Suara.com - Keputusan Mahkamah Konstitusi RI yang membolehkan pencantuman “Pengkhayat Kepercayaan” pada kolom agama di KTP, dinilai sebagai keputusan demokratis.
Namun, Majelis Ulama Indonesia justru menyesalkan keputusan itu yang termaktub dalam Putusan MK nomor 97/PPU/-XIV/2016.
Ketua Bidang Hukum dan Perundang-undangan MUI Basri Bermanda mengatakan, putusan tersebut melukai perasaan umat agama Islam.
Sebab, Basri merasa melalui keputusan MK itu, agama yang dianutnya disejajarkan dengan aliran kepercayaan—yang notabene sistem religi asli Indonesia.
"MUI berpandangan bahwa putusan MK tersebut menimbulkan konsekuensi hukum dan berdampak pada tatanan kehidupan sosial masyarakat serta merusak terhadap kesepakatan kenegaraan dan politik yang selama ini sudah berjalan dengan baik," ujar Basri dalam jumpa pers di gedung MUI, Jakarta, Rabu (17/1/2018).
Basri mengklaim, MK seharusnya menyandarkan keputusannya pada sensitivitas masyarakat sehingga putusannya objektif, dan aspiratif.
Walau mengkritik putusan MK, Basri mengklaim MUI tetap menghormati perbedaan keagamaan, keyakinan, dan kepercayaan setiap warga negara.
"MUI menyetujui pelaksanaan HAM dalam hukum dan pemerintahan. Karenanya, kami mengusulkan kepada pemerintah, membuat kolom ‘Kepercayaan’ sebagai pengganti kolom ‘agama’ di KTP,” usulnya.
Baca Juga: Pemecatan OSO Dianggap Kejahatan Terstruktur
Menurutnya, pembuatan kolom ‘Kepercayaan’ sebagai pengganti kolom ‘agama’ pada KTP khusus penganut aliran kepercayaan adalah solusi terbaik.
"Kalau semua KTP memakai kolom ‘kepercayaan’ (bukan agama), ongkosnya terlalu besar, karena sudah banyak yang mendapatkan KTP. Ongkosnya kami hitung sekitar Rp6 triliun. Makanya kami usulkan, yang diganti itu KTP para penganut aliran kepercayaan,” tambahnya.
Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan uji materi terkait aturan pengosongan kolom agama pada kartu keluarga dan KTP.
Hal itu diatur dalam Pasal 61 Ayat (1) dan (2), serta Pasal 64 Ayat (1) dan (5) UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan juncto UU No 24 Tahun 2013 tentang UU tentang Administrasi Kependudukan.
Uji materi diajukan Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim dengan nomor perkara 97/PUU-XIV/2016.
Majelis Hakim berpendapat bahwa kata "agama" dalam Pasal 61 Ayat (1) dan Pasal 64 Ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk penganut aliran kepercayaan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 4 Rekomendasi Cushion dengan Hasil Akhir Dewy, Diperkaya Skincare Infused
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Daftar Promo Alfamart Akhir Tahun 2025, Banyak yang Beli 2 Gratis 1
Pilihan
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
-
Seni Perang Unai Emery: Mengupas Transformasi Radikal Aston Villa
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
Terkini
-
Malam Tahun Baru 2026 Jalur Puncak Berlaku Car Free Night, Cek Jadwal Penyekatannya di Sini
-
Rilis Akhir Tahun 2025 Polda Riau: Kejahatan Anjlok, Perang Lawan Perusak Lingkungan Makin Sengit
-
Rekaman Tengah Malam Viral, Bongkar Aktivitas Truk Kayu di Jalan Lintas Medan-Banda Aceh
-
'Beda Luar Biasa', Kuasa Hukum Roy Suryo Bongkar Detail Foto Jokowi di Ijazah SMA Vs Sarjana
-
Kadinsos Samosir Jadi Tersangka Korupsi Bantuan Korban Banjir Bandang, Rugikan Negara Rp 516 Juta!
-
Bakal Demo Dua Hari Berturut-turut di Istana, Buruh Sorot Kebijakan Pramono dan KDM soal UMP 2026
-
Arus Balik Natal 2025: Volume Kendaraan Melonjak, Contraflow Tol Jakarta-Cikampek Mulai Diterapkan!
-
18 Ribu Jiwa Terdampak Banjir Banjar, 14 Kecamatan Terendam di Penghujung Tahun
-
UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,7 Juta Diprotes, Rano Karno: Kalau Buruh Mau Demo, Itu Hak Mereka
-
Eks Pimpinan KPK 'Semprot' Keputusan SP3 Kasus Korupsi Tambang Rp2,7 Triliun: Sangat Aneh!