Suara.com - Jaksa Agung H.M. Prasetyo menyebutkan sejumlah hambatan yang dihadapi dalam penanganan pelanggaran HAM berat. Salah satunya adalah terjadinya peristiwa yang sudah sangat lama.
"Saya bisa pahami siapa pun yang menangani kasus itu akan menghadapi kesulitan dan kendala waktu terlalu lama," ujar Prasetyo di Jakarta, Jumat (11/1/2019).
Sembilan berkas kasus pelanggaran HAM berat yang dikembalikan kepada Komnas HAM, kata dia, di antaranya terjadi pada tahun 1998 dan 1965. Bahkan saat undang-undang yang mengatur belum ada.
Kendala lain yang dihadapi, adalah tidak adanya pengadilan HAM ad hoc untuk kasus pelanggaran HAM.
"Mengenai kasus itu harus dahulu dibentuk pengadilan ad hoc, sekarang juga belum ada. Kendala struktural begitu bukan karena kami enggan atau apa. Apalagi, membangkang tidak ada," kata Prasetyo seperti diwartakan Antara.
Jaksa Agung menyebut pengembalian sembilan berkas kasus pelanggaran HAM berat kepada Komnas HAM karena masih ada petunjuk yang belum dilengkapi.
Menurut dia, petunjuk dari waktu ke waktu belum dilengkapi, bahkan dalam konsinyasi yang dihadiri pihak Kejagung dan Komnas HAM untuk meneliti satu per satu berkas telah disimpulkan masih ada hal-hal yang perlu dilengkapi.
"Tentu kami tidak juga mau melimpahkan perkara tanpa dibekali keyakinan dan bukti-bukti yang kuat karena hasilnya nanti kalau dipaksakan tidak sesuai dengan yang diharapkan itu tidak kami kehendaki," imbuh dia.
Baca Juga: Salam 2 Jari Tak Penuhi Unsur Pidana, Anies Apresiasi Bawaslu
Berita Terkait
-
Jaksa Agung Ungkap Berkas Pelanggaran HAM dari Komnas HAM Belum Lengkap
-
Kejagung Terima SPDP Kasus Hoaks Tujuh Kontainer Surat Suara Tercoblos
-
Fahri Hamzah Kecewa Maruf Amin Pilih Jokowi karena Tak Pernah Culik Orang
-
Tanggapi 8 Rekomendasi Komnas HAM, JK: Tidak Mudah untuk Mengungkap
-
8 Rekomendasi Komnas HAM untuk Jokowi: Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO