Suara.com - Sebanyak 20 pekerja lokal di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sumsel I yang berlokasi di Muaraenim, Provinsi Sumatera Selatan telah lima bulan dikarantina perusahaan tanpa boleh keluar, sementara tenaga kerja asing terus bekerja.
Sekretaris Jenderal di Federasi Serikat Buruh Kerakyatan (SERBUK) Khamid Istakhori yang selama ini mengadvokasi buruh PLTU Sumsel I mengatakan karantina dilakukan oleh Perusahaan PT Guangdong Power Engineering Co Ltd (GPEC) dengan alasan upaya pencegahan penularan Covid-19.
"Karantina sudah berlangsung sejak 20 Maret, berlanjut hingga 26 Agustus atau telah berlangsung 160 hari (5 bulan lebih)," kata Khamid dalam keterangannya, Senin (31/8/2020).
Khamid menyebut, aturan karantina perusahaan ini hanya berlaku untuk pekerja lokal bagian konstruksi, sementara para TKA dan pekerja kantor seperti staf, petugas keamanan, hingga sopir tetap bekerja seperti biasa.
Atas dasar itu serikat buruh menilai ada kejanggalan dalam pemberlakukan aturan karantina ini; antara lain karantina berlangsung hingga 162 hari padahal aturan karantina adalah 14 hari.
Kemudian berdasarkan keterangan Khamid, Dinas Kesehatan Muara Enim tidak mengetahui adanya proses karantina yang dilakukan perusahaan tersebut.
Khamid menduga, aturan itu dibuat untuk menghambat kegiatan serikat dan menjadi alasan tidak menerima kembali anggota serikat pekerja yang menjalankan mogok kerja pada tanggal 9-23 Maret 2020.
"Dengan kata lain karantina yang tidak sesuai aturan ini adalah bentuk anti serikat sebagaimana dinyatakan dalam UU 21/2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh," ucapnya.
Sebelumnya, 74 pekerja anggota SP PLTU Sumsel I pimpinan Tajudin mogok kerja. Pada tanggal 24 Maret, 74 pekerja anggota SP gagal bekerja kembali karena ada ketentuan karantina perusahaan.
Baca Juga: Hendak Kerja di PLTU Nagan Raya, 38 WNA Diusir Warga
Pada Agustus, perusahaan merekrut 35 pekerja baru dengan pemberlakuan Karantina.
Karantina itu juga bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan.
"Lalu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tersebut juga mengatur kewenangan untuk karantina tersebut dilakukan oleh pejabat karantina kesehatan, bukan oleh perusahaan," jelas Khamid.
Oleh sebab itu, Khamid mendesak Gubernur Sumatera Selatan, Plt Bupati Muara Enim, Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Kesehatan, dan Satgas Covid-19 Muara Enim untuk segera mengambil tindakan agar karantina ilegal di PLTU SUMSEL I dihentikan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
-
Hasil Drawing Play Off Piala Dunia 2026: Timnas Italia Ditantang Irlandia Utara!
-
Pengungsi Gunung Semeru "Dihantui" Gangguan Kesehatan, Stok Obat Menipis!
Terkini
-
Kapolri dan Sri Sultan Pimpin Apel Jaga Warga, Perkuat Keamanan Berbasis Komunitas di DIY
-
Grebek Jaringan Online Scam, Otoritas Myanmar Tangkap 48 WNI
-
Prabowo dan Dasco Bertemu di Istana: Bahas Kesejahteraan Ojol hingga Reforma Agraria
-
Bobby Nasution Tak Kunjung Diperiksa Kasus Korupsi Jalan, ICW Curiga KPK Masuk Angin
-
Kontroversi 41 Dapur MBG Milik Anak Pejabat di Makassar, Begini Respons Pimpinan BGN
-
Buntut Putusan MK, Polri Tarik Irjen Argo Yuwono dari Kementerian UMKM, Ratusan Pati Lain Menyusul?
-
Halim Kalla Diperiksa 9 Jam Terkait Korupsi PLTU Mangkrak Rp1,35 Triliun
-
Cegah Lonjakan Harga Jelang Nataru, Prabowo Minta Ganti Menu MBG dengan Daging dan Telur Puyuh
-
Cegah Inflasi Akibat MBG, Pemerintah Rencanakan Pembangunan Peternakan dan Lahan Pertanian Baru
-
Remaja Perempuan Usia 15-24 Tahun Paling Rentan Jadi Korban Kekerasan Digital, Kenapa?