Suara.com - Memilih menantang maut dengan kobaran api seumur hidup, Deden dan Fajar tidak menyesal. Pemadam kebakaran menurut mereka adalah profesi yang mulia dan menyenangkan. Terlebih menjadi pemadam kebakaran di Jakarta, Ibu Kota negara yang hampir saban hari dilalap api. Kisah Deden dan Fajar tidak melulu bergelut dengan ancaman api, mereka juga berhadapan dengan para korban kebakaran yang membawa celurit.
Suara sirine mobil pemadam kebakaran dari kejauhan lambat laun terdengar semakin keras menuju tepat ke rumah Deden Hadiyuswarman yang kala itu masih berusia 7 tahun. Sontak suara itu membangunkan ia beserta keluarga, tak terkecuali Hamim ayahanda Deden.
Padahal Hamim baru saja pulang ke rumahnya usai bekerja. Namun sebuah mobil dengan suara sirine kencang yang berhenti tepat di depan rumahnya itu membuat jiwa kemanusiaan Hamim kembali terpanggil untuk ikut dan melanjutkan pekerjaannya.
Dengan seragam lengkap berwarna oranye dan menggunakan sepatu boot serta helm, Hamim kemudian langsung pamit untuk pergi menumpang mobil tersebut. Deden mengatakan, pekerjaan ayahnya ialah seorang pemadam kebakaran. Pada malam itu, ayahnya harus kembali menjalankan kewajibannya menolong masyarakat yang rumahnya sedang terbakar di daerah Grogol, Jakarta Barat.
Dari peristiwa itu pula, ketertarikan Deden akan profesi pemadam kebakaran dimulai. Ia merasa takjub dan bangga melihat ayahnya yang rela meninggalkan waktu bersama keluarganya demi menolong orang lain yang dalam kesulitan. Di mata Deden yang kala itu duduk di bangku sekolah dasar kelas dua, ayah sekaligus profesinya tersebut bak pahlawan.
"Nah, di situ saya bangga ngelihatnya. Orangtua saya yang seharusnya sudah libur, waktunya buat keluarga, tapi karena panggilan jiwa untuk menolong sesama, jadi ia berangkat," kata pria kelahiran 1977 itu saat ditemui Suara.com di Kantor Pemadam Kebakaran Sektor Tamansari, Jakarta Barat, Jumat (1/3/2019).
"Di situ saya berpikiran, saya harus seperti itu, jadi pemadam kebakaran. Jadi cita-cita juga gak. Tapi pas saya lihat dari pekerjaan yang dilakukan itu untuk menolong sesama, bagus juga, jadi saya terinspirasi di situ," sambungnya.
Tekad Deden untuk menjadi pemadam kebakaran itu pun ia jawab saat berhasil menempuh seleksi penerimaan pemadam kebakaran pada akhir tahun 2003. Selanjutnya pada 2004, Deden resmi menyandang profesi yang mempunyai slogan 'Pantang Pulang Sebelum Padam'. Profesi itu setia ia geluti sampai sekarang dirinya menjabat sebagai Kepala Pleton B di Kantor Pemadam Kebakaran Sektor Tamansari, Jakarta Barat.
Awal-awal masa penugasannya sebagai pemadam kebakaran, diceritakan Deden, ia masih memendam keraguan. Terlebih saat dipertemukan dengan peristiwa kebakaran yang benar-benar nyata, bukan lagi sekadar pelatihan.
Baca Juga: Nenek 70 Tahun Tewas Dalam Kebakaran Rumah Besar di Depok
"Pertama ke TKP (tempat kejadian perkara) waktu itu di daerah Mangga Dua, itu yang terbakar semacam pertokoan pakaian bahan-bahan tekstil. Itu ada dua toko terbakar hebat pertengahan 2004 di Mangga Dua," ujar Deden.
"Pada saat itu saya sempat ragu juga memang. Api berkobar cukup besar. Cuma karena jiwa masih muda dan teman-teman senior membimbing juga untuk masuk, ya Alhamdulillah api padam dengan durasi cukup lama, hampir lima jam," tutur Deden.
Meski lambat laun Deden sudah terbiasa menghadapi situasi kebakaran di lapangan, namun berbagai kendala dan rintangan lain bukan tidak menghampiri.
Deden mengatakan, rintangan yang dimaksud bukan soal kobaran api semata, melainkan beragam tingkah laku dari masyarakat. Masyarakat, lanjutnya, kerap memandang negatif bahkan sampai membuat ancaman-ancaman tatkala pemadam kebakaran menjalankan tugas.
Ia bercerita, dirinya bahkan pernah diancam dengan menggunakan senjata api dengan sebuah tembakan yang diletuskan mengarah ke atas. Peristiwa tersebut terjadi saat dirinya bersama petugas lain sedang berupaya memadamkan kebakaran yang terjadi pada tahun 2006 di bilangan Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Berawal saat Deden beserta rekannya sedang menghalau api merembet ke bangunan lain dengan menyemburkan air dari salah satu rumah warga. Namun karena warga pemilik rumah tidak terima petugas menginjakan kaki di pekarangannya, penghuni lantas keluar dan mengusir dengan cara meletuskan senjata api.
Berita Terkait
-
Nenek 70 Tahun Tewas Dalam Kebakaran Rumah Besar di Depok
-
LSM: Kebakaran Rumah Direktur WALHI di NTB Direncanakan
-
Fakta di Balik Kebakaran Hebat Kapal Nelayan di Pelabuhan Muara Baru
-
Kebakaran di Pelabuhan Muara Baru, Polisi Periksa 21 Saksi
-
Duaarr... Ada Ledakan di Dekat Bengkel Motor, Api Berkobar Bakar Rumah
Terpopuler
- Ameena Akhirnya Pindah Sekolah Gegara Aurel Hermanyah Dibentak Satpam
- Dana Operasional Gubernur Jabar Rp28,8 Miliar Jadi Sorotan
- Kopi & Matcha: Gaya Hidup Modern dengan Sentuhan Promo Spesial
- Breaking News! Keponakan Prabowo Ajukan Pengunduran Diri Sebagai Anggota DPR RI Gerindra, Ada Apa?
- Prabowo Incar Budi Gunawan Sejak Lama? Analis Ungkap Manuver Politik di Balik Reshuffle Kabinet
Pilihan
-
5 Transfer Pemain yang Tak Pernah Diduga Tapi Terjadi di Indonesia
-
Foto AI Tak Senonoh Punggawa Timnas Indonesia Bikin Gerah: Fans Kreatif Atau Pelecehan Digital?
-
Derby Manchester Dalam 3 Menit: Sejarah, Drama, dan Persaingan Abadi di Premier League
-
Disamperin Mas Wapres Gibran, Korban Banjir Bali Ngeluh Banyak Drainase Ditutup Bekas Proyek
-
Ratapan Nikita Mirzani Nginep di Hotel Prodeo: Implan Pecah Sampai Saraf Leher Geser
Terkini
-
Tak Hanya Cari Fakta, LPSK Ungkap Misi Kemanusiaan Tim Investigasi Kerusuhan
-
Panglima TNI Kunjungi PPAD, Pererat Silaturahmi dan Apresiasi Peran Purnawirawan
-
Banyak Korban Luka dan Rumah Porak-Poranda, Terkuak Pemicu Ledakan Dahsyat di Pamulang Tangsel
-
Warga Bali Kembali Beraktivitas, PLN Telah Pulihkan Listrik Pascabencana
-
Irjen Kemendagri Monitor Langsung Pelaksanaan Siskamling di Surakarta
-
MenHAM Natalius Pigai Usul DPR Bikin Lapangan Tampung Massa Pendemo: Kalau di Jalan Bikin Macet!
-
Jubir Gus Yaqut Serang Balik Boyamin soal Amirul Hajj Dapat Anggaran Ganda: Berpotensi Menyesatkan!
-
Mendagri Tito Minta Pemda Gandeng Swasta Demi Tingkatkan PAD
-
Viral Paralayang Tak Boleh Terbang di Bromo, Netizen: Sakral atau Takut Ketahuan...
-
Diminta Pemerintah Bikin Pengolahan Sampah, Pengamat: PIK Bisa jadi Contoh Kawasan Mandiri Lain