Suara.com - Perintah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengenai larangan TikTok ditangguhkan oleh hakim Amerika Serikat (AS) di Washington pada Minggu (27/9/2020).
Awalnya, pemerintahan Trump meminta toko aplikasi AS, Apple dan Google untuk menghapus TikTok mulai Minggu kemarin.
Penghapusan TikTok diberlakukan karena kekhawatiran para pejabat AS mengenai keamanan nasional. Mereka mengatakan data pribadi pengguna TikTok di Amerika Serikat dapat diambil oleh pemerintah Partai Komunis China.
Sebelumnya, penghapusan TikTok sudah ditunda selama satu minggu melalui pengumuman oleh Departemen Perdagangan pada Sabtu (19/9). Penundaan diberlakukan karena terlihat adanya perkembangan positif mengenai penjualan operasional TikTok di Amerika Serikat.
TikTok meminta pengadilan AS melarang penghapusan aplikasinya dari toko aplikasi Apple dan Google. Mereka menilai pembatasan aplikasi dilakukan bukan karena keamanan nasional, tetapi berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan umum.
“Jika penghapusan tersebut tidak dihentikan, maka orang-orang di Amerika yang belum pernah mengunduh TikTok tidak bisa mengakses aplikasi ini, enam minggu sebelum pemilihan umum,” kata TikTok yang dikutip dari Reuters pada Kamis (24/9).
Sebelumnya, perintah eksekutif mengenai pemberian waktu selama 90 hari bagi ByteDance untuk melepaskan kepemilikan TikTok telah ditandatangai oleh Trump pada 14 Agustus lalu.
Perusahaan China ByteDance, pemilik TikTok, meminta Hakim Carl Nichols mengeluarkan perintah untuk dapat mengunduh aplikasinya di toko aplikasi AS.
Nichols kemudian mengeluarkan perintah tersebut yang segera dilakukan oleh Departemen Perdagangan.
Baca Juga: Bawa Senjata, Eks Kepala Kampanye Donald Trump Berniat Bunuh Diri
Pada 20 September, ByteDance mengatakan pihaknya telah mencapai kesepakatan bahwa saham dari TikTok Global akan diambil alih oleh Walmart Inc dan Oracle Corp.
TikTok Global sendiri akan menjadi anak perusahaan dari ByteDance yang mengawasi operasi di Amerika Serikat. Hal itu berdasarkan persetujuan Trump atas kesepakatan tersebut.
Namun, kesepakatan itu tetap harus ditinjau oleh Komite Pemerintah AS untuk Investasi Asing di Amerika Serikat. (Salsafifah Nusi Permatasari)
Berita Terkait
Terpopuler
- Resmi Dibuka, Pusat Belanja Baru Ini Hadirkan Promo Menarik untuk Pengunjung
- Kenapa Motor Yamaha RX-King Banyak Dicari? Motor yang Dinaiki Gary Iskak saat Kecelakaan
- Nggak Perlu Jutaan! Ini 5 Sepatu Lari Terbaik Versi Dokter Tirta untuk Pemula
- 5 Shio Paling Beruntung di 1 Desember 2025, Awal Bulan Hoki Maksimal
- 5 Moisturizer dengan Kolagen agar Kulit Tetap Elastis dan Muda
Pilihan
-
Geger Isu Patrick Kluivert Dipecat Karena Warna Kulit?
-
Parah! SEA Games 2025 Baru Dimulai, Timnas Vietnam U-22 Sudah Menang Kontroversial
-
Adu Gaji Giovanni van Bronckhorst vs John Heitinga, Mana yang Pas untuk Kantong PSSI?
-
5 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Kebutuhan Produktivitas dan Gaming
-
5 HP RAM 12 GB Paling Murah Terbaru Desember 2025, Pilihan Wajib Gamer Berat dan Multitasker Ekstrem
Terkini
-
Akhirnya! Pemerintah Akui Kerusakan Lingkungan Perparah Bencana Banjir Sumatra
-
Hasil DNA Kerangka Positif, Jenazah Alvaro Kiano akan Dimakamkan Besok
-
Awas Cuaca Ekstrem, DPR Minta Kemenhub hingga BMKG 'Kawin' Data Demi Mudik Nataru Aman
-
TOK! Hakim Djuyamto Cs Dibui 11 Tahun Gegara Jual Vonis Kasus CPO
-
Percepat Penanganan, Mendagri Ajak Pemda Bantu Daerah Terdampak Bencana
-
Puan Maharani Soal Bantuan Bencana Dilempar dari Heli: Jaga Martabat Korban
-
Gubernur Papua Tengah Meki Nawipa Gelontorkan Rp90 Miliar, 26 Ribu Siswa Kini Sekolah Gratis!
-
Mensos Ingatkan Instansi Pemerintah dan Swasta Harus Beri Kesempatan Kerja untuk Disabilitas
-
Pentingnya Pembangunan Berbasis Aglomerasi untuk Gerakkan Ekonomi Kawasan
-
Banjir Sumatra Penuh Kayu Gelondongan, DPR Panggil Menhut Besok, Buka Peluang Bentuk Pansus