Suara.com - Penghitungan suara pemilihan presiden Amerika Serikat masih terus berlangsung di beberapa negara bagian yang kini menjadi "medan perang" bagi petahana Presiden Donald Trump dan penantangnya, Joe Biden.
Presiden Trump kembali melontarkan tuduhan adanya kecurangan dalam penghitungan suara, sementara Biden semakin yakin menang.
Kedua pihak berebut apa yang disebut sebagai suara electoral college di beberapa negara bagian yang tersisa, untuk bisa meraih angka mayoritas nasional EC sebanyak 270 sebagai jumlah penentu kemenangan.
Terdapat 538 warga Amerika yang menjadi pemilih pengisi kursi electoral college yang memberikan suara mereka untuk menentukan presiden selanjutnya.
Siapa dan apa tugas pemilih electoral college?
Di 48 dari 50 negara bagian, termasuk Washington DC, siapapun yang meraih suara terbanyak akan menentukan siapa yang menjadi pemilih EC di negara bagian itu. Mereka biasanya dipilih dari pengurus partai setempat.
Jadi tahun ini, Partai Republik akan menentukan siapa pemilih EC di Texas, sedangkan Partai Demokrat akan menentukan pemilih EC untuk California.
Namun UU di negara bagian Nebraska dan Maine mengatur, kedua kandidat bisa mendapatkan suara EC terlepas dari siapapun yang meraih suara terbanyak.
Para pemilih EC di setiap negara bagian akan memberikan suara mereka pada 14 Desember mendatang. Hasilnya akan dihitung oleh Kongres Amerika Serikat pada 6 Januari 2021.
Proses ini berada dalam pengawasan Wakil Presiden Mike Pence dalam perannya sebagai ketua Senat.
Baca Juga: Upaya Trump Hentikan Penghitungan Suara di Philadelphia
Presiden terpilih kemudian akan memulai masa jabatannya pada tanggal 20 Januari.
Ada pula yang berpendapat bahwa DPR Amerika Serikat pada akhirnya yang harus memilih di antara Biden dan Trump.
Bahkan ada juga skenario di mana Ketua DPR Nancy Pelosi, bisa menjadi pejabat presiden, bila perselisihan perolehan suara pilpres terus berlanjut.
Bisa pula meminta Mahkamah Agung untuk menafsirkan UU tersebut, tapi hal itu bukan jaminan bahwa sengketa akan terselesaikan.
Pakar hukum Jessica Levinson mengatakan bahwa jika skenario ini terjadi, Mahkamah Agung dapat memutuskan untuk tidak menjadi lembaga yang memutuskan hasil pilpres.
"Saya melihat ada kemungkinan Mahkamah Agung akan memutuskan bahwa hal ini lebih baik diserahkan ke Kongres Amerika Serikat," katanya.
Tag
Terpopuler
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Sunscreen Terbaik Harga di Bawah Rp30 Ribu agar Wajah Cerah Terlindungi
- Siapa Shio yang Paling Hoki di 5 November 2025? Ini Daftar 6 yang Beruntung
- 24 Kode Redeem FC Mobile 4 November: Segera Klaim Hadiah Parallel Pitches, Gems, dan Emote Eksklusif
Pilihan
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
-
Bos Pajak Cium Manipulasi Ekspor Sawit Senilai Rp45,9 Triliun
-
6 Kasus Sengketa Tanah Paling Menyita Perhatian di Makassar Sepanjang 2025
-
6 HP Memori 128 GB Paling Murah Terbaru 2025 yang Cocok untuk Segala Kebutuhan
Terkini
-
Di Hadapan Buruh, Aher Usul Kontrak Kerja Cukup Setahun dan Outsourcing Dibatasi
-
Aher Terima Curhat Buruh: RUU Ketenagakerjaan Jadi Sorotan, PHK Sepihak Jadi Ancaman
-
Tips Akhir Tahun Ga Bikin Boncos: Maksimalkan Aplikasi ShopeePay 11.11 Serba Hemat
-
Deolipa Tegaskan Adam Damiri Tidak Perkaya Diri Sendiri dalam Kasus Korupsi Asabri
-
Gubernur Pramono Lanjutkan Uji Coba RDF Rorotan Meski Diprotes: Tidak Kapasitas Maksimum
-
Gelar Pahlawan untuk Soeharto, KontraS: Upaya Cuci Dosa Pemerintah
-
Ketua BAM DPR Aher Janji UU Ketenagakerjaan Baru akan Lebih Baik Usai Temui Buruh KASBI
-
Lewat Kolaborasi dengan Iko Uwais di Film TIMUR, BNI Dukung Industri Film Nasional
-
Internet di Indonesia Masih Belum Merata, Kolaborasi Infrastuktur adalah Jalan Pintasnya
-
Aksi Buruh KASBI di DPR Bubar Usai Ditemui Aher, Janji Revisi UU Ketenagakerjaan