Suara.com - Eko Maryadi I Direktur Eksekutif PKBI
Rapat Kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama Menteri Hukum dan HAM dan perwakilan DPD RI pada Selasa 30 Juni 2020 berakhir mengecewakan. Penyebabnya, Raker antara DPR dan pemerintah memutuskan untuk mengeluarkan 16 RUU dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020, termasuk di dalamnya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang sejatinya merupakan inisiatif DPR dan sudah dibahas sejak periode DPR 2016-2019.
Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang mengusulkan menghapus RUU PKS dari daftar Prolegnas prioritas karena pembahasannya sulit. Tidak jelas kesulitan yang dimaksud Komisi VIII, apakah anggota DPR kekurangan materi pembahasan, sulit untuk rapat karena pandemi Covid (dan munculnya RUU Penanggulangan Bencana), atau sulit keluar dari pertarungan politik RUU di DPR. Ketua Baleg DPR Supratman AA mengaku, RUU PKS ditarik oleh Komisi VIII karena RUU Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sudah lebih dulu dibahas, sampai sekarang belum juga disahkan.
Pertarungan politik dalam penyusunan dan pemrioritasan RUU merupakan fenomena yang lumrah di kalangan politisi Senayan. Biasanya itu disebabkan tarik-menarik kepentingan antara fraksi di DPR, perbedaan kepentingan sponsor atau konstituen di belakang RUU, atau kuatnya desakan pemerintah dan publik yang membuat suatu RUU diprioritaskan pembuatannya.
Tarik menarik politik dan pertarungan antarsponsor tergambar sepanjang 2019 saat tiga RUU bertarung dalam ruang publik yang panas, meliputi RUU Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP), RUU Ketahanan Keluarga, dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Pada 2020, pertarungan prioritas RUU muncul lagi di DPR yakni antara RUU PKS dengan RUU lain yang dianggap lebih prioritas seperti RUU Penanggulangan Bencana (terkait Covid) dan RUU Omnibus Law --yang mencakup RUU tentang Farmasi, RUU Cipta Lapangan Kerja, RUU Fasilitas Pajak untuk Penguatan Ekonomi, dan RUU Ibu Kota Negara.
Mengapa RUU PKS prioritas?
Keputusan Baleg DPR dan Kementrian Hukum dan HAM mengeluarkan RUU PKS dari daftar Prolegnas prioritas 2020 harus terus dikritisi. Ini bukan isu pertarungan RUU prioritas di parlemen, atau kepentingan antar sponsor, tapi lebih pada RUU PKS secara prinsip mengusung semangat perlindungan yang komprehensif bagi korban kejahatan seksual, siapapun, dimanapun, oleh siapapun.
Muncul alasan bahwa sudah ada Undang Undang (UU) yang melindungi korban kekerasan, seperti UU Hak Asasi Manusia (HAM), UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), atau UU Perlindungan Saksi dan Korban (PSK).
Baca Juga: Selain RUU PKS, DPR dan Pemerintah Tarik 16 RUU Lainnya dari Prolegnas 2020
Tetapi itu semua hanya mengatur hak-hak korban yang spesifik dalam kejahatan yang diatur oleh UU tersebut. Adapun tindak kekerasan seksual mempunyai kompleksitas dan mekanisme penanganan tersendiri yang tidak bisa dikaver oleh Undang Undang yang ada.
Sebagai contoh, dalam masa diam (stay at home) atau bekerja di rumah (WFH) saat pandemi Covid, terjadi tindak kekerasan seksual dalam suatu lingkup sosial, Undang Undang mana yang akan digunakan? UU yang ada, tidak spesifik mengatur perlindungan dan pendampingan bagi korban kekerasan seksual, karena belum tentu kasus kekerasan seksual masuk kategori KDRT atau perdagangan orang.
Selama lima bulan pertama pandemi Covid (Maret-Juli 2020), Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap (Komnas) Perempuan menerima laporan pengaduan kekerasan seksual sebanyak 461 kasus. Dari jumlah tersebut 258 kasus merupakan kekerasan seksual di ranah rumah tangga (terkait KDRT), 203 kasus kekerasan seksual terjadi di ranah komunitas.
RUU PKS harus diprioritaskan dalam pembahasan di DPR dan pemerintah mengingat urgensi dan kebutuhan aturan hukum yang bisa menjangkau wilayah komunitas atau lingkungan sosial tertentu. Dalam banyak laporan kasus kekerasan seksual, pelaku justru merupakan orang yang dikenal korban, anggota keluarga, orang terdekat korban, atau seseorang yang memiliki relasi kuasa atas korban.
Bisa disimpulkan bahwa kekerasan seksual memiliki kompleksitas tersendiri, membutuhkan penanganan yang lebih mendalam, sehingga sangat wajar jika tindak kekerasan seksual diatur dalam aturan hukum tersendiri.
Pada 2018 dari Biro Pusat Statistik (BPS) melaporkan terjadinya 5258 kasus kekerasan seksual meliputi perkosaan sebanyak 1288 kasus dan pencabulan tercatat 3970 kasus. Dari data yang ada, terbukti bahwa aspek perlindungan bagi korban kekerasan seksual dari negara sangat minim.
Berita Terkait
- 
            
              Kantor PKBI Digusur, Menkes dan Jokowi Diminta Bertanggung Jawab!
- 
            
              Digusur dari Kantornya, PKBI: Pemerintah Bikin Kebohongan Agar Bisa Mengambil Aset!
- 
            
              Kantor Digusur, PKBI Tegaskan Tetap Aktif Dan Berkegiatan
- 
            
              Ironi Pahlawan Nasional: Pendiri Dianugerahi Gelar, Kantor PKBI Malah Digusur
- 
            
              Imbas Kantor Diusir Pemkot Jaksel, PKBI Batal Eksis Pada Federasi Internasional
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- Suzuki Ignis Berapa cc? Harga Bekas Makin Cucok, Intip Spesifikasi dan Pajak Tahunannya
- 5 HP RAM 8 GB Paling Murah Cocok untuk Gamer dan Multitasking Berat
Pilihan
- 
            
              4 HP Baterai Jumbo Paling Murah mulai Rp 1 Jutaan, Cocok untuk Ojol!
- 
            
              Saham BBRI Dekati Level 4.000 Usai Rilis Laba Bersih Rp41,23 Triliun
- 
            
              Harga Emas Turun Tiga Hari Beruntun: Emas Jadi Cuma 2,3 Jutaan di Pegadaian
- 
            
              Indonesia Ngebut Kejar Tarif Nol Persen dari AS, Bidik Kelapa Sawit Hingga Karet!
- 
            
              Prabowo Turun Gunung Bereskan Polemik Utang Whoosh
Terkini
- 
            
              Skandal Konser TWICE di Jakarta: Bos Promotor Mecimapro Ditahan! Investor Merasa Tertipu?
- 
            
              Ironi Kematian Prada Lucky: Disiksa, Anus Diolesi Cabai, Dipaksa Ngaku LGBT di Ruang Intel
- 
            
              'Ku Ledakkan Kau!' Detik-Detik Mencekam Pria Diduga ODGJ Ditembak Mati Polisi di OKU
- 
            
              KPK Usut Korupsi, Penumpang Whoosh Justru Melonjak! Apa yang Terjadi?
- 
            
              Legislator PKB Dukung PPPK Jadi PNS, Ini Alasan Kesejahteraan dan Karier di Baliknya
- 
            
              KPK dan BPK Akan Sidak SPBU di Jawa! Ada Apa dengan Mesin EDC Pertamina?
- 
            
              Guru Madrasah Demo di Jakarta, Teriak Minta Jadi PNS, Bisakah PPPK Diangkat Jadi ASN?
- 
            
              Minta Diangkat Jadi ASN, Guru Madrasah Kepung Monas: Kalau Presiden Berkenan Selesai Semua Urusan
- 
            
              Viral Sarung Motif Kristen Pertama di Dunia, Ini Sosok di Baliknya
- 
            
              Di Tengah Konsolidasi, Said Iqbal Ingatkan Pemerintah Tidak Menguji Nyali Kaum Buruh!