Suara.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkung mengatakan permohonan untuk menjadi justice collaborator (saksi pelaku) yang diajukan oleh terdakwa Setya Novanto sulit dikabulkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, untuk itu, Novanto harus bisa membuktikan kepada KPK dan hakim bahwa dia bukan pelaku utama dalam proyek e-KTP.
"Menurut saya, menjadi tantangan yang berat ketika Pak Setya Novanto harus konsisten membuktikan bukan pelaku utama," kata Tama di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (10/2/2018).
Tama mengatakan agar pernohonan tersebut dikabupkan, maka wajar ketika kuasa hukum Setya Novanto berupaya membuktikan hal tersebut dalam persidangan. Termasuk dengan bertanya kepada saksi untuk menggali keterangan yang bisa memperkuat hal tersebut.
"Selama tidak keluar dari konteks persidangan," kata Tama.
Tama mengatakan untuk memastikan siapa pelaku utama dalam proyek senilai Rp5,9 triliun tersebut, maka nama-nama yang terkait dengan proyek itu bisa muncul di persidangan. Namun, terkait munculnya nama Presiden Republik Indonesia keenam Susilo Bambang Yudhoyono, menurut Tama harus dilihat dari proses persidangan secara keseluruhan.
"Kami harus melihat apakah pernyataan Mirwan itu benar atau tidak. Apakah dia melihat langsung atau kata orang lain. Dalam konteks itu, kita harus melihat apakah ada akibat hukum. Dalam pandangan saya, sepertinya kesaksian yang dibutuhkan masih banyak," kata Tama.
Setya Novanto sudah resmi mengajukan JC kepada KPK. Namun, KPK menilai hingga saat ini, belum ada informasi signifikan yang disampaikan Novanto demi terkabulnya permohonan tersebut. Padahal untuk menjadi JC seorang terdakwa harus bisa bekerjsama dengan penyidik dan membuka semua terkait kasus tersebut. Termasuk di dalamnya pelaku utamanya.
Berita Terkait
-
Oknum Kemenag Diduga Peras Ustaz Khalid Basalamah Demi Kuota Haji, KPK Turun Tangan!
-
KPK Ungkap Khalid Basalamah Cicil Uang Korupsi Haji, Pengembalian Dana Tak Hapus Pidana
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Modus Licik Eks Pejabat MA Zarof Ricar Sembunyikan Aset Rp35 Miliar, Ternyata Atas Nama Dua Anaknya
-
KPK Kejar Jejak Uang Korupsi Haji, Giliran Bendahara Asosiasi Travel Diperiksa
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Tak Mau Naikkan Tarif Listrik Meski Subsidi Berkurang
-
Ratu Tisha Lengser: Apa yang Sebenarnya Terjadi di Balik Layar PSSI?
-
Istana Tanggapi Gerakan 'Stop Tot Tot Wuk Wuk' di Media Sosial: Presiden Aja Ikut Macet-macetan!
-
Emil Audero Jadi Kunci! Cremonese Bidik Jungkalkan Parma di Kandang
-
DPR Usul Ada Tax Amnesty Lagi, Menkeu Purbaya Tolak Mentah-mentah: Insentif Orang Ngibul!
Terkini
-
Narasi Prabowo - Gibran Dua Periode Disorot: Orientasi Kekuasaan Jauh Lebih Dominan?
-
Imbas Pasutri di Cakung Ribut: Rumah Ludes Dibakar, Suami Dipenjara, Istri-Mertua Luka-luka!
-
Rocky Gerung Bongkar Borok Sistem Politik!
-
Wahyudin Moridu Ternyata Mabuk saat Ucap 'Mau Rampok Uang Negara', BK DPRD Gorontalo: Langgar Etik!
-
Indonesia di Ambang Amarah: Belajar dari Ledakan di Nepal, Rocky Gerung dan Bivitri Beri Peringatan!
-
Ganggu Masyarakat, Kakorlantas Bekukan Penggunaan Sirene "Tot-tot Wuk-wuk"
-
Angin Segar APBN 2026, Apkasi Lega TKD Bertambah Meski Belum Ideal
-
Digerebek Satpol PP Diduga Sarang Prostitusi, Indekos di Jakbar Bak Hotel: 3 Lantai Diisi 20 Kamar!
-
Usai Siswa Keracunan Massal, DPR Temukan Ribuan SPPG Fiktif: Program MBG Prabowo Memang Bermasalah?
-
RUU Perampasan Aset Mesti Dibahas Hati-hati, Pakar: Jangan untuk Menakut-nakuti Rakyat!