Suara.com - Politik uang dan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) diprediksi masih marak pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2018 dan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2019.
Hal itu disebabkan oleh sikap politikus atau pendukungnya tidak merasa bersalah dengan perbuatannya tersebut.
"Suka tidak suka, masalah politik uang dan SARA akan menjadi isu yang paling menonjol. Padahal perbuatan politik uang dan SARA merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh UU," kata Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia, Petrus Selestinus, dalam "Catatan Akhir Tahun 2017 TPDI" kepada wartawan, Sabtu (30/12/2017).
Petrus mengatakan, aparat penegak hukum memahami bahwa politik uang dan SARA adalah pelanggaran dalam berdemokrasi.
Namun, tidak adanya keinginan dari aparat tersebut yang menyebabkan pelanggaran tersebut bertahan hingga Pemilu berikutnya.
"Mengapa aparat penegak hukum sulit menindaknya dan terkesan seperti membiarkannya terus terjadi tanpa dapat menahan kehendak para pelaku politik uang dan SARA? Masalahnya, terletak pada tidak adanya political will pembentuk UU untuk mengatur secara komprehensif dengan sanksi hukum yang berat terhadap pelaku kejahatan politik uang dan SARA," katanya.
Petrus menilai, kebijakan legislasi dalam pengaturan pasal politik uang dalam UU Pilkada dan Pilpres hanya secara sumir dan dengan ancaman pidana yang ringan sehingga cenderung diskriminatif. Dan hal itupun hanya terhadap pasangan calon dan tim sukses yang melakukan politik uang.
"Lalu bagaimana dengan kejahatan politik uang yang dilakukan oleh mereka yang di luar pasangan calon, timses dan di luar masa kampanye, tidak dijangkau oleh ketentuan ini," kata Petrus.
"Begitu pula dengan ancaman pidana SARA dalam UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan dalam UU ITE jauh lebih berat, telah dinegasikan oleh ketentuan SARA di dalam Pasal 69 UU Pilkada. Inilah yang menyebabkan subur dan berkembangnya kejahatan politik uang dan SARA yang paling ditakuti," tambahnya.
Baca Juga: Kapolda Metro Jaya Klaim Angka Kriminalitas Turun di 2017
Menurut advokat Peradi tersebut, ancaman pidana ringan serta proses hukum yang sederhana membuat orang tidak takut melakukan kejahatan politik uang dan SARA.
Dan hal itu didorong oleh tujuan akhir yang hendak dicapai dalam sebuah pemilihan, yaitu mendapatkan kekuasaan politik yang besar dan menggiurkan.
Karena itu, dia mengatakan, jika dilihat dari dampak yang ditimbulkannya, maka kejahatan politik uang dan SARA, sama-sama menimbulkan daya rusak yang tingggi pada tatanan demokrasi, budaya dan tradisi masyarakat yang pada gilirannya mengancam eksistensi Pancasila sebagai dasar ideologi negara.
"Ancaman pidana yang terlalu ringan terhadap pelaku kejahatan poltik uang dan SARA di dalam UU Pilkada dan UU Pilpres, merupakan sebuah grand design kekuatan politik tertentu di DPR yang berusaha membangun kekuatan politik identitas, melalui Pilkada dan Pilpres untuk tujuan jangka panjang. Sementara pemerintah berada di posisi kecolongan ketika mengesahkan UU Pilkada dan Pilpres," tutur Petrus.
Petrus memprediksi, isu SARA bisa menimbulkan efek jangka panjang, karena antar pemilih dibenturkan pada persoalan primordial atas dasar ideologi, budaya, asal usul dan lain sebagainya.
Sehingga warga masyarakat, lanjutnya, akan terbelah secara sosial budaya karena pertentangan dalam perbedaan politik identitas yang dipertajam.
Berita Terkait
-
Bukan Gagal, Ini Alasan Sebenarnya Sara Wijayanto dan Demian Aditya Setop Program Hamil
-
Sara Fajira Kesurupan saat Jadi Kuntilanak, Tiba-Tiba Curhat Pakai Bahasa Jawa
-
Anya Geraldine Buka Kisah Lama, Nyaris Jadi Korban Pelecehan Seksual saat SMP
-
Kemendagri Beberkan 'Penyakit Kronis' Demokrasi: Politik Uang Merajalela Akibat Banyak Warga Miskin!
-
Acara Xpose Uncensored Dinilai Picu Kebencian SARA, Trans7 Dipolisikan Pakai Pasal Penodaan Agama
Terpopuler
- 5 Pilihan Produk Viva untuk Menghilangkan Flek Hitam, Harga Rp20 Ribuan
- 7 Mobil Bekas di Bawah Rp50 Juta untuk Anak Muda, Desain Timeless Anti Mati Gaya
- 7 Rekomendasi Mobil Matic Bekas di Bawah 50 Juta, Irit dan Bandel untuk Harian
- 5 Mobil Mungil 70 Jutaan untuk Libur Akhir Tahun: Cocok untuk Milenial, Gen-Z dan Keluarga Kecil
- 7 Sunscreen Mengandung Niacinamide untuk Mengurangi Flek Hitam, Semua di Bawah Rp60 Ribu
Pilihan
-
BREAKING NEWS! Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi Wafat
-
Harga Emas Turun Hari ini: Emas Galeri di Pegadaian Rp 2,3 Jutaan, Antam 'Kosong'
-
Trik Rahasia Belanja Kosmetik di 11.11, Biar Tetap Hemat dan Tetap Glowing
-
4 HP Memori 512 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer dan Konten Kreator
-
3 Rekomendasi HP Infinix 1 Jutaan, Speknya Setara Rp3 Jutaan
Terkini
-
Baharuddin Lopa: Jaksa Agung Pemberani Usut Kasus Soeharto Hingga Koruptor Kelas Kakap
-
Semalam GBK Macet Parah Jelang Konser BLACKPINK, Polisi Lakukan Rekayasa Lalu Lintas
-
David Van Reybrouck Kritik Wacana Soeharto Jadi Pahlawan: Lupa Sejarah, Bahaya Besar!
-
Kronologi Truk Tanki 2.400 liter BBM Terbakar di Cianjur, Sebabkan Ledakan Mencekam
-
5 Fakta dan Pihak-pihak yang Terlibat Perang Sudan
-
Mau Perkuat Partai yang Dipimpin Prabowo, Budi Arie Bicara Soal Kapan Masuk Gerindra
-
Dasco: Gerindra Siap Tampung Gelombang Relawan Projo!
-
PLN Electric Run 2025 Siap Start Besok, Ribuan Pelari Dukung Gerakan Transisi Energi Bersih
-
Merapat ke Prabowo, Budi Arie Bicara Kemungkinan Jokowi Tak Lagi Jadi Dewan Penasihat Projo!
-
Hujan Lebat Iringi Megawati Ziarah ke Makam Bung Karno di Blitar, Begini Momennya