Suara.com - Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Profesor Syamsuddin Haris, menyindir fenomena sejumlah partai politik yang saling berebut untuk bisa menduduki kursi ketua MPR.
Menurutnya, mereka sebenarnya memperebutkan fasilitas jabatan yang ditawarkan pada posisi itu.
Hal tersebut diungkap melalui akun Twitter miliknya @sy_haris. Syamsuddin Haris menilai kerjaan pimpinan MPR tidak jelas namun selalu menjadi incaran para parpol.
Ia meyakini parpol mengincar berbagai fasilitas jabatan dan protokol yang disediakan untuk posisi tersebut.
"Para jurnalis bertanya, mengapa parpol berebut jabatan pimpinan MPR, padahal kerjaannya gak jelas, kecuali sekadar sosialisasi 4 pilar (Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika). Jawabannya saya kira jelas, mereka berebut fasilitas jabatan dan protokol sebagai pimpinan MPR," kata Syamsuddin Haris seperti dikutip Suara.com, Rabu (24/7/2019).
Syamsuddin Haris mengusulkan agar format MPR bisa diperbaiki ke depan. Pimpinan MPR sebaiknya bersifat ad hoc yang dijabat secara bergantian oleh pimpinan DPR.
Perubahan tersebut perlu dilakukan agar pemerintah bisa melakukan efisiensi anggaran. Tak hanya itu, kerja pimpinan MPR juga dirasa akan semakin maksimal.
"Format MPR ke depan semestinya lebih merupakan sidang gabungan DPR dan DPD, sehingga tidak perlu kepemimpinan permanen. Pimpinan MPR bersifat ad hoc dan dijabat secara bergantian oleh Pimpinan DPR dan Pimpinan DPD. Dengan demikian efisiensi anggaran negara juga bisa dilakukan," ungkap Syamsuddin Haris.
Sesuai butir Pasal 3 Undang Undang Dasar 1945, MPR memiliki kewenangan untuk mengubah dan menetapkan Undang Undang Dasar, melantik presiden dan wakil presiden serta memberhentikan presiden dan wakil presiden dalam masa jabatannya menurut Undang Undang Dasar.
Baca Juga: Rekam Jejak Ajudan Kaya Gubernur Kepri, Beli Rumah Rp 1,9 M
Selain itu, sesuai dengan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2014, MPR memiliki tugas lain, yakni (a) memasyarakatkan Ketetapan MPR; (b) memasyarakatkan Pancasila, UUD 1945, konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan konsep Bhinneka Tunggal Ika; (c) mengkaji sistem ketatanegaraan, UUD 1945 dan pelaksanaannya; serta (d) menyerap aspirasi masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan UUD 1945. Dengan demikian, sejatinya MPR memiliki tugas berat yang bersifat determinatif terkait dengan pemahaman, interpretasi, dan implementasi UUD 1945.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2000 tentang Gaji Pokok Pimpinan Lembaga Tertingg/Tinggi Ngara dan Anggota Lembaga Tinggi Negara serta Uang Kehormatan Anggota Lembaga Tertinggi Negara, besaran gaji yang diterima oleh Ketua MPR diatur.
Besaran gaji pokok untuk Ketua MPR tertuang dalam pasal 1 huruf a yang berbunyi, "Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua Dewan Pertimbangan Agung, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, dan Ketua Mahkamah Agung adalah sebesar Rp 5.040.000 (lima juta empat puluh ribu rupiah) sebulan".
Gaji yang diterima tersebut merupakan gaji kotor belum termasuk tunjangan jabatan dan lainnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO