Suara.com - Sejumlah advokat dari Tim Pembela Demokrasi Indonesia dan Pemuda Nusa Tenggara Timur mendatangi Komisi Kepolisian Nasional di Jalan Tirtayasa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (4/1/ 2018). Mereka datang untuk beraudiensi dan melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang Propam dan Penyidik Polda NTT dalam kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Kasatreskrim Polres Manggarai Iptu Aldo Febrianto.
"Kami datang ke Kompolnas untuk melaporkan terkait dugaan penyalahgunaan wewenang Propam dan Penyidik Polda NTT dalam kasus Operasi Tangkap Tangan atau OTT terhadap Kasatreskrim Polres Manggarai, Iptu Aldo Febrianto. Kami berharap Kompolnas turun ke NTT dan memberikan perhatian khusus terhadap penegakan hukum di NTT yang masih terlalu buruk," kata Ketua Pemuda NTT Thomas Edison Rihimone saat beraudiensi dengan Anggota Kompolnas.
Selain Edison, hadir juga Koordinator TPDI Petrus Selestinus, anggota TPDI Wilvridus Watu, Maksimus Hasman, Mathias Manafe, Joel Robwson, dan Adi Papa.
Perwakilan TPDI dan Pemuda NTT diterima oleh Anggota Kompolnas, Irjen Pol. (Purn) Bekto Suprapto, Irjen Pol. (Purn) Yotje Mende, Benedictus Bambang Nurhadi dan Dede Farhan Aulawi.
Edison mengatakan bahwa OTT terjadi pada tanggal 11 Desember 2017 lalu dengan barang bukti uang sebesar Rp50 juta di tangan Iptu Aldo Febrianto. Uang tersebut, diberikan oleh Direktur PT MMI (sebuah perusahaan BUMD di Manggarai) Yustinus Mahu.
"Tetapi anehnya, OTT ini tidak dilanjutkan dengan tindakan kepolisian terhadap Iptu Aldo, berupa penangkapan selama 1x24 jam dan diberi status tersangka. Malahan, Iptu Aldo dibiarkan bebas dan hanya dikenakan sanksi administratif berupa pencopotan dari jabatan Kasat Reskrim Manggarai dan Iptu Aldo dimutasikan ke Polda NTT," katanya.
Menurut Edison, terlihat ada diskriminasi dalam hal ini. Padahal semua orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum. Penegakan hukum di NTT, kata dia, bisa berjalan efektif jika dimulai dari institusi kepolisian sendiri.
"Polda NTT harus terbuka dan transparan dalam proses OTT ini agar OTT terhadap Iptu Aldo Febrianto benar-benar menjadi momentum bersih-bersih anggota Polri dari perlilaku tercela dan melanggar hukum sebagaimana diharapkan oleh Presiden Joko Widodo dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian," kata Edison.
Sementara Koordinator TPDI Petrus Selestinus menilai kasus ini mengarah pada tindakan pemerasan terhadap Direktur PT. MMI Yustinus Mahu. Pasalnya, Yustinus memberikan uang tersebut karena pihak Iptu Aldo Febrianto bersama Kanit Tipikor Polres Manggarai Aiptu Komang Suita sering menelepon dan mengirim pesan singkat, SMS, meminta jatah komisi sebesar Rp100 juta atas pengerjaan proyek pembangunan perumahan murah di Manggarai.
"Karena itu, kita minta Polda NTT jadikan OTT ini sebagai momentum untuk melakukan pembersihan dari perilaku peras, pungli, suap dan KKN di kalangan kepolisian NTT," kata Petrus.
Anggota Kompolnas Irjen Pol (Purn) Bekto Suprapto menyambut baik kedatangan dan inisiatif TPDI dan Pemuda NTT untuk melaporkan soal dugaan tindakan pelanggaran anggota polisi di NTT. Bekto juga menegaskan, jika memang terjadi OTT, maka harus diproses secara hukum, bukan dialihkan saja ke pelanggaran etika dengan sanksi administratif.
"Tetapi, kami belum bisa melakukan tindakan apapun terhadap laporan ini, karena teman-teman (TPDI dan Pemuda NTT) perlu melengkapi lagi data-datanya khusus terkait penanganan Polda NTT atas kasus OTT. Jika itu sudah ada, maka kita bisa bertindak berdasarkan data tersebut. Nanti, dalam waktu dekat, sambil menunggu data dari teman-teman, kami akan turun ke NTT," kata Bekto.
Setelah audiensi, pihak TPDI dan Pemuda NTT menyerahkan laporan dan berjanji akan menyerahkan kembali data yang diminta Kompolnas terkait perkembangan kasus OTT tersebut.
Berita Terkait
-
Dugaan Perselingkuhan Irjen Krishna Murti Viral di Medsos, Kompolnas Minta Klarifikasi Polri
-
Ganti Kapolri Tak Cukup! Presiden Prabowo Didesak Rombak Total UU Kepolisian
-
Tim Pencari Fakta Pertanyakan Peran Kompolnas Usut Pertanggungjawaban Komando di Kasus Affan
-
Kompolnas di Kasus Affan Dikritisi, Bukan Lakukan Pengawasan, Malah jadi Jubir dan Pengacara Polisi!
-
Tim Pencari Fakta Bantah Kompolnas: Affan Merunduk, Bukan Jatuh Sebelum Terlindas!
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Kemendagri Batalkan Mutasi Kepala SMPN 1 Prabumulih, Wali Kota Arlan Terancam Sanksi
-
DPW dan DPC PPP dari 33 Provinsi Deklarasi Dukung M Mardiono Jadi Ketua Umum
-
Menteri HAM Natalius Pigai Sebut Orang Hilang 'Belum Terlihat', YLBHI Murka: Denial!
-
Dari Dirut Sampai Direktur, Jajaran BPR Jepara Artha Kini Kompak Pakai Rompi Oranye
-
Pemeriksaan Super Panjang, Hilman Latief Dicecar KPK Hampir 12 Jam soal Kuota Haji
-
Dikira Hilang saat Demo Ricuh, Polisi Ungkap Alasan Bima Permana Dagang Barongsai di Malang
-
Tito Karnavian: Satpol PP Harus Humanis, Bukan Jadi Sumber Ketakutan
-
Wamenkum Sebut Gegara Salah Istilah RUU Perampasan Aset Bisa Molor, 'Entah Kapan Selesainya'
-
'Abuse of Power?' Kemendagri Sebut Wali Kota Arlan Langgar Aturan Copot Kepala SMP 1 Prabumulih
-
Strategi Baru Senayan: Mau RUU Perampasan Aset Lolos? UU Polri Harus Direvisi Dulu