Suara.com - Anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu mengkritik langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan para calon kepala daerah sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Menurutnya, langkah KPK tersebut dapat merusak proses demokrasi di Indonesia.
Padahal, kata Masinton, imbauan untuk menunda penanganan kasus korupsi bukan berarti menghentikan perkara.
"Ini ada proses Pilkada, proses politik, melibatkan masyarakat dalam 171 daerah dengan anggaran Rp11 triliun lebih, ini kan sebaiknya tidak terganggu," katanya di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/3/2018).
Politikus PDI Perjuangan tersebut mengatakan, penundaan proses hukum calon kepala daerah, khususnya yang ditangani KPK juga bertujuan agar menghindari tudingan KPK berpolitik. Apalagi, kata dia, penanganan kasus korupsi juga bukan hanya ranah KPK, tetapi juga Kepolisian dan Kejaksaan Agung.
Masinton juga mengatakan bahwa Kepolisian dan Kejaksaan sudah memahami hal tersebut dan memilih menunda pengusutan kasus yang menyeret calon kepala daerah. Seharusnya, kata dia, KPK bisa mengikuti langkah dua institusi tersebut.
"Harusnya saling menghargai. Proses demokrasi tidak boleh diintervensi proses hukum, dan sebaliknya," imbuhnya.
Polemik penundaan kasus korupsi peserta pilkada bermula dari pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto. Ia menimbau KPK menunda pengumuman calon kepala daerah dalam Pilkada 2018 yang berpotensi terjerat kasus korupsi.
Alasannya, agar tahapan pilkada serentak serta pencalonan kandidat tidak terganggu dengan adanya proses hukum yang harus dipenuhi calon kepala daerah. Tak hanya itu, Wiranto juga yakin penetapan calon kepala daerah sebagai tersangka berdampak ke ranah politik.
Menurut Wiranto, KPK seharusnya mengumumkan calon kepala daerah sebagai tersangka sebelum kandidat ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Pemilu (KPU).
Baca Juga: Lawan Singapura Bukan Uji Coba Biasa Bagi Timnas U-23
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Pramono Anung Beberkan PR Jakarta: Monorel Rasuna, Kali Jodo, hingga RS Sumber Waras
-
Hujan Ringan Guyur Hampir Seluruh Jakarta Akhir Pekan Ini
-
Jelang Nataru, Penumpang Terminal Pulo Gebang Diprediksi Naik Hingga 100 Persen
-
KPK Beberkan Peran Ayah Bupati Bekasi dalam Kasus Suap Ijon Proyek
-
Usai Jadi Tersangka Kasus Suap Ijon Proyek, Bupati Bekasi Minta Maaf kepada Warganya
-
KPK Tahan Bupati Bekasi dan Ayahnya, Suap Ijon Proyek Tembus Rp 14,2 Miliar
-
Kasidatun Kejari HSU Kabur Saat OTT, KPK Ultimatum Segera Menyerahkan Diri
-
Pengalihan Rute Transjakarta Lebak Bulus - Pasar Baru Dampak Penebangan Pohon
-
Diduga Lakukan Pemerasan hingga Ratusan Juta, Kajari dan Kasi Intel Kejaksaan Negeri HSU Ditahan KPK
-
Boni Hargens: 5 Logical Fallacies di Argumentasi Komite Reformasi Polri Terkait Perpol 10/2025