Suara.com - Ketua Tim Pembela tersangka Fredrich Yunadi dari Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Sapriyanto Refa mengatakan akan mengajukan gugatan praperadilan ke Pengeadilan Negeri Jakarta Selatan atas penetapan tersangka kepada kliennya oleh KPK. Sapriyanto menilai Praperadilan menjadi jalur netral untuk memastikan kelayakan kliennya dijadikan tersangka oleh KPK.
"Kedepannya kita mempertimbangkan langkah yang terbaik yang menguntungkan bagi Pak Fredrich dan juga bagus untuk penegakan hukum. Kami tidak ingin merusak tatanan yang ada. Maka kami akan melaporkan gugatan praperadilan ini," kata Sapriyanto saat dikonfirmasi, Kamis (11/1/2018).
Sapriyanto mengatakan langkah KPK terlalu cepat menetapkan tersangka kepada kliennya dalam kasus dugaan mengahalang-halangi penyidikan kasus e-KTP dengan tersangka Setya Novanto. Dia menilai KPK telah memasung hak terperiksa yang mengarah pada hak calon tersangka untuk Fredrich Yunadi.
"Mana bisa hanya dalam waktu tiga hari menetapkan Pak Fredrich sebagai tersangka. Saya rasa tidak ada perkara seperti itu. Tiga hari. Surat dikirim ke kita. Laporan kejadian pada tanggal 5 Januari 2018 lalu pada tanggal 8 Januari 2018 ditetapkan sebagai tersangka. Ada hak tersangka atau calon tersangka yang dilanggar. Diperiksa saja belum sudah ditetapkan tersangka," katanya.
Poin lain yang dinilai oleh Sapriyanto janggal adalah pemberlakuaan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal yang diduga dilanggar oleh Fredrich dinilai Sapriyanto sebagai pasal karet. Artinya, pasal ini memiliki multi tafsir sehingga tidak menemui kesepakatan bersama mengenai arti menghalang-halangi dan mencegah.
" Pasal 21 itu pasal karet. Pasal yang memerlukan penafsiran masif. Disebut menghalangi itu apa?. Disebut mencegah itu apa sih. Kan penafsiran. Sedangkan penafsiran bisa bias. Ini seperti dua sisi mata pisau. Bisa menolong atau membunuh. Tapi oleh KPK diartikan Pak Fredrich dalam melaksanakan profesinya menghalangi KPK dan ditetapkan sebagai tersangka," kata Sapriyanto.
Terlebih, menurut Sapriyanto seorang pengacara telah memiliki legal standing yang jelas sebagai pembela seseorang yang terjerat kasus hukum. Apalagi, posisi pengacara telah mengantongi hak imunitas yang telah diaminkan oleh dua ketetapan hukum.
Aturan tersebut katanya ada di Pasal 16 Undang-Undang Nomor. 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Keputusan Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang terkenal sebagai hak imunitas advokat yang diajukan oleh sejumlah advokat.
"Artinya ada hak pengacara yang dilanggar jika hak imunitas advokat tidak diperhitungkan oleh penyidik KPK. Sudah ada undang-undangnya dan disahihkan oleh Ketua MK sendiri Hamdan Zoelfa," katanya.
Baca Juga: Mengenang 'Bakpao' Setnov, Fredrich Yunadi Kini Jadi Tersangka
Mengenai pengajuan pra peradilan pihak Fredrich Yunadi tersebut menuai reaksi dari KPK. Melalui juru bicaranya Febri Diansyah mempersilahkan upaya praperadilan yang ditempuh pihak Fredrich.
"Silahkan saja. Kami menghormati hak dari tersangka termasuk permohonan praperadilan," kata Febri.
Menurut Febri praperadilan adalah ranah netral sekaligus upaya KPK memberikan ruang bagi tersangka mendapatkan hak-haknya di ranah peradilan.
"Ini adalah cara KPK memberikan ruang dari hak-hak tersangka mencari keadilan," katanya.
Berita Terkait
-
Lawan KPK di Pengadilan, Kakak Hary Tanoesoedibjo Minta Status Tersangka Digugurkan!
-
Kakak Hary Tanoe Melawan usai Tersangka, Ini Alasan KPK Santai Digugat Rudy Tanoesoedibjo
-
Gurita Bisnis Rudy Tanoe, Tersangka Korupsi Bansos yang Lawan KPK Lewat Praperadilan!
-
Siapa Rudy Tanoe? Tersangka Korupsi Bansos, Lawan KPK Lewat Praperadilan!
-
Sindiran Pedas? Akademisi Sebut Jejak Sopir Sahroni, Noel, Setnov, Bahlil, hingga Haji Isam
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
Istana Tanggapi Gerakan 'Stop Tot Tot Wuk Wuk' di Media Sosial: Presiden Aja Ikut Macet-macetan!
-
Emil Audero Jadi Kunci! Cremonese Bidik Jungkalkan Parma di Kandang
-
DPR Usul Ada Tax Amnesty Lagi, Menkeu Purbaya Tolak Mentah-mentah: Insentif Orang Ngibul!
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
Terkini
-
Digerebek Satpol PP Diduga Sarang Prostitusi, Indekos di Jakbar Bak Hotel: 3 Lantai Diisi 20 Kamar!
-
Usai Siswa Keracunan Massal, DPR Temukan Ribuan SPPG Fiktif: Program MBG Prabowo Memang Bermasalah?
-
RUU Perampasan Aset Mesti Dibahas Hati-hati, Pakar: Jangan untuk Menakut-nakuti Rakyat!
-
Ucapan Rampok Uang Negara Diusut BK, Nasib Wahyudin Moridu Ditentukan Senin Depan!
-
Survei: Mayoritas Ojol di Jabodetabek Pilih Potongan 20 Persen Asal Orderan Banyak!
-
Sambut Putusan MK, Kubu Mariyo: Kemenangan Ini Milik Seluruh Rakyat Papua!
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi