gedung ACC Diumumkan Besok, Polda Undang Keluarga Reno, Ada Apa?
-
Berdayakan UMKM dan Keuangan Inklusif Desa, BNI Raih Outstanding Contribution to Empowering MSMEs
-
Heboh Pria Cepak di Tanah Abang Tabrakan Diri ke Mobil, Aksinya Diolok-olok: Akting Kurang Natural
-
Dibiayai Rakyat Sampai Masuk Lubang Kubur, Menhan Minta Prajurit TNI Hormati dan Lindungi Rakyat
-
Prabowo 'Gebrak Meja', Utang Whoosh Rp1,2 T per Tahun Dibayar Pakai Duit Rampasan Koruptor
-
Terkuak! Alasan Bripda W Habisi Dosen di Jambi, Skenario Licik Gagal Total Gara-gara Wig
-
Cekik hingga Tinju Korbannya, 2 Cewek Kasus Penganiayaan di Sulsel Cuma Dihukum Bersihkan Posyandu
-
Istana Pasang Badan! 7 Fakta Prabowo Siap Gelontorkan Rp1,2 T per Tahun untuk Bayar Utang Whoosh
-
Detik-detik Mengerikan Banjir Bandang Seret Mahasiswa KKN UIN Walisongo di Kendal, 3 Tewas 3 Hilang
-
Keji! Nenek Mutmainah Tewas, Jasadnya Diduga Dibakar dan Dibuang Perampok ke Hutan